Benar kata Emha Ainun Nadjib, Israel memang nyusahin. Kita harus repot karenanya. Mahasiswa dan para aktivis harus memperpanjang durasi aksinya. Alim ulama kita harus mengakhiri doa dengan kutukan atas Israel dan doa keselamatan buat Palestina. Ormas-ormas Islam lomba-lomba membuat pernyataan sikap, kerasnya butir-butir pernyataan sikap menjadi parameter baru islami tidaknya sebuah ormas. Mereka pun harus menggelar tabligh akbar dimana-mana dan berkali-kali. Blogger mengisi blognya dengan data-data terbaru dari lokasi konflik dan mengganti headshootnya dengan gambar bendera Palestina sebagai bentuk dukungan. Media yang diincar pembaca adalah yang paling lengkap mengabarkan suasana panas di Gaza, para wartawanpun harus lebih gesit berburu berita. Pada sisi lain, sebagian dari pemimpin Arab jadi ketahuan belangnya, garis politik luar negeri Barrack Obama jelas sudah, Ahmadi Nejadpun selama ini hanya dinilai omong kosong. Di dalam negeri, PKS pun kena getahnya, dianggap telah mencuri start kampanye dengan menjadikan penderitaan rakyat Gaza sebagai komoditi politik. Yang lebih gress, Dr. Luthfi Assyaukanie –salah seorang tokoh JIL yang merupakan mahasiswa asing pertama Universitas Melbourne yang memenangkan "Chancellor's Prize" setelah tesis doktoralnya terpilih sebagai disertasi terbaik- dengan catatannya tentang Israel, membuat dia mendapat gelaran baru, setidaknya ada dua, Luthfik (beLUTH munaFIK) dan Luthfi Asy-Syaitanie.
Saya pribadi melihat, sesungguhnya serangan brutal Israel tidak hanya menguliti rakyat Gaza hidup-hidup namun juga menguliti kita semua. Izinkan saya menghubungkan peristiwa ini dengan firman Allah SWT, "Apakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan hanya dengan mengatakan, "Kami telah beriman" dan mereka tidak diuji (la yuftanuna)? Dan sungguh, Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka Allah pasti mengetahui orang-orang yang benar dan pasti mengetahui orang-orang yang dusta." (Qs. Al-Ankabut : 2-3). Ashbabun nuzul ayat ini, berkenaan dengan beberapa kaum muslimin di Makah yang tidak tahan dengan penderitaan yang dihadapi karena mempertahankan keimanan. Mereka mendapat blokade ekonomi dan sosial oleh kebijakan pembesar Qurays yang tidak ingin mereka memahatkan hati pada ajaran-ajaran Muhammad. Sang Nabi pun menenangkan jiwa para pengikutnya dengan menceritakan penderitaan kaum-kaum sebelumnya yang lebih hebat namun mampu bersabar. Pesan ayat ini, barang siapa menegaskan, mengakui dan bersaksi bahwa hanya ada satu pencipta dan penguasa tunggal dari segala makhluk dengan segala keragamannya mereka akan diuji dengan kesusahan dan penderitaan yang bisa jadi tak terperikan.
Fitnah Gaza
Fitnah berasal dari kata kerja arab fatana -yang antara lain- berarti membuktikan, ungkapan Dinar Maftun berarti keping mata uang emas yang telah diuji dan dibuktikan keasliannya. Syaikh Fadhullah dalam menafsirkan ayat ini -mengutip Imam Hasan as- mendefinisikan fitnah sebagai sesuatu yang membuktikan hakikat manusia melalui apa yang tampak sebagai penderitaan dan kesulitan. Kasih sayang Ilahi meniscayakan manusia menemukan dirinya dengan berbagai proses yang tampak tidak menyenangkan dan memberatkan. Emas disebut logam mulia setelah melewati proses penempaan dan pembakaran yang berkepanjangan.
Manusia dengan segala kesombongan dan kepandirannya mengira bahwa ia merupakan entitas tersendiri yang dapat berlepas diri dari hukum-hukum alam, inilah kemusyrikan, inilah syirik. Seorang yang bertauhid adalah yang tidak melihat dirinya sendiri, melainkan melihat satu Diri yang lebih tinggi. Ia memandang diri dan tindakannya tidak lebih dari suatu kebergantungan. Kebergantungan penuh kepada Allah melahirkan kebebasan. Jika manusia mengaku beriman kepada Allah, maka pengakuan itu mesti diuji, harus dibuktikan. Keimanan para pengikut awal nabi Muhammad juga diuji. Ditekan oleh sistem yang berkuasa waktu itu yang memandang pesan revolusi Islam sebagai sebuah ancaman atas keberlangsungan hidupnya, mereka disiksa, diboikot dan diancam bunuh dengan perbandingan kekuatan yang mengerikan. Apa yang terjadi pada kurun awal Islam akan berulang sepanjang zaman.
Ujian yang menimpa sahabat-sahabat nabi juga sedang menimpa kita yang tengah mengaku beriman. Seseorang bisa saja menyatakan tengah berjuang di jalan Allah tetapi sebenarnya ingin memperoleh ketenaran, atau ambisi pribadi lainnya. Kemunafikan menjadi sulit teridentifikasi bahkan oleh diri sendiri, karenanya butuh ujian. Keimanan rakyat Palestina diuji dengan jet-jet tempur yang memuntahkan artileri secara membabi buta, iman pemimpin Arab diuji, ke arah mana hati mereka berkiblat. Ketulusan Iran diuji, bisa jadi ambisi dibalik penyelundupan roket-roket Fajr, pengiriman tenaga medis dan kecaman-kecaman keras dari Presiden, pejabat-pejabat dan Pemimpin Besar mereka sekedar untuk mendapat pengakuan dan simpatik. Ormas-ormas Islam kita diuji, benarkah mereka memimpikan wahdah islamiyah?. Mufti Arab Saudi diuji, fatwa pelarang mereka untuk demo anti zionis benarkah karena Islam atau karena pesanan?. Alim ulama, kaum intelektual dan para politisi kita diuji. Dan seluruhnya yang mengaku beriman di uji, kemarahan kita terhadap kezaliman Israel benarkah dari dalam atau karena sekedar trend saja?. Bahkan saya yang menulis ini juga tengah diuji, apa motif saya menulis ini?. Ujian ini akan menentukan kita berada pada barisan mana. Tragedi Gaza telah menelanjangi kita semua, telah menampakkan warna kulit kita, rela atau tidak. Tanpa sadar kita akan menunjukkan jati diri kita sendiri. Meskipun tampak 'keterlaluan', namun inilah cara Allah SWT untuk menyeleksi orang-orang yang tidak memiliki kebijaksanaan dan iman. Tragedi Gaza mengajukan pertanyaan, seberapa jujur iman kita.
Oleh yang lemah keimanannya, dari berbagai peristiwa yang ada mungkin mengartikan kesengsaraan yang ada sebagai tanda bahwa Allah telah menghukum rakyat Palestina atau sebagai bukti mereka bukan berada pada jalan keimanan. Bagi rakyat Palestina -yang kuat imannya- kematian bukanlah ancaman, telah menjadi tradisi turun temurun bagi mereka untuk meraih kemuliaan syahadah dari Allah SWT. Kesyahidan bukanlah kematian melainkan keabadian, kematian menghentikan peran jazad setiap manusia yang bernyawa, namun semangat ruhnya yang suci tidak pernah bisa dibunuh. Ketahuilah mereka tidaklah mati sia-sia, tidak pernah mati mereka yang telah mengucurkan darahnya ke bumi karena berjuang di jalan Allah. Di balai pertemuan Ibnu Ziyad, ketika para tawanan Karbala yang terdiri dari ahlul bait nabi yang tersisa, Ibnu Ziyad berkata kepada Zainab putri Fatimah Az-Zahra as, "Apa yang kau katakan dengan perbuatan Allah terhadap ahlul bait kakekmu saat ini?" tanya Ibnu Ziyad mengejek. "Saya tidak melihat apa-apa selain keindahan." tegas Zainab "Allah telah menetapkan kepada ahlul bait nabi-Nya yang terbantai sebagai penyongsong syahadah peraih kesyahidan, mereka berbahagia menerima anugerah Ilahi ini."
Oleh: Ismail Amin (sumber: telaga hikmah)
0 comments:
:)) :)] ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* :| 8-} ~x( :-t b-( :-L x( =))
Posting Komentar