Do’a Arafah merupakan salah satu do’a penting yang menjelaskan sisi ritual dan politik ibadah haji. Do’a ini tidak hanya berlaku bagi mereka yang sementara menunaikan ibadah haji, namun juga dapat dibaca kapan dan dimana saja lantaran pelajaran yang terkandung di dalamnya dapat menjadi sumber inspirasi dalam kehidupan.
Do’a ini merupakan ajakan bergabung dengan kafilah al-Husain, sebagai seorang muwahhid, arif, sahaya, ahli makrifat, pejuang, pemberani, penentang tirani, politisi Ilahiah, dan sebagai penyeru kebebasan.
Do’a Arafah adalah do’a multi dimensi. Salah satu dimensinya adalah rajutan komunikasi yang terajalin antara arif dan makruf, antara orang yang mengenal dan dikenal. Disebut do’a arafah lantaran do’a ini merupakan pengakuan seorang arif kepada makruf. Dalam do’a Arafah pengakuan seorang arif tampak jelas dalam ungkapan lirih Imam Husain, "Akulah wahai Tuhanku yang mengakui dosa-dosaku, maka ampunilah aku, akulah yang berbuat kejelekan, akulah yang bersalah, akulah yang menginginkan (maksiat), akulah yang bodoh, akulah yang lalai, akulah yang lupa, akulah yang bersandar (pada-Mu), akulah yang sengaja (berbuat dosa), akulah yang berjanji dan akulah yang mengingkari, akulah yang merusak, akulah yang menetapkan, akulah yang mengakui akan nikmat-Mu atasku, namun aku menghadap-Mu dengan dosa-dosaku. Maka, ampunilah aku. Wahai Dzat yang tidak dirugikan oleh dosa-dosa para hamba-Nya. Ia-lah yang Maha Kaya (dan tidak memerlukan) terhadap ketaatan mereka dan memberikan taufik kepada orang yang beramal salih dari mereka dengan pertolongan dan rahmat-Nya. Maka, bagi-Mu segala puji wahai Tuhanku."
Mengapa Disebut Arafah?
Arafah adalah nama sebuah padang sahara yang berada di sebelah tenggara gunung Jabal Rahmah dan tepatnya berada di perempatan: Tsuyah, Aranah, Numrah, Dzul Mujaz. Bentangan sahara ini seluas 12 km dan mempunyai lebar 6,5 Km. Arafah, tepat di Km 21 dari arah Mekah.
Berbagai pendapat menjelaskan mengapa gurun ini masyhur dinamakan Arafah. Sebagian mengatakan bahwa Arafah adalah kata-kata plural dari Arafah dan berarti gunung dan bukit. Sebagian yang lain berpendapat bahwa Arafah berasal dari akar kata irfan yang berarti ilmu dan makrifat. Penamaan ini juga didasarkan pada kenyataan sejarah, bahwa di tempat ini juga, Nabi Adam As dan Hawa As dipertemukan kembali oleh Tuhan setelah sekian lama berpisah dan berkenalan antara yang satu dengan yang lainnya. Sedangkan kelompok yang lain lagi berkata bahwa penamaan Arafat berkenaan dengan peristiwa bahwa telah terjadi proses pengenalan antara Nabi Ibrahim As dan Malaikat Jibril As.
Dalam sebuah hadis yang dinukil dari Imam Shadiq As ihwal penamaan Arafah bersabda, Malaikat Jibril telah menyampaikan wahyu kepada Nabi Ibrahim dan berkata kepada Ibrahim As: “Sesalilah dosa-dosa yang telah kau lakukan dan karena Nabi Ibrahim melakukan hal itu, maka tempat itu diberi nama Arafah karena berasal dari asal kata i'tiraf (pengakuan)”.
Al-Qur'an Al-Karim dalam penjelasannya tentang Arafah menjelaskan:
"Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezeki hasil perniagaan) dari Tuhanmu (pada musim haji) Maka apabila kamu telah bertolak dari ‘Arafah, berzikirlah kepada Allah di Masy‘aril Haram." (Qs. Al Baqarah [2]: 198)
Pada tahun ke 10 Hijriah, Nabi Muhammad ketika menjalankan ibadah haji terakhirnya yang terkenal dengan Haji Wada' juga memberikan khutbah-khutbah yang sangat penting bagi umatnya berkenaan dengan hak-hak asasi manusia di padang Arafah ini.
Imam Shadiq As bersabda, “Allah Swt telah melebarkan tanahnya dari bawah Ka'bah hingga ke Mina, kemudian Ia melebarkannya sekali lagi sampai ke arah Arafah. Oleh karena itu bumi dan tanah itu berasal dari Arafah dan Arafah bersumber dari Mina, sedangkan Mina sendiri dari Ka'bah.”
Imam Husain As, ketika beranjak dari Madinah dan hendak melakukan perjalanan menuju ke Mekah, di padang Arafah inilah ia melantunkan do’a-do’anya yang penuh dengan nilai-nilai ketauhidan yang sangat tinggi. Do’a ini terkenal dengan nama do’a Imam Husain As pada hari Arafah.
Salah Satu Rukun Haji, Berdiam di Arafah
Wukuf di padang Arafah bukan hanya sebuah rukun asli ritual dan seremonial dalam melakukan ibadah haji, namun perbuatan ini memiliki keutamaan yang sangat besar. Semua orang yang menunaikan ibadah haji, pada tanggal 9 Dzulhijah harus berada di tempat suci ini.
Rasulullah Saw pada hari Arafah mendatangi Numrah, yang merupakan salah satu dari perempatan padang Arafah di samping sebuah batu besar. Batu besar ini berada di antara bebatuan di sebelah kanan Arafah, dan pada kemudian hari di tempat itu dibangunlah sebuah masjid yang diberi nama Masjid Numrah. Dari sumber-sumber sejarah yang ada kita tahu bahwa tempat wukufnya Nabi Muhammad Saw ini juga merupakan tempat wukuf Nabi Ibrahim As.
Keagungan dan Keutamaan Hari Arafah
Hari Arafah merupakan hari raya yang besar, walaupun hari Arafah sendiri ini tidak disebut sebagai hari raya. Pada hari ini Tuhan memerintahkan kepada hamba-Nya untuk menyeru kepada-Nya sehingga akan memperoleh kenikmatan yang luas dari -Nya. Telah diriwayatkan bahwa Imam Zainal Abidin As pada hari Arafah mendengar jeritan seorang fakir yang memelas kepada masyarakat dan minta pertolongan dari mereka. Imam bersabda, “Apakah kau mengulurkan tanganmu dan meminta kepada selain Tuhan? Padahal anak-anak yang masih berada di kandungan saja pada hari ini mengharapkan akan mendapatkan kasih sayang dari-Nya sehingga mereka akan beruntung dan berbahagia?” (Mafatih al-Jinan)
Dalam riwayat yang lain disebutkan bahwa, “Barang siapa yang tidak mendapatkan ampunan pada bulan Ramadhan, maka sampai pada bulan Ramadhan tahun berikutnya tidak akan mendapatkan ampunan juga.” (Mafatih Al-Jinan) Dengan kata lain, selain pada bulan Ramadhan, hari Arafah adalah satu-satunya waktu yang sangat tepat untuk mendapatkan pengampunan dan maghfirah-Nya.
Do’a Arafah Imam Husain As
Kalau kita perhatikan, di antara waktu-waktu yang ada pada sepanjang tahun, pada hari Arafah ini mempunyai kedudukan yang sangat tinggi, kita bisa tarik kesimpulan bahwa waktu malam merupakan waktu yang ditentukan oleh Allah Swt untuk bermunajat kepada-Nya, seperti pada Lailatul Qadar, malam 15 Sya'ban dan malam-malam yang lainnya, seperti malam Rabu, waktu khusus untuk membaca do’a tawasul, malam Jum'at untuk membaca do’a Kumail, dan yang lainnya. Satu-satunya waktu siang yang dianjurkan untuk berdo’a dan bermunajat adalah pada hari Arafah. Dan sebaik-baik amal yang paling baik dan utama untuk dilakukan pada hari mulia ini adalah berdo’a.
Do’a-do’a yang dianjurkan untuk dibaca pada hari Arafah, sesuai yang tertera pada kitab do’a Mafatih Jinan, mempunyai tuntunan do’a yang cukup banyak. Namun di antara do’a-do’a tersebut, do’a Arafah Imam Husain As mempunyai kedudukan yang sangat khusus dan mempunyai kemuliaan yang sangat tinggi. Do’a Arafah Imam Husain As ini mempunyai makna yang sangat subtil dan mendalam. Di dalam do’a Arafah ini, makna mendalam tentang tauhid terucapkan oleh penghulu syuhada, Imam Husain As. Imam Husain As di penghujung hari Arafah, pada kesempatan akhir masa hidupnya, mengumpulkan putra-putranya dan kerabat dekatnya, keluar dari perkemahannya dan menuju ke sebelah kiri gunung Jabal Rahmah bersimpuh dengan khusyu'. Imam menghadapkan wajahnya ke Ka'bah seperti seorang fakir yang menginginkan sesuap nasi demi menyambung kehidupannya. Kemudian ia menengadahkan ke dua tangannya menghadap ke langit seraya memulai bait-bait do’anya: Alhamdulillah Segala puji bagi Allah yang tiada seorangpun dapat menolak ketentuan-Nya, mencegah pemberian-Nya, dan tak ada seorangpun dapat menciptakan seperti ciptaan-Nya.
Kemudian beliau melanjutkan penjelasannya tentang sepercik dari keluasan nikmat Allah Swt yang tidak berpenghabisan, dan telah mencicipi kemurahan Tuhan dalam semua sisi kehidupan manusia yang meliputi semua masa-masa kehidupannya sampai melesak menuju kepada tingkat kemanusiaan manusia. Dengan keindahan ciptaan-Mu, dengan kesempurnaan nikmat-Mu Kau bentuk daku dari mani sebelah kanan Kau tempatkan aku dalam tiga kegelapan diantara daging, darah dan kulit.tak Kau persaksikan padaku penciptaan diriku, belum Kau jadikan sedikitpun urusanku akan hal itu, kemudian Kau keluarkan aku kedunia dalam kesempurnaan ditengah mereka yang Kau tunjuki.
Imam Husain As menilai bahwa kasih sayang yang telah Allah Swt anugerahkan kepada ibu-ibu mereka dan juga kepada para ibu susu merupakan curahan dari inayah Allah Swt yang telah diberikan kepada mereka. Kau jaga daku waktu kecil dalam belaian, Kau anugerahi daku susu berlimpah, Kau lembutkan kalbu para pengasuh kepadaku, kau wajibkan ibu-ibu pengasih membimbingku, Kau lindungi daku dari bisikan Jin, Kau selamatkan daku.
Dalam lanjutan do’anya, Imam Husain As mengisyaratkan keharusannya bersyukur atas nikmat tiada tara ini, dan ia mengakui bahwa dirinya juga belum mampu untuk mengungkapkan rasa syukur ini. Dengan rububiyah-Mu, kuakui bahwa Engkau adalah tuhanku,kepada-Mu pengembalianku, Engkau ciptakan aku dengan limpahan nikmat-Mu, sedang aku ketika itu belum berupa apapun yang dapat disebut.
Setiap bait dari do’a-do’a ini adalah gambaran dan potretan dari cahaya tauhid dan cinta yang merasuk ke kalbu-kalbu seorang mukmin. Dari ibarat-ibarat dan kandungan-kandungan yang termaktub dalam do’a ini menggambarkan bahwa selama Imam Husain As berdo’a, seakan-akan beliau terpisah dari jiwa beliau dan alam ini, segala yang berada di dunia ini kembali kepada satu pusat, dengan menyaksikan kehadiran Tuhan pada setiap wujud-wujud yang berada di dunia ini, dan segala yang dilihatnya dilafalkan pada lisan sucinya.
Do’a Arafah Sayyid Al-Syuhada penuh akan makna-makna kecintaan dan keirfanan, serta kema'rifatannya kepada dzat suci-Nya. Dalam keasyikannya bercengkerama dengan Tuhannya ia bertutur lirih:
Tuhanku, ijinkanlah aku untuk bersimpuh di hadapan-Mu, hina-dina, tidak memiliki pembebasan untuk untuk mengelak, dan aku tidak dapat mengatakan bahwa aku tidak berbuat dosa ini dan tidak berbuat kejelekan! Oh! Seandainya pengingkaran—seandainya aku mengingkari wahai Tuanku—dapat beramanfaat bagiku!
Padang Arafah telah menjadikan Imam Husain laksana kerangka yang tinggal ruhnya saja, Oleh karena itulah Allah Swt pada hari Arafah disamping memberikan kemurahan dan kasih sayangnya kepada penduduk Arafah, kepada para peziarah Imam Husain As juga mencurahkan rahmat kepada para peziarah pusara Imam Husain As.
Semoga kita pada hari ini menggabungkan diri dengan kafilah ruhani Imam Husain dengan turut membaca do’a Arafah di hari yang penuh kemuliaan ini. Dan asa yang terbersit semoga sembilan Dzulhijjah mendatang memanjatkan do’a Arafah ini di padang Arafah dalam ritual akbar haji. Semoga… (sumber: telaga hikmah)
0 comments:
:)) :)] ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* :| 8-} ~x( :-t b-( :-L x( =))
Posting Komentar