“Pulang dari Malaysia, Warga Bengkayang Positif AIDS.” Ini berita di inilah.com (1/9-2010). Disebutkan: “ …. menemukan adanya warga setempat pasien yang positif mengidap HIV/AIDS setelah pulang bekerja dari Malaysia.”
Pertanyaan yang sangat mendasar adalah: Apakah sebelum pergi ke Malaysia TKI tadi menjalani tes HIV? Kalau jawabannya YA dan hasilnya negatif maka bisa jadi TKI tadi tertular HIV di Malaysia. Tapi, kalau jawabannya TIDAK maka bisa saja TKI sudah mengidap HIV atau tertular di Indonesia ketika pergi sebagai TKI ke Malaysia.
Tapi, ada jawaban dari pihak terkait: “Bn sebelum berangkat ke Malaysia tidak mempunyai gejala menderita HIV/AIDS. Hal itu, kata Made, dibuktikan anak pertama Bn bebas dari virus tersebut.”
Penularan HIV dari-ibu-ke-bayi yang dikandungnya tidak otomatis biar pun ibunya HIV-positif. Tanpa obat antiretroviral (ARV-obat untuk menekan laju perkembangan HIV dalam darah) probabilitas penularan dari-ibu-ke-bayi antara 15-25 persen. Kalau pakai obat dan melahirkan dengan opeasi caesar kemungkinannya di bawah 8 persen. Bisa juga terjadi BN tertular setelah dia melahirkan.
Kalau laki-laki atau suami yang HV-positif maka ada kemungkinan tidak terjadi penularan kepada istrinya karena ketika mereka melakukan hubungans eksual HIV dalam darahnya sedang ‘tidur’.
Bn mengatakan kepada petugas kesehatan yang memeriksanya, dia mengaku mengidap virus HIV/AIDS saat bekerja di Malaysia. Ini tidak akurat karena tidak bisa diketahui dengan pasti kapan seseorang tertular HIV. Biar pun Bn melakukan perilaku berisiko di Malaysia tapi kalau tidak dites HIV ketika hendak ke Malaysia bisa jadi Bn tertular sebelum berangkat.
“ …. Kabupaten Bengkayang yang berbatasan darat langsung dengan Malaysia merupakan salah satu potensi penularan HIV/AIDS.” Risiko bukan karena berbatasan langsung dengan satu negara, tapi karena perilaku seksual penduduknya. Di negara-negara yang ’tertutup’ dan menjadikan kitab suci sebagai UUD pun tetap ada kasus HIV/AIDS yang dilaporkan. Soalnya, penduduk negara itu tertular di luar negaranya. Di negerinya dia menjadi mata rantai penyebaran HIV.
“Mencegah penyebaran HIV/AIDS memerlukan strategi yang menyeluruh. Yang mencakup efektivitas, pendidikan kesehatan yang berkelanjutan dan program promosi kesehatan.” Persoalannya adalah materi HIV/AIDS selalu dibalut dan dibumbui dengan norma, moral dan agama sehingga fakta medis HIV/AIDS hilang. Yang muncul hanya mitos (anggapan yang salah tentang HIV/AIDS). Akibatnya, masyarakat hanya menangkap mitosnya. SUMBER: http://edukasi.kompasiana.com/2010/09/12/tidak-bisa-diketahui-kapan-terjadi-penularan-hiv/
0 comments:
Posting Komentar