Kamis, 19 Januari 2012

Semiotika, Sebuah Usaha Memahami Makna Tanda

Setiap hari, kita terpapar sistem tanda yang senantiasa mengepung kita, yang menghipnotis kita untuk melakukan sesuatu sesuai yang diinginkan orang-orang di balik semua tanda. Ambil contoh televisi dan surat kabar yang begitu memiliki peranan penting dalam menentukan cara kita memandang dunia. Melalui berita yang dimuatnya, kita mempercayai adanya suatu peristiwa sebagaimana yang mereka katakan. Melalui iklan, kita dibuat untuk berpikir bahwa kita membutuhkan semua produk yang diiklankan demi memenuhi imaji yang mereka bentuk atas diri kita. Melalui program yang ditayangkan atau artikel yang dimuatnya, kita digiring untuk berpikir seperti mereka, dan merasa salah bila kita memiliki pemikiran yang berbeda.

Pertanyaannya kemudian adalah, benarkah semua yang ditawarkan televisi dan surat kabar tersebut adalah apa yang kita inginkan? Bila ditarik lebih luas lagi, pertanyaannya kemudian menjadi, benarkah cara kita memandang dunia benar-benar murni atas kehendak kita, lepas dari campur tangan kepentingan orang lain di luar kita?

Bagi Jack Solomon, di sinilah pentingnya mempelajari semiotika. Menurutnya, satu alasan utama kenapa kita harus belajar seperti ahli semiotika adalah, agar kita tidak mudah terperdaya. Semiotika sendiri tidak mengajarkan tentang apa yang harus kita pikirkan, melainkan bagaimana kita berpikir dan bagaimana menggali yang ada di bawah permukaan. Lebih lengkapnya, ia menyebutkan enam prinsip dasar semiotika, yaitu:
(1) selalu mempertanyakan pandangan umum (commonsense) akan segala sesuatunya karena percaya bahwa apa yang disebut common sense itu sebenarnya communal sense;
(2) titik pandang commonsense biasanya didorong oleh adanya kepentingan budaya yang memanipulasi kesadaran kita untuk alasan ideologis;
(3) budaya cenderung menyembunyikan ideologi mereka di balik tudung “alam”, yang mendefinisikan apa yang mereka lakukan sebagai “alami”, dan menyebut kebalikannya sebagai “tidak alami”;
(4) dalam mengevalusi sistem praktik budaya, kita harus mempertimbangkan kepentingan di baliknya;
(5) kita tidak merasakan dunia kita secara langsung namun melihatnya melalui saringan kode semiotika dan bingkai mitos; dan
(6) sebuah tanda merupakan semacam barometer budaya, yang menandai pergerakan dinamis sejarah sosial.

Keenam prinsip dasar semiotika sebagaimana disebutkan oleh Jack Solomon di atas nampaknya ingin menjadikan setiap orang kritis atas segala yang ada di sekitarnya, dan bebas memilih apa yang paling cocok untuk kita. Namun di sisi lain, keenam prinsip tersebut justru membuat semiotika sulit menyebut dirinya sebagai ilmu (science). Ilmu mensyaratkan adanya kebenaran universal, dan ini jelas-jelas ditolak oleh semiotika itu sendiri. Kritik lain yang mengemuka adalah, dengan menyerahkan pemaknaan pada masing-masing individu memunculkan pertanyaan seputar letak makna sesungguhnya. Apakah makna terdapat di balik suatu objek atau fenomena, ataukah dalam persepsi subjek? Bila ia ada di balik suatu objek atau fenomena, bukankah harusnya ada keseragaman pemaknaan? Namun bila ia ada dalam persepsi subjek, lantas apakah objek itu sendiri tidak mengandung makna?

*Review bab I buku The Signs of Our Time karya Jack Solomon (sumber)

0 comments:

Posting Komentar