KH Jalaluddin Rakhmat
Nabi
SAW sering mengajari sahabatnya dengan kisah-kisah menarik. Dalam
kisah-kisah yang umumnya singkat dan padat itu beliau menyimpulkan
prinsip-prinsip moral yang luhur. Para ahli hadis mengumpulkan
kisah-kisah itu dalam sebuah kitab khusus. Berikut kita turunkan salah
satu kisah tersebut yang terdapat dalam Al-Bukhari, Muslim, Ahmad,
al-Thabrani, ibn-Hiban, al-Bazzar; juga Kanz al-‘Ummal, dengan redaksi
yang beragam.
Ketika
tiga orang sedang dalam perjalanan, hujan lebat menimpa mereka. Mereka
berlindung ke dalam gua di sebuah bukit. Tiba-tiba runtuhlah batuan
bukit pada pintu gua dan mengurung mereka. Maka di antara mereka
terjadilah dialog. “Perhatikan amal saleh yang telah kalian lakukan
karena Allah. Berdoalah kepada Allah Ta’ala supaya Dia menyelamatkan
kalian.” Seorang di antara mereka berdoa, “Ya Allah, dahulu aku punya
orang tua yang sudah sangat lanjut usianya, aku juga punya istri dan
anak-anak kecil. Semua menjadi tanggunganku. Bila aku pulang dari
pekerjaanku, aku memerah susu. Aku mulai dari kedua orang tuaku. Aku
minumkan kepada mereka air susu itu sebelum aku memberikannya kepada
anak-anakku. Pada suatu hari aku mencari kayu dari tempat yang jauh
sehingga aku pulang petang. Aku mendapatkan kedua orang tuaku sudah
tertidur. Aku memerah susu seperti biasa. Aku mendatangi keduanya dengan
membawa wadah susu itu. Aku berdiri di dekat mereka. Aku segan
membangunkan mereka dari tidurnya. Aku juga tidak ingin memberikan susu
itu kepada anak-anakku sebelum memberikannya kepada keduanya. Anak-anak
merengek di bawah kakiku. Begitulah keadaanku dan keadaan mereka sampai
terbit fajar. Jika Engkau tahu perbuatan itu aku lakukan karena
mengharapkan ridha-Mu, bukakan pintu gua ini sehingga kami bisa melihat
langit.”
Pintu gua terbuka sedikit sehingga mereka bisa melihat langit, tetapi tidak cukup untuk keluar. Yang kedua berkata, “Ya Allah, dahulu aku mempunyai saudara sepupu perempuan. Aku mencintainya lebih dari kecintaan laki-laki manapun terhadap perempuan. Aku mengajaknya berkencan, tetapi ia menolak kecuali bila aku dapat memberinya seratus dinar. Aku bekerja keras sehingga aku berhasil mengumpulkan seratus dinar. Aku datang menemuinya. Ketika aku berada di antara kedua kakinya, ia berkata: Hai hamba Allah, takutlah kepada Allah. Jangan engkau buka khatam kecuali dengan haknya. Aku tinggalkan dia. Jika Engkau tahu perbuatan itu aku lakukan karena mengharap ridha-Mu, bukakanlah pintu gua ini.”
Pintu gua terbuka sedikit, tetapi masih belum cukup untuk bisa keluar. Yang terakhir berkata, “Ya Allah, dulu aku mempekerjakan seorang pegawai. Aku membayarnya dengan satu takar padi. Setelah menyelesaikan pekerjaannya, ia datang kepadaku: Berikan hakku. Aku menyerahkan padi itu, tetapi ia meninggalkannya. Aku tanamkan padi itu, sehingga dari hasilnya aku berhasil menghimpun ternak dan gembalanya. Setelah bertahun-tahun, ia datang menuntut haknya. Ia berkata: Takutlah kepada Allah, jangan rampas hakku. Aku berkata: Pergilah ke kumpulan ternak itu dan penggembalanya. Ambillah semuanya untukmu. Ia berkata: Takutlah kepada Allah, jangan mempermainkan aku. Aku berkata: Aku tidak bermain-main. Ambillah ternak sapi itu dan penggembalanya. Ia mengambilnya dan membawanya pergi. Jika Engkau tahu perbuatan itu aku lakukan karena mengharap ridha-Mu, bukakanlah pintu gua ini.” Kemudian Allah membukakan pintu gua yang masih tersisa. Mereka keluar meninggalkan gua itu dalam keadaan selamat.
Setelah menurunkan hadis ini, Ibn Hajar al-Asqalany menjelaskan beberapa “sunnah” di dalamnya: berdoa pada waktu mendapat kesulitan, kemuliaan berkhidmat kepada orang tua, kemuliaan orang yang sanggup mengendalikan dirinya, kemuliaan orang yang menjaga amanat pegawainya, dan keyakinan akan adanya keramat pada orang-orang saleh (Fath al-Bari, 6:510).
Kita perlu memberikan catatan khusus kepada yang terakhir. Dalam kisah itu, Nabi SAW menceritakan pintu gua yang tiba-tiba tertutup karena runtuhnya batu. Hanya kekuatan supranatural-lah yang bisa membuka longsoran bukit itu. Dalam keadaan terkurung, mereka tidak mungkin menggeserkan batu-batu besar itu. Mereka juga tidak mungkin meminta tolong kepada orang dari luar. Mereka terpuruk, terkubur hidup-hidup. Tetapi akhirnya mereka bisa mengeserkan bebatuan itu secara gaib setelah mereka berdoa. Inilah keramat para wali, menurut Al-Nawawi (Syarh Shahih Muslim, 17:56).
Kita harus menambahkan satu sunnah lagi dari hadis ini. Ada di antara manusia orang-orang yang diperkenankan doanya. Melalui doanya, mereka menimbulkan perubahan di alam semesta. Mereka adalah wali-wali Allah, yang memperoleh keramat dalam bentuk “wilayah takwiniyah”. Di manakah orang seperti itu dapat kita temukan?
Pintu gua terbuka sedikit sehingga mereka bisa melihat langit, tetapi tidak cukup untuk keluar. Yang kedua berkata, “Ya Allah, dahulu aku mempunyai saudara sepupu perempuan. Aku mencintainya lebih dari kecintaan laki-laki manapun terhadap perempuan. Aku mengajaknya berkencan, tetapi ia menolak kecuali bila aku dapat memberinya seratus dinar. Aku bekerja keras sehingga aku berhasil mengumpulkan seratus dinar. Aku datang menemuinya. Ketika aku berada di antara kedua kakinya, ia berkata: Hai hamba Allah, takutlah kepada Allah. Jangan engkau buka khatam kecuali dengan haknya. Aku tinggalkan dia. Jika Engkau tahu perbuatan itu aku lakukan karena mengharap ridha-Mu, bukakanlah pintu gua ini.”
Pintu gua terbuka sedikit, tetapi masih belum cukup untuk bisa keluar. Yang terakhir berkata, “Ya Allah, dulu aku mempekerjakan seorang pegawai. Aku membayarnya dengan satu takar padi. Setelah menyelesaikan pekerjaannya, ia datang kepadaku: Berikan hakku. Aku menyerahkan padi itu, tetapi ia meninggalkannya. Aku tanamkan padi itu, sehingga dari hasilnya aku berhasil menghimpun ternak dan gembalanya. Setelah bertahun-tahun, ia datang menuntut haknya. Ia berkata: Takutlah kepada Allah, jangan rampas hakku. Aku berkata: Pergilah ke kumpulan ternak itu dan penggembalanya. Ambillah semuanya untukmu. Ia berkata: Takutlah kepada Allah, jangan mempermainkan aku. Aku berkata: Aku tidak bermain-main. Ambillah ternak sapi itu dan penggembalanya. Ia mengambilnya dan membawanya pergi. Jika Engkau tahu perbuatan itu aku lakukan karena mengharap ridha-Mu, bukakanlah pintu gua ini.” Kemudian Allah membukakan pintu gua yang masih tersisa. Mereka keluar meninggalkan gua itu dalam keadaan selamat.
Setelah menurunkan hadis ini, Ibn Hajar al-Asqalany menjelaskan beberapa “sunnah” di dalamnya: berdoa pada waktu mendapat kesulitan, kemuliaan berkhidmat kepada orang tua, kemuliaan orang yang sanggup mengendalikan dirinya, kemuliaan orang yang menjaga amanat pegawainya, dan keyakinan akan adanya keramat pada orang-orang saleh (Fath al-Bari, 6:510).
Kita perlu memberikan catatan khusus kepada yang terakhir. Dalam kisah itu, Nabi SAW menceritakan pintu gua yang tiba-tiba tertutup karena runtuhnya batu. Hanya kekuatan supranatural-lah yang bisa membuka longsoran bukit itu. Dalam keadaan terkurung, mereka tidak mungkin menggeserkan batu-batu besar itu. Mereka juga tidak mungkin meminta tolong kepada orang dari luar. Mereka terpuruk, terkubur hidup-hidup. Tetapi akhirnya mereka bisa mengeserkan bebatuan itu secara gaib setelah mereka berdoa. Inilah keramat para wali, menurut Al-Nawawi (Syarh Shahih Muslim, 17:56).
Kita harus menambahkan satu sunnah lagi dari hadis ini. Ada di antara manusia orang-orang yang diperkenankan doanya. Melalui doanya, mereka menimbulkan perubahan di alam semesta. Mereka adalah wali-wali Allah, yang memperoleh keramat dalam bentuk “wilayah takwiniyah”. Di manakah orang seperti itu dapat kita temukan?
Mestikah
mencarinya ke sudut-sudut bumi yang jauh, ke tempat terpencil, ke
padepokan di jantung rimba yang lebat? Hadis ini menjelaskan, kita dapat
menemukan mereka di sekitar kita. Mintalah doa kepada mereka ketika
Anda mendapat mendapat kesulitan. Nabi SAW menyebutkan tiga prototipe
wali Allah: orang yang berkhidmat kepada orang tua, orang yang menjaga
kesucian dirinya di tengah-tengah godaan, dan orang yang berjuang untuk
menegakkan kesejahteraan buruh.
| "Wali Allah bukanlah orang yang menghindarkan diri dari masyarakat dan menghabiskan waktu dalam ibadat.; bukan juga orang yang mencari sudut masjid dan tidak mau berkiprah dalam perjuangan hidup. Wali Allah adalah orang-orang yang tabah menghadapi gangguan, godaan, dan tantangan di sekitarnya" |
Berkhidmat kepada Orang Tua. Mengenai
keramat orang yang berbuat baik kepada orang tua, Nabi SAW menceritakan
kisah lain. Ketika Nabi Musa as. dihadapkan kepada pembunuhan yang
tidak diketahui siapa pelakunya, ia menyuruh orang untuk mencari sapi.
Sapi itu bukan sembarang sapi. Tapi sapi dengan ciri-ciri yang unik
sehingga hampir-hampir mereka tidak menemukannya. “Musa
berkata: Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu sapi betina
yang belum pernah dipakai untuk membajak tanah dan tidak pula untuk
mengairi tanaman. Tidak bercacat, tidak ada belangnya.” (Al-Baqarah:
71). Ketika sapi itu berhasil ditemukan, mereka harus membayar harga
yang sangat mahal. “Sapi ini luar biasa,” kata Nabi Musa as., “aku harus
menemui pemiliknya.” Ia menanyakan kepada pemilik sapi itu asal-usul
sapi ajaib itu. Ia bercerita bahwa ia bekerja sebagai pedagang. Pada
suatu kali, seorang pembeli bermaksud membeli barang dengan harga yang
mahal. Ketika ia ingin mengambil barang itu, ia tidak dapat membuka
toko. Toko itu terkunci, dan kuncinya ada pada ibunya yang tertidur di
dalam toko. Ia tidak berani membangunkannya. Pembeli mendesak dengan
menawarkan harga berlipat ganda dari harga semula. Ia menolaknya. Waktu
itu si pembeli pergi dan pedagang itu kehilangan keuntungan. Pada waktu
yang lain, ia memperoleh sapi yang sifat-sifatnya persis seperti yang
dicari Bani Israil. Musa as. bersabda, “Kamu memperoleh sapi ini karena
perkhidmatan kamu kepada ibumu” (Tafsir al-Durr al-Mantsur, 1:189).
Berbuat baik kepada orang tua adalah perintah kedua setelah beribadat kepada Allah: “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik kepada ibu-bapakmu dengan sebaik-baiknya.” (Al-Isra: 23). Seorang laki-laki bertanya kepada Nabi SAW tentang ukuran berbuat baik kepada ibu-bapak. Beliau menjawab singkat. “Kedua orang tuamu adalah surga dan neraka kamu.” Jahimah, seorang sahabat Nabi, meminta izin untuk pergi berperang. Nabi SAW bertanya, “Apakah kamu mempunyai orang tua?” Ia menjawab, “Benar.” Nabi SAW berkata, “Tetaplah tinggal bersama mereka. Sesungguhnya surga terletak di bawah kaki kedua orangtuamu” (Al-Targhib, 3:314).
Tidak ada batas dalam perkhidmatan kepada kedua orang tua. Kita wajib berbuat baik kepada mereka, apapun keadaan mereka; kaya atau miskin, saleh atau jahat, hidup atau mati. Seorang sahabat mengeluh karena ayahnya sering meminta hartanya, sementara ia harus mengurus keluarganya. Rasulullah SAW bersabda, “Kamu dan hartamu kepunyaan Bapakmu.” (Kanz al-‘Ummal 45942). Bahkan setelah mati, kebaktian kepada orang tua terus berlanjut. Rasulullah SAW menyebutkan hal-hal yang harus kita lakukan sepeninggal mereka: shalat (berdoa) untuk keduanya, beristighfar buat mereka, meneruskan janji mereka sepeninggalnya, menyambungkan kekeluargaan yang telah mereka sambungkan sebelumnya, dan memuliakan sahabat-sahabat keduanya (Al-Targhib, 3:322).
Menurut banyak hadis, ada beberapa keramat yang dianugerahkan Allah kepada orang yang berkhidmat kepada orang tua mereka. Mereka akan dipanjangkan usianya, dimudahkan rezekinya, diperkenankan Tuhan doanya, diridhai Tuhan kehidupannya, ditambah wibawanya, dan anak-anaknya akan berkhidmat kepadanya.
Menjaga Kesucian di Tengah Godaan. Wali Allah bukanlah orang yang menghindarkan diri dari masyarakat dan menghabiskan waktu dalam ibadat.; bukan juga orang yang mencari sudut masjid dan tidak mau berkiprah dalam perjuangan hidup. Ketika seorang sahabat Nabi SAW terpesona oleh keindahan oase, ia berpikir untuk tinggal di situ, jauh dari keramaian, dan mengkhususkan waktu untuk beribadat. Nabi SAW bersabda, “Keberadaan kamu di tengah-tengah manusia dengan bersabar menghadapi gangguan mereka, lebih baik daripada hidup menyendiri tanpa gangguan manusia.”
Karena itu, wali Allah adalah orang-orang yang tabah menghadapi gangguan, godaan, dan tantangan di sekitarnya. Di antara tujuh macam manusia yang dilindungi Allah pada hari kiamat adalah “lelaki yang dirayu perempuan cantik dan berpangkat, tetapi dia menolaknya: aku takut kepada Allah.” Lelaki semacam Yusuf as., yang tinggal di istana, dibujuk oleh perempuan dari lingkaran elit, tetapi dia berhasil mempertahankan kesucian dirinya. Sudah tentu juga termasuk di dalamnya perempuan yang digoda oleh lelaki tampan dan berpangkat, tetapi dia menolaknya karena takut kepada Allah. Bagaimana mungkin Anda mengetahui kekuatan iman Anda, kalau Anda tidak menghadapkannya pada godaan.
Berlaku Baik kepada Buruh. Termasuk wali Allah yang mempunyai keramat ialah atasan yang memperlakukan buruhnya dengan baik. Ia tidak merampas hak pegawainya. Ia tidak meraup untung dari keringat dan darah anak buahnya. Ia justru berusaha meningkatkan kesejahteraan mereka. Dalam kalimat Nabi SAW yang indah, “ Ia melelahkan dirinya agar orang lain hidup dalam kesenangan.” Rasulullah SAW bersabda, “Allah SWT berfirman: Ada tiga orang yang menjadi musuhku pada hari kiamat, orang yang diberi karena Aku kemudian berkhianat, orang yang menjual manusia merdeka kemudian memakan harganya, dan orang yang mempekerjakan buruh tetapi setelah buruh itu melaksanakan kerjanya ia tidak membayar upahnya” (Kanz al-‘Ummal 43826). Begitu pentingnya memenuhi hak buruh, sehingga Rasulullah SAW bersabda, “Bayarkanlah upah buruh itu sebelum kering keringatnya. Beritahukan kepadanya upahnya selama dia bekerja kepadamu” (Kanz al-‘Ummal, 9126).
Menindas buruh adalah dosa besar, sekalipun keuntungan duniawinya besar. Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah mengampuni semua dosa, kecuali dosa orang yang merampas hak pegawainya atau lelaki yang merampas mahar istrinya.” Pada suatu hari, Ali bin Abi Thalib kw. sedang duduk di Masjid Kufah. Seseorang yang dikenal dengan julukan Abu Khadijah bertanya, “Wahai Amirul Mu’minin, adakah pada Anda rahasia Rasulullah SAW? Kabarkanlah kepada kami!” Ali menjawab, “Benar.” Ia membawa catatan hadis. Tertulis dalam kitab itu hal berikut: Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang… Sesungguhnya laknat Allah, malaikat dan manusia seluruhnya, buat orang yang membuat bid’ah dalam Islam atau melindungi pembuat bid’ah. Laknat Allah, malaikat dan seluruh manusia, juga atas orang yang menzalimi upah buruhnya.” (Mizan al-Hikmah, 1:21). [JR] (sumber)
Tulisan ini dimuat di Majalah UMMAT dalam Rubrik SUNNAH oleh Musthafa Syauqi dengan judul “Keramat para Wali”
Berbuat baik kepada orang tua adalah perintah kedua setelah beribadat kepada Allah: “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik kepada ibu-bapakmu dengan sebaik-baiknya.” (Al-Isra: 23). Seorang laki-laki bertanya kepada Nabi SAW tentang ukuran berbuat baik kepada ibu-bapak. Beliau menjawab singkat. “Kedua orang tuamu adalah surga dan neraka kamu.” Jahimah, seorang sahabat Nabi, meminta izin untuk pergi berperang. Nabi SAW bertanya, “Apakah kamu mempunyai orang tua?” Ia menjawab, “Benar.” Nabi SAW berkata, “Tetaplah tinggal bersama mereka. Sesungguhnya surga terletak di bawah kaki kedua orangtuamu” (Al-Targhib, 3:314).
Tidak ada batas dalam perkhidmatan kepada kedua orang tua. Kita wajib berbuat baik kepada mereka, apapun keadaan mereka; kaya atau miskin, saleh atau jahat, hidup atau mati. Seorang sahabat mengeluh karena ayahnya sering meminta hartanya, sementara ia harus mengurus keluarganya. Rasulullah SAW bersabda, “Kamu dan hartamu kepunyaan Bapakmu.” (Kanz al-‘Ummal 45942). Bahkan setelah mati, kebaktian kepada orang tua terus berlanjut. Rasulullah SAW menyebutkan hal-hal yang harus kita lakukan sepeninggal mereka: shalat (berdoa) untuk keduanya, beristighfar buat mereka, meneruskan janji mereka sepeninggalnya, menyambungkan kekeluargaan yang telah mereka sambungkan sebelumnya, dan memuliakan sahabat-sahabat keduanya (Al-Targhib, 3:322).
Menurut banyak hadis, ada beberapa keramat yang dianugerahkan Allah kepada orang yang berkhidmat kepada orang tua mereka. Mereka akan dipanjangkan usianya, dimudahkan rezekinya, diperkenankan Tuhan doanya, diridhai Tuhan kehidupannya, ditambah wibawanya, dan anak-anaknya akan berkhidmat kepadanya.
Menjaga Kesucian di Tengah Godaan. Wali Allah bukanlah orang yang menghindarkan diri dari masyarakat dan menghabiskan waktu dalam ibadat.; bukan juga orang yang mencari sudut masjid dan tidak mau berkiprah dalam perjuangan hidup. Ketika seorang sahabat Nabi SAW terpesona oleh keindahan oase, ia berpikir untuk tinggal di situ, jauh dari keramaian, dan mengkhususkan waktu untuk beribadat. Nabi SAW bersabda, “Keberadaan kamu di tengah-tengah manusia dengan bersabar menghadapi gangguan mereka, lebih baik daripada hidup menyendiri tanpa gangguan manusia.”
Karena itu, wali Allah adalah orang-orang yang tabah menghadapi gangguan, godaan, dan tantangan di sekitarnya. Di antara tujuh macam manusia yang dilindungi Allah pada hari kiamat adalah “lelaki yang dirayu perempuan cantik dan berpangkat, tetapi dia menolaknya: aku takut kepada Allah.” Lelaki semacam Yusuf as., yang tinggal di istana, dibujuk oleh perempuan dari lingkaran elit, tetapi dia berhasil mempertahankan kesucian dirinya. Sudah tentu juga termasuk di dalamnya perempuan yang digoda oleh lelaki tampan dan berpangkat, tetapi dia menolaknya karena takut kepada Allah. Bagaimana mungkin Anda mengetahui kekuatan iman Anda, kalau Anda tidak menghadapkannya pada godaan.
Berlaku Baik kepada Buruh. Termasuk wali Allah yang mempunyai keramat ialah atasan yang memperlakukan buruhnya dengan baik. Ia tidak merampas hak pegawainya. Ia tidak meraup untung dari keringat dan darah anak buahnya. Ia justru berusaha meningkatkan kesejahteraan mereka. Dalam kalimat Nabi SAW yang indah, “ Ia melelahkan dirinya agar orang lain hidup dalam kesenangan.” Rasulullah SAW bersabda, “Allah SWT berfirman: Ada tiga orang yang menjadi musuhku pada hari kiamat, orang yang diberi karena Aku kemudian berkhianat, orang yang menjual manusia merdeka kemudian memakan harganya, dan orang yang mempekerjakan buruh tetapi setelah buruh itu melaksanakan kerjanya ia tidak membayar upahnya” (Kanz al-‘Ummal 43826). Begitu pentingnya memenuhi hak buruh, sehingga Rasulullah SAW bersabda, “Bayarkanlah upah buruh itu sebelum kering keringatnya. Beritahukan kepadanya upahnya selama dia bekerja kepadamu” (Kanz al-‘Ummal, 9126).
Menindas buruh adalah dosa besar, sekalipun keuntungan duniawinya besar. Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah mengampuni semua dosa, kecuali dosa orang yang merampas hak pegawainya atau lelaki yang merampas mahar istrinya.” Pada suatu hari, Ali bin Abi Thalib kw. sedang duduk di Masjid Kufah. Seseorang yang dikenal dengan julukan Abu Khadijah bertanya, “Wahai Amirul Mu’minin, adakah pada Anda rahasia Rasulullah SAW? Kabarkanlah kepada kami!” Ali menjawab, “Benar.” Ia membawa catatan hadis. Tertulis dalam kitab itu hal berikut: Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang… Sesungguhnya laknat Allah, malaikat dan manusia seluruhnya, buat orang yang membuat bid’ah dalam Islam atau melindungi pembuat bid’ah. Laknat Allah, malaikat dan seluruh manusia, juga atas orang yang menzalimi upah buruhnya.” (Mizan al-Hikmah, 1:21). [JR] (sumber)
Tulisan ini dimuat di Majalah UMMAT dalam Rubrik SUNNAH oleh Musthafa Syauqi dengan judul “Keramat para Wali”
0 comments:
:)) :)] ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* :| 8-} ~x( :-t b-( :-L x( =))
Posting Komentar