Kamis, 29 Desember 2011

Koleksi Puisi Jalaluddin Rumi (bagian 2/habis)

Daya Tarik Cinta
Cinta dan khayalan menciptakan ribuan bentuk indah seperti Yusuf; sesungguhnya mereka adalah ahli sihir yang lebih mahir daripada Harut dan Marut.
Di depan matamu mereka menghidupkan bayangan Sang Kekasih; engkau terpesona dan mengungkapkan seluruh rahasiamu kepadanya.
Bagai seorang ibu, di depan kuburan anaknya yang baru meninggal dunia,
Berbicara kepadanya benar-benar dan sungguh-sungguh; karena dilanda dukacita, ia membayangkan tanahnya menjadi hidup.
Dan di dalam hatinya percaya sang anak mendengarkannya. Lihatlah, daya tarik itu disebabkan oleh Cinta!
Dengan mesra dan penuh air mata, berulang kali dengan bijak ia letakkan bibirnya, di atas tanah segar makam anaknya.
Sebegitu rupa, seakan selama hidup sang anak tersayang, tidak pernah ia menciumnya.
Namun cinta kepada yang mati takkan bertahan lama: ketika hari-hari berkabungnya telah berlalu, kobaran dukacitanya pun lenyap.
Cinta membawa pergi pesonanya: apinya pun hilang, hanya tinggal abunya.

Gejala: Jembatan Menuju Hakekat
Seorang kristen mengakui dosa-dosanya selama setahun di hadapan pendetanya – zina, pendendam, dan kemunafikan –
Supaya pendeta itu mau mengampuninya, karena dia memandang pengampunan dosa dari pendeta merupakan pengampunan dari Tuhan.
Sang pendeta tak mempunyai pengetahuan yang nyata tentang dosa dan pengampunan; namun cinta dan iman adalah pemikat yang sangat kuat pesonanya.
Di saat ketidakhadiran Cinta terciptalah berbagai bentuk khayalan; di saat kehadiran Yang Maha Esa, Tanpa Bentuk Dia mengungkapkan diri-Nya,
Berfirman, ”Aku-lah sumber asli ketenangan dan kemabukan: keindahan segala bentuk adalah pantulan dari-Ku.
Kini, karena engkau telah sering menatap pantulan-Ku, engkau mampu menatap Esensi Suci-Ku.”
Begitu orang Kristen itu merasakan adanya renggutan dari Atas, akan adanya pendeta pun dia tak sadar.
Di saat itu dia sangat mengharapkan pengampunan dosa-dosanya dari Tuhan Yang Maha Pengasih di balik tabir.
Apabila air-mancur memancar dari sebuah batu, batu itu pun menghilang di dalam air-mancur.

Pohon-Pir Ilusi
Pohon-pir inilah sumber egoisme dan keberadaan-diri yang membuat mata berkedip dan kabur.
Apabila engkau turun, Wahai pendaki, pikiranmu, kata-katamu, dan penglihatanmu tak lagi menjadi serba salah.
Karena kerendahan hati yang engkau perlihatkan pada waktu turun, Tuhan memberkahimu dengan pandangan yang benar.
Engkau akan melihat pohon-pir ini menjadi pohon keberuntungan, cabang-cabangnya mencapai Langit ketujuh.
Kemudian naiklah lagi ke pohon yang telah diubah oleh Kasih-sayang Tuhan.
Kini ia bercahaya laksana Semak-belukar terbakar : ia berseru, ”Lihatlah, Aku adalah Tuhan!”
Di bawah naungannya seluruh keinginanmu akan terpenuhi: demikianlah Alkimia Ilahi.
Kepribadian dan leberadaanmu kini milikmu yang sah, karena di situlah engkau melihat sifat-sifat Yang Maha Kuasa.
Pohon yang bengkok akan menjadi lurus, wahyu Ilahi: akarnya dalam tanah, cabang-cabangnya menjulang ke angkasa.

Kesadaran Kosmik
Anggur yang meragi adalah pengemis yang meminta ragi kita; Langit yang berputar adalah pengemis yang memohon kesadaran kita.
Anggur mabuk karena kita, bukan kita yang mabuk olehnya: tubuh menjadi ada karena kita, bukan kita ada karenanya.
Kita laksana lebah, dan tubuh laksana sarang madunya: kita telah membentuk tubuh, sel demi sel, seperti lilin.

Setiap saat perampok Keindahan muncul dalam bentuk yang berbeda, memperkosa jiwa dan menghilang.
Setiap saat Tuhan Yang Tercinta memakai busana baru, terkadang tampak tua, terkadang tampak muda.
Kini Dia menyelam ke dalam hati jasad yang terbuat dari tanah liat - Ruh menyelam bagai penyelam.
Segera, muncul dari adonan tanah liat yang telah usai dibentuk dan dipanggang, Dia tampak di dunia.
Dia menjadi Nabi Nuh, dan masuk ke Bahtera ketika karena doa-Nya dunia banjir.
Dia menjadi Ibrahim dan tampak di tengah-tengah kobaran api, yang demi diri-Nya berbunga mawar.
Sesaat Dia mengembara mengelilingi dunia untuk menyenangkan diri-Nya;
Kemudian dia muncul sebagai ‘Isa dan naik ke Surga dan mengagungkan Tuhan.
Ringkasnya, adalah Dia yang datang dan pergi di setiap generasi yang engkau ketahui,
Hingga akhirnya Dia tampak dalam bentuk seorang Arab dan memperoleh kerajaan dunia.
Tidak ada perpindahan, tiada yang dipindahkan. Pemenang hati-hati yang tercinta itu.
Menjadi sembilan pedang di tangan ‘Ali dan tampil sebagai Pembunuh sang waktu.
Bukan, bukan! Dia jualah yang berseru dalam tubuh manusia, “Ana al-Haqq.”
Orang yang memanjat tiang gantungan itu bukanlah Manshur, seperti yang dibayangkan orang bodoh.
Rumi tidak pernah dan tidak akan mengucapkan kata-kata pengingkaran: jangan sangsikan dia!

Norma Para Pembawa Wahyu lahi
Kekekalan Kehendak dan Taqdir Tuhan, Yang Maha Pengampun, untuk mengungkapkan dan menyatakan diri-Nya.
Menimbulkan lawannya, karena jika tidak takkan ada yang dapat dipertunjukkan; dan tidak ada yang berlawanan dengan Sang Raja yang tiada bandingan.
Oleh karena itu Dia mengangkat raja muda yang hatinya menjadi cermin bagi Kedaulatan-Nya,
Dan memberkahinya dengan kesucian yang tak terhingga, serta kemudian meletakkan lapisan hitam logam tipis di hadapannya.
Dia membuat dua panji, putih dan hitam: yang satu adalah Adam, lainnya adalah Iblis.
Di antara kedua panglima yang kuat ini timbul pertempuran dan perselisihan, maka terjadilah apa yang telah ditakdirkan.
Demikian selanjutnya muncul Abel, dan Kain menjadi lawan terhadap kesucian cahayanya.
Maka, dari tahun ke tahun dan dari generasi ke generasi kedua panji itu muncul dalam pertentangan,
Sampai datangnya Nabi Muhammad, yang berjuang keras melawan Abu Jahl, pangeran dari pasukan ketidakadilan.


Rahasia Keburukan
Baik Musa maupun Fir’aun adalah Pemuja Yang Maha Benar, sekalipun tampaknya yang pertama menemukan jalan dan yang lainnya kehilangan.
Di siang hari Musa berseru kepada Tuhan: di tengah malam Fir’aun mulai merintih.
Katanya, “O Tuhan, belenggu apakah yang ada di leherku ini? Seandainya tak ada belenggu, siapa yang akan berkata ‘aku adalah aku’?
Dengan takdir itu Engaku membuat Musa bercahaya dengan takdir yang sama Engkau membuat aku gelap.
Kami berdua adalah sesama hamba yang mengabdi kepada-Mu; namun kapak-Mu membelah cabang-cabang lunak di dalam rimba-Mu.
Cabang-cabang tak berdaya terhadap kapak; yang satu benar-benar tercangkok kuat, lainnya dibiarkan tak terawat.
Aku memohon kepada-Mu, dengan kekuatan kapak-Mu, untuk melimpahkan rahmat dan meluruskan kebengkokanku.”
Sekali lagi Fir’aun berkata kepada dirinya sendiri dalam keheranan, “Bukankah aku beribadah sepanjang malam?
Dalam hatiku aku ini bagai orang yang rendah hati dan patuh: Bagaimana aku tampak begitu berubah ketika bertemu Musa?
Apabila ketidakberwarnaan menjadi tawanan warna, Musa menjadi musuh bagi Musa.
Apabila engkau mencapai ketidakberwarnaan dari mana engkau berasal, Muda dan Fir’aun menjadi damai di tempat yang sama.
Jika engkau memintaku untuk menjelaskan rahasia ini, aku akan menjawab bahwa dunia yang berwarna tak dapat lepas dari adanya pertentangan.
Adalah keajaiban bahwa yang berwarna keluar dari yang-tak-berwarna: Bagaimana yang berwarna muncul untuk berperang melawan yang-tak-berwarna?
Ataukah itu bukan peperangan yang sesungguhnya? Apakah demi tujuan Ilahi – suatu kecerdikan seperti perselisihan pedagang keledai?
Ataukah bukan ini dan bukan itu? Apakah hanya kebingungan semata? Harta karun harus dicari, dan kebingungan adalah reruntuhan yang didalamnya terkubur harta itu.
Apa yang engkau bayangkan menjadi harta karun – konsepsi seperti itu menyebabkan engkau kehilangan harta karun yang sebenarnya.
Khayalan-khayalan dan opini-opini itu laksana masa perkembangan: harta karun tak ditemukan pada tempat-tempat perkembangan.
Pada masa perkembangan terdapat keberadaan dan sifat-sifat yang berlawanan: Ketiadaan menolak setiap sesuatu yang ada.

Seniman yang Sempurna
Dia-lah sumber keburukan, seperti yang engkau katakan,
Namun keburukan itu didak melukai-Nya. Keburukan itu untuk
Mengungkapkan kesempurnaan-Nya. Dengarlah
Sebuah ibarat. Seniman angkasa melukis
Bentuk-bentuk yang indah dan buruk: dalam sebuah lukisan
Wanita-wanita tercantik di negeri Mesir
Menatap Yusuf yang muda dengan penuh gairah cinta;
Dan lihatlah, pemandangan lain pada saat yang sama,
Api-Neraka dan Iblis beserta pekerjaannya yang tersembunyi:
Keduanya adalah karya Tuhan, yang diciptakan demi tujuan baik.
Untuk menunjukkan Kesempurnaan Hikmah-Nya dan mengacaukan
Para peragu yang mengingkari Kekuasaan-Nya.
Bila Dia tidak membuat keburukan, Dia akan tampak kurang terampil:
Dengan Muslim sejati, supaya keduanya dapat memberi kesaksian
Kepada-Nya, dan beribadah kepada Tuhan Yang Maha Esa lagi Maha Kuasa.
Hikmah Ketidaksempurnaan
Ketidaksempurnaan dan kerusakan, yang terlihat di mana pun,
Semuanya adalah cerminan keindahan.
Pengatur tulang, di manakah dia dapat mencoba keterampilannya
Kalau bukan pada persendian yang patah? Penjahit di mana?
Tentunya, bukan pada busana siap yang indah potongannya.
Bila tiada tembaga kasar di tempat peleburan,
Bagaimana ahli kimia dapat mempertunjukkan keahliannya?

Nisbinya Keburukan
Di dunia ini tiada keburukan yang mutlak: keburukan itu nisbi. Sadarilah kenyataan ini.
Di dunia Waktu sesuatu pastilah menjadi pijakan bagi seseorang dan belenggu bagi yang lainnya.
Bagi seseorang merupakan pijakan, bagi lainnya merupakan belenggu; bagi seseorang merupakan racun, bagi lainnya merupakan manis dan bermanfaat laksana gula.
Bisa ular merupakan kehidupan bagi ular, namun maut bagi manusia; lautan merupakan sumber kehidupan bagi binatang laut, namun bagi makhluk daratan merupakan luka yang mematikan.
Zayd, meski orangnya sama, bisa jadi setan bagi seseorang dan menjadi Malaikat bagi lainnya:
Bila engkau ingin ia baik padamu, maka pandanglah ia dengan pandangan seorang pencinta.
Janganlah kau pandang Yang Maha Indah dengan matamu sendiri: melihat Yang Dicari itu dengan mata sang pencari.
Sebaliknya, pinjamlah pandangan dari Dia: pandanglah wajah-Nya dengan mata-Nya.
Tuhan berfirman, ”Barangsiapa telah menjadi milik-Ku, Aku menjadi miliknya: Aku adalah matanya, tangannya dan hatinya.”
Semua yang dibenci menjadi yang dicintai manakala ia membawamu pada Sang Kekasih-mu.

Kebaikan dalam Segala Sesuatu yang Buruk
Orang-orang yang bodoh salah mengambil uang logam palsu karena tampak seperti asli.
Bila di dunia tidak ada mata uang logam asli yang sah, bagaimana para pemalsu dapat mengedarkan uang palsu.
Kepalsuan tidak ada artinya jika tak ada kebenaran,
Yang membuatnya sedap dipandang. Adalah cinta kebenaran
Yang memikat manusia ’tuk berbuat salah. Biarkan racun dicampur
Gula, mereka akan menjejalkannya ke dalam mulutnya.
Oh, janganlah berteriak bahwa seluruh syahadat adalah sia-sia! Berbagai aroma
Sedikit saja bau kebenaran mereka miliki, selanjutnya mereka takkan terpedaya.
Jangan berseru, ”Alangkah sangat fantastis!”
Di dunia ini tiada khayalan yang sama sekali tak benar
Di tengah-tengah kerumunan Darwis, tersembunyilah
Seorang fakir sejati. Carilah dengan teliti dan engkau akan menemukannya!


Kekuatan yang tak Terlihat
Kami ini laksana seruling, seluruh musik kami adalah milik-Mu;
Kami adalah gunung yang selalu bertasbih hanya kepada-Mu;
Buah catur yang Engkau susun dalam barisan
Dan digerakkan untuk kalah atau menang;
Singa-singa terhias tinggi pada bendera terbentang-
Angin-Mu yang tak terlihat menyapu kami melewati dunia.

Tanggung Jawab Moral
Apabila kita membidikkan anak panah, perbuatan itu bukanlah milik kita: kita hanyalah laksana busur, yang melepaskan anak panah itu adalah Tuhan.
Hal ini bukan paksaan (jabr): ini adalah kekuasaan (jabbari) yang dinyatakan untuk membuat kita rendah hati.
Kerendahan-hati kita merupakan bukti keterpaksaan, namun perasaan salah kita adalah bukti Kebebasan-kehendak.
Apabila kita tidak bebas, mengapa perasaan bersalah itu memalukan? Mengapa timbul rasa sedih dan bersalah serta malu?
Mengapa para guru marah kepada para muridnya? Mengapa pikiran-pikiran berubah dan membuat resolusi-resolusi baru?
Engkau dapat membuktikan bahwa para penuntut Kebebasan-kehendak itu mengingkari Paksaan Tuhan, yang tersembunyi bagai bulan di balik awan;
Namun ada sebuah jawaban yang baik untuk itu: dengar, tinggalkan kekufuran, dan pegang erat-erat Iman!
Ketika engkau jatuh sakit dan menderita kesakitan, kesadaranmu tergugah, engkau dilanda penyesalan yang dalam dan memohon kepada Tuhan untuk mengampuni dosa-dosamu.
Ketika kotornya dosamu diperlihatkan kepadamu, engkau memutuskan untuk kembali ke jalan yang benar;
Engkau berjanji dan bersumpah bahwa mulai kini engkau memilih gerak perbuatanmu adalah kepatuhan.
Maka, catatlah prinsip ini, O pencari: kesengsaraan dan penderitaan membuat seseorang sadar akan Tuhan; dan semakin sadar, semakin besar gairahnya.
Apabila engkau sadar akan adanya Paksaan Tuhan, mengapa engkau tak berputus asa? Di manakah bukti dari perasaanmu yang memikat dirimu terasa terbebani?
Bagaimana seseorang akan menggembirakan orang yang terbelenggu rantai?
Apakah tingkah-laku seorang tawanan sama seperti seorang yang bebas?
Apapun yang rasanya ingin kau perbuat, pastilah kau sangat tahu bahwa engkau dapat melakukannya.
Namun dalam hal perbuatan-perbuatan yang tidak engkau kehendak, engkau telah menjadi seorang Jabbariyah, engkau berseru, ”Ini adalah Takdir Tuhan.”
Para Nabi adalah kaum Jabbariah sejauh yang berkenaan dengan amal keakheratannya, para kafir adalah Jabbariah berkenaan dengan ihwal keakheratan.

Apapun yang Tuhan Kehendali pasti Terjadi
Hal itu bukanlah berarti bahwa engkau boleh bermalas-malas dalam mengabdi Tuhan; sebaliknya, itu adalah rangsangan agar engkau menggerakkan segala daya untuk taat.
Seandainya engkau mengetahui bahwa keinginan menteri polan merupakan hukum dan kemurahan hatinya tak terhingga,
Apakah engkau akan merayunya dengan penuh semangat, ataukah akan melarikan diri dari dia dan dari istananya?
Demikian pula sabda Nabi, ”pena telah kering,” jika engkau terjemahkan dengan benar, merupakan suatu penggilan agar mengerjakan perbuatan yang paling bermanfaat.
Apabila engkau berbuat ketidakadilan, engkau akan dikutuk, Pena telah kering untuk itu. Apabila engkau berbuat keadilan, engkau akan memetik buahnya yang menyenangkan, Pena telaha kering untuk itu.
Adakah kemungkinan yang disebabkan oleh Takdir di alam kekekalan Tuhan akan berfirman, seperti seorang menteri yang telah diberhentikan dari jabatan,
”Urusan telah lepas dari tangan-Ku: adalah sia-sia untuk mendekati-Ku dengan permohonan?”
Tidak, jika timbanganmu melebihi yang lainnya seberat atom pun, maka atom itu akan berpengaruh pada neraca Tuhan.

Takdir dan Kebebasan Kehendak
Seorang Muslim menyeru seorang Magi untuk beriman kepada nabi. Dia menjawab, ”Saya akan beriman, apabila Tuhan menghendaki.”
”Tuhan menghendakinya,” sahut seorang Muslim, ”namun hawa nafsumu dan Setan yang jahat selalu menyeretmu pada kekafiran dan hawa-nafsu.”
”Baiklah,” dia menjawab, ”apabila mereka itu lebih kuat, haruskah saya tidak mengikuti mereka yang secara langsung menyeretku?
Engkau katakan bahwa Tuhan menghendakiku untuk menganut Islam: apa gunanya Kehendak Tuhan bila Dia tidak mengabulkan?
Menurutmu, Hawa-nafsu dan Setan telah berhasil melaksanakan keinginan mereka, sedangkan Tujuan Tuhan Yang Maha Esa Agung telah gagal dan berantakan.
Subhanallah! Apapun yang Dia kehendaki pasti terjadi. Dialah pengatur alam semesta.
Tanpa Perintah-Nya tiada sesuatu apapun di dalam Kerajaan-Nya yang akan bertambah banyak walau seujung rambut pun.
Kerajaan adalah milik-Nya, Perintah adalah milik-Nya: bahwa Setan-setan-Nya adalah anjing-anjing yang paling hina di depan pintu-Nya.”
”Sudah tentu”, sahut orang Muslim, ”kita mempunyai kekuatan tertentu untuk memilih: engkau tak bisa mengingkari adanya bukti-bukti yang jelas tentang perasaan batin itu.
Ada suatu kekuatan untuk memilih dalam hal ketidakadilan dan perbuatan yang salah: itulah yang kumaksudkan ketika saya berbicara tentang Nafsu dan Setan.
Naluri untuk memilih itu tersembunyi dalam jiwa dan muncul ketika obyek yang diinginkan tampil dalam perbuatan.
Ketika Iblis menunjukkan suatu sasaran keinginan, maka kekuatan yang terlelap itu bangkit dan bergerak kepadannya,
Sementara itu, di pihak lain, Malaikat meletakkan di hadapanmu obyek-obyek keinginan yang baik serta menanamkannya ke dalam hatimu,
Supaya kekuatan untuk menentang kejahatan dan memilih kebaikan dapat dirangsang.”
Menurut pertimbangan akal yang sehat, ajaran paksaan (jabr) itu lebih buruk daripada ajaran kebebasan-kehendak (qadar), karena seorang Jabbariyah itu mengingkari kesadarannya sendiri.
Sedangkan ajaran kebebasan kehendak tidak mengingkari hal itu, ia mengingkari perbuatan Yang Maha Kuasa: ia berkata, ”Ada asap, namun tiada api.”
Seorang Jabbariyah jelas melihat api: membakar pakaiannya, dan seperti orang yang skeptis dia menganggap api itu tidak ada.
”Apabila hanya Tuhan semata yang memiliki kekuatan untuk memilih, mengapa engkau marah kepada pencuri yang mencuri milikmu?
Bahkan binatang pun mengenal perasaan batin ini: unta yang dipukul keras, akan menyerang pengendaranya; kemarahannya tidaklah ditujukan kepada pecutnya.
Seluruh kandungan Al-Qur’an berisi perintah dan larangan serta ancaman hukuman, apakah ini semua ditujukan kepada bebatuan dan kerikil-kerikil?
Engkau telah melepaskan kemungkinan ketidakmampuan Tuhan, namun engkau menyebut-Nya benar-benar tidak tahu dan dungu.
Ajaran Kebebasan-kehendak tidaklah berarti ketidakmampuan Tuhan; dan jika memang demikian, kebodohan itu lebih buruk daripada ketidakmampuan.
Kekuatan memilih Tuhan yang Universallah yang telah menimbulkan kekuatan diri kita mewujud: Kekuatan-Nya laksana penunggang kuda yang tersembunyi oleh debu yang diterbangkannya;
Namun pengawasannya terhadap perbuatan dari kebebasan-kehendak tidaklah menghilangkan kualitas bebasnya.
Nyatalah bahwa Kehendak Tuhan itu dilaksanakan dalam suatu cara sempurna, sekalipun tanpa dihubungkan dengan paksaan (jabr) dan tanggung-jawab karena pengabaian perintah-perintah-Nya.
Engkau katakan bahwa kekafiranmu itu dikehendaki oleh-Nya; namun ketahuilah bahwa hal itu juga dikehendaki oleh dirimu sendiri.
Berusaha keraslah untuk memperoleh ilham dari cawan cinta Tuhan: sehingga engkau tak mementingkan diri sendiri dan tanpa kehendak.
Sehingga seluruh kehendak akan menjadi milik Anggur itu, dan engkau akan menjadi pemaaf yang sesungguhnya.

Anggur Cinta
Dia datang, bak Rembulan yang tak pernah terlihat di langit, baik dalam jaga maupun dalam mimpi,
Bermahkota api abadi yang tak pernah mati.
Lihatlah, Wahai Paduka, dari cawan anggur cinta-Mu, jiwaku berenang
Meninggalkan kerangka raga lempungku.
Kala pertama Pemberi buah anggur tiba, hatiku nan tengah kesepian menjadi mendapat mitra,
Anggur membakar dadaku dan seluruh pembuluhku kian sarat dengan darah;
Namun ketika citra-Nya memikat seluruh pandanganku, suara pun merendah:
”Sungguh indah, O Anggur nan perkasa dan Piala nan tiada tara!”
Tangan kuat cinta merenggut dari atas hingga ke dasar tempat yang diselubungi kegelapan
Yang celah-celahnya enggan meraih sinar keemasan.
Hatiku, jika lautan Cinta tiba-tiba memasuki pandangannya,
Melompatlah segera ke dalam, serta ”Temukan aku sekarang juga!”
Sebab, bila matahari bergerak, awan pun mengikutinya dari belakang,
Semua hati menyertaimu, O Matahari Tabriz!

Teka-Teki Tuhan
Siapa saja yang kebingungan dan kesulitan, Tuhan telah membisikkan sebuah teka-teki ke dalam telinganya,
Sehingga dia mungkin menjebaknya dalam dua kesangsian pikiran- ”Akan atau tidakkah kulaksanakan apa yang telah Dia ceritakan kepadaku?”
Dengan Takdir Tuhan salah satu dari kedua pilihan itu akan memiringkan pertimbangan, dan dia menyetujuinya.
Kalau pikiranmu tak terganggu, jangan kau sumbat pendengaran ruhanimu dengan kapas mentah.
Agar engkau dapat memahami teka-teki-Ny serta membaca tanda-tanda baik yang samar maupun yang jelas nyata.
Lalu turunlah wahyu pada pendengaranmu. Apakah wahyu itu? Sebuah suara yang tak tertangkap oleh tanggapan pancaindera.
Kata ”paksaan” (jabr) membuat diriku tak sabar demi Sang Cinta: hanya orang yang mencintailah yang tak terbelenggu oleh paksaan.
Inilah hubungan akrab dengan Tuhan, bukan paksaan: cahaya dari bulan, bukan sebongkah awan:
Atau, apabila ia paksaan, bukanlah paksaan biasa: ia bukanlah paksaan yang didesak oleh keinginan-diri, yang mendorong kita ke dosa.
Wahai anakku, hanya mereka yang mata-hatinya telah dibukakan oleh Tuhan-lah yang mengetahui arti paksaan yang sebenarnya.

Apologi Iblis
Pada mulanya aku adalah Malaikat, yang dengan sepenuh jiwa kutempuh Jalan kepatuhan untuk mengabdi kepada Tuhan.
Bagaimana bisa panggilan pertama dilupakan? Bagaimana bisa cinta pertama hilang dari hati seorang hamba?
Bukankah kekuasaan Karunia-Nya yang melindungiku? Bukankah Dia yang menciptakan diriku dari ketiadaan?
Siapakah yang memberiku susu di masa pertumbuhanku? Siapakah yang menggerakkan ayunanku? Adalah Dia.
Sifat yang mengalir bersama susu itu- dapatkah ia selalu dibuang?
Rahmat, Keagungan, dan Kemurahan hati adalah hakekat substansi dari mata-uang-Nya, Kemurkaan-Nya hanyalah setitik noda campurannya.
Tak kupandang kemurkaan-Nya, yang merupakan sebab sementara: aku selalu memandang kelestarian Kasih-sayang-Nya yang harus dicontoh.
Ketahuilah bahwa kecemburuan adalah sebab penolakanku untuk membungkukkan diri di hadapan Adam; namun kecemburuan itu juga lahir dari cinta kepada Tuhan, bukan dari ketidakpatuhan.
Setiap rasa cemburu lahir dari cinta, karena takut kalau-kalau yang lainnya menjadi pacar sang kekasih.
Mempertimbangkan rasa cemburu adalah akibat yang tak dapat dielakkan dari adanya rasa cinta, sebagaimana kata ”Hidup!” yang mengikuti bersin.
Karena tiada gerakan kecuali hanya papan-catur-Nya dan Dia memintaku untuk bermain, adakah yang lain yang dapat kumainkan?
Kumainkan satu peranan yang ada di sana dan membuatku terkutuk.
Sekalipun dalam kesengsaraan kurasakan karunia-Nya: aku tersesat oleh-Nya, tersesat oleh-Nya, tersesat oleh-Nya!”

Cinta dan Logika
Belajarlah dari Ayahmu! Dia yang, tidak membanggakan-diri secara pura-pura,
Dengan air-mata kepedihan dosa-dosanya.
Inginkah engkau, kemudian, tetap berpura-pura tidak leluasa
Dan memanjat pohon Takdir? –
Laksana Iblis beserta anak cucunya yang tak disukai,
Dalam menyanggah dan melawan Ilahi.
Berkah mendahului pengetahuan: apakah perlu bukti?
Dari logika Setan, bahkan dari cinta Adam.

Satu Cahaya Kebenaran
Lampu-lampu itu berbeda, namun Cahaya itu sama: ia datang dari Atas.
Apabila engkau terus memandangi lampu, engkau akan bingung: karena akan muncul penampakan jumlah dan keragaman.
Tetapkanlah pandanganu pada Cahaya, dan engkau akan terlepas dari dualisme yang melekat pada tubuh yang terbatas.
Wahai engkau yang merupakan inti keberadaan, pertentangan diantara orang Muslim, Zoroaster dan Yahudi itu tergantung pada pendirian.
Beberapa orang India membawa seekor gajah, untuk mereka pertunjukan di kegelapan arena.
Karena melihatnya dengan mata tidak mungkin, maka setiap orang merabanya dengan telapak tangannya.
Tangan seseorang menyentuh belalainya: dia berkata, ”Binatang ini seperti pipa-air.”
Yang lain meraba telinganya: baginya makhluk ini tampak seperti sebuah kipas.
Yang lain memegang kakinya dan melukiskan gajah itu seperti bentuk sebuah pilar.
Yang lain mengusap punggungnya. ”Sesungguhnya,” katanya, ”gajah ini menyerupai sebuah singgasana.”
Setelah masing-masing memegang lilin, perbedaan pun hilang dari percakapan mereka.

Duabelas Ajaran Injil
Sang musuh agama ’Isa menyusun duabelas Kitab Injil, masing-masing dari awal hingga akhir saling bertentangan.
Dalam kitab yang satu dia menjadikan asketisme dan puasa sebagai sumber penyesalan dan syarat keselamatan.
Dalam kitab lainnya dia berkata: ”Asketisme adalah sia-sia di Jalan ini tiada keselamatan kecuali hanya melalui kasih-sayang.”
Dalam kitab lainnya dia berkata: ”Baik pengekangan nafsumu maupun kasih-sayangmu menyatakan bahwa engkau menghubungkan kedua aktivitasmu ini dengan-Nya, Dia-lah Tujuan dari ibadahmu.
Selain tawakal dan pasrah sepenuhnya kepada Tuhan dalam kesengsaraan maupun kegembiraan, semuanya adalah kebohongan dan perangkap belaka.”
Dalam kitab lainnya dia berkata: ”Engkau harus berbakti kepada Tuhan; gagasan tawakal kepada-Nya adalah mencurigakan.
Dalam kitab lainnya dia berkata: ”Perintah-perintah dan larangan-larangan Tuhan itu bukan untuk dilaksanakan, melainkan hanya untuk menunjukkan ketidakmampuan kita untuk memenuhinya,
Sehingga kita dapat mengenal kelemahan kita dan mengakui kekuatan Yang Maha Kuasa.
Dalam kitab lainnya dia berkata: ”Jangan pikirkan kelemahanmu: memikirkannya merupakan suatu perbuatan yang tidak berterima kasih. Hati-hatilah!
Pandanglah kekuatanmu dan ketahuilah bahwa Dia Yang Maha Mutlak yang memberikannya kepadamu.”
Dalam kitab lainnya dia berkata: ”Lupakanlah keduanya: apapun yang mencakup pencerapan pancaindera adalah berhala.”
Dalam kitab lainnya dia berkata: ”jangan padamkan kemampuan pencerapan pancaindera: ia dapat menerangi jalan menuju perenungan yang paling dalam.
Apabila engkau terlalu cepat membuang sensasi dan fantasi, kau akan memadamkan lampu penyatuan di tengah malam.”
Dalam kitab lainnya dia berkata: ”Padamkanlah ia – jangan takut – agar engkau dapat ribuan kali lipat penglihatan sebagai gantinya;
Karena dengan memadamkannya, cahaya ruhmu bertambah tak terhingga: dengan mengorbankan kepentinganmu sendiri Layla (Kekasih)-mu menjadi Majnun (pencinta)-mu.”
Dalam kitab lainnya dia berkata: ”Carilah seorang guru untuk mengajarimu: di antara berbagai sifat yang berasal dari leluhur engkau tidak akan menemukan pengetahuan melihat ke masa depan.”
Setiap golongan agama hanya meramalakan tujuan sebagaimana diri mereka memahaminya: akibatnya mereka jatuh menjadi tawanan ketakutan.
Untuk meramalkan tujuan tidaklah semudah menyilangkan kedua belah tangan: bila tidak, bagaimana bisa terdapat banyak ajaran yang berbeda?
Dalam kitab lainnya dia berkata: ”Jadilah manusia, jangan menjadi hamba manusia! Ambillah jalanmu sendiri, jangan sibuk mengembara mencari seorang guru!”
Dalam kitab lainnya dia berkata: ”Semua bentuk yang bermacam-macam itu hanya satu: siapapun yang melihatnya ganda adalah orang-orang yang matanya rusak.”
Dalam kitab lainnya dia berkata: ”Bagaimana seratus bisa menjadi satu? Dia yang beranggapan begitu sesungguhnya gila.”
Orang yang tidak paham akan kesucian ’Isa: dia bukanlah yang dikaruniai lautan kimia dari tong ’Isa,
Yang daripadanya pakaian dari seratus celupan akan muncul sederhana dan satu warna sebagaimana cahaya.

Doa Seorang Penggembala
Musa berjumpa dengan seorang penggembala di tengah jalan, yang tengah berteriak, ”Wahai Tuhan yang memutuskan sebagaimana yang Engakau kehendaki,
Di manakah Engkau, supaya aku dapat mengabdi kepada-Mu dan menjahit sepatu-Mu dan menyisir rambut-Mu?
Agar aku dapat mencuci pakaian-Mu dan membunuh kutu-kutuMu dan menyediakan susu untuk-Mu, O pujaanku.
Supaya aku dapat mencium tangan-Mu yang mungil dan mencuci kaki-Mu yang kecil dan membersihkan kamar-Mu yang mungil di saat tidur.”
Mendengar kata-kata dungu ini, Musa berseru, ”Hai, kepada siapakah engkau berteriak?
Ocehan apa ini! Fitnah dan ngawur! Sumbatlah mulutmu dengan kapas!
Sesungguhnya persahabatan dari seorang yang bodoh itu permusuhan: Tuhan Yang Maha Luhur tidak menghendaki pelayanan seperti itu.”
Pengembala itu menyobek pakaiannya, menghela nafasnya, lalu melanjutkan perjalanan menuju ke hutan belantara.
Kemudian turunlah wahyu kepada Musa: ”Engkau telah memisahkan hamba-ku dari-ku.”
Apakah engkau diutus sebagai seorang Nabi untuk menyatukan, atau untuk memisahkan?
Aku telah memberikan kepada setiap orang gaya pemujaan yang khusus, Aku telah melimpahkan pada setiap manusia bentuk pengungkapan yang khas.
Ungkapan Hindustan adalah yang terbaik bagi orang Hindustan; bahasa Sind adalah yang terbaik bagi masyarakat Sind.
Aku tidak memandang pada lidah dan ucapan, Aku memandang pada ruh dan perasaan batin.
Aku memandang ke hati untuk mengetahui apakah ia rendah, walau kata-kata yang terucap tidak rendah.
Cukup dengan ucapan-ucapan dan kesombongan serta kiasan-kiasan! Aku ingin terbakar, terbakar dan terbiasa dengan keterbakaran!
Nyalakanlah bara cinta di dalam jiwamu, biarkanlah seluruh pikiran dan ungkapan.
Wahai Musa, mereka yang paham ketentuan-ketentuan adalah satu macam, mereka yang jiwanya terbakar adalah macam yang lain.”
Agama cinta lepas dari segala agama. Para pencinta Tuhan tidak mempunyai agama melainkan Tuhan itu sendiri.

Marak kepada Orang-Orang Fanatik
Dengan cara inilah seorang Yahudi menceritakan mimpinya. Oh, banyak orang Yahudi yang akhirnya patut dipuji.
Jangan menolak orang kafir, karena dapat diharapkan kelak dia mati sebagai seorang Muslim.
Pengetahuan apakah yang engkau miliki tentang akhir hayatnya, sehingga engkau mengambil sikap untuk memalingkan wajahmu dari dia?

Pertentangan Agama
Ketujuh-puluh golongan ini akan bertahan sampai Hari Kebangkitan tiba: percakapan dan alasan dari orang bid’ah tidak akan gagal.
Banyaknya kunci atas harta benda adalah bukti ketinggian nilainya.
Panjangnya jalan yang berliku-liku, bertebing dan berjurang, serta banyak penyamun yang menghadangnya, adalah petunjuk akan besarnya tujuan perjalanan.
Setiap ajaran yang palsu menyerupai sebuah jalan pegunungan, bertebing curam, dan berpenyamun.
Beriman secara buta adalah berada dalam suatu dilema, karena para pemuka berdiri tegak pada salah satu sisinya: tiap-tiap kelompok bangga dengan caranya sendiri.
Hanya Cinta yang dapat mengakhiri pertentangan, hanya Cinta menjadi penyelamat apabila engkau berteriak meminta tolong terhadap perbedaan pendapat mereka.
Orang yang fasih bicara akan terperangah oleh Cinta: tak berani bertengkar.
Pencinta takut untuk membantah, supaya mutiara mistik jangan sampai jatuh menetes dari mulutnya.
Seolah-olah seekor burung yang sangat indah hinggap bertengger di atas kepalamu, lantas jiwamu gemetar takut ia akan terbang.
Engkau tak berani bergerak ataupun bernafas, engkau menahan batuk, supaya burung itu tidak terbang;
Dan apabila ada yang bicara, engkau akan meletakkan jari di depan bibirmu, berarti, ”Hush!”
Cinta adalah seperti burung itu: membuatmu diam: meletakkan penutup di atas ketel yang sedang menggelegak.

Doktrin tentang Diam
Jika berita datang dari wajah Syamsuddin, matahari di Langit Keempat menyembunyikan diri karena malu.
Sejak namanya hadir ke dalam hidupku, harus aku sampaikan isyarat karunianya itu.
Jiwaku merenggut jubahku: ia menangkap parfum gamisnya Yusuf.
Ia berkata: ”Demi persahabatan kita yang telah bertahun-tahun, ceritakanlah salah satu dari kegembiraan yang luar biasa,
Agar bumi dan langit dapat tertawa dengan gembira, supaya akal dan ruh serta penglihatan dapat meningkat seratus kali.”
Aku berkata: ”Janganlah meletakkan tugas kepadaku, karena aku telah hilang dari diriku (fana); kepandaianku tumpul, aku tak tahu bagaimana memuji.
Adalah tak pantas, apabila seseorang yang belum kembali ke kesadaran memaksakan diri untuk berperan sebagai pembual.
Bagaimana aku dapat – tanpa sadar – melukiskan Sang Teman yang tanpa tolak bandingnya itu?
Penggambaran tentang luka hati yang sepi ini sebaiknya kutunda hingga lain waktu,”
Ia menyahut: ”Berilah aku makanan, karena aku lapar, dan cepatlah, karena waktu (waqt) adalah sebilah pedang yang tajam.
Sufi adalah anak sang ’waktu’ (ibnul-waqt), Wahai teman: bukan cara kebiasaannya untuk berkata besok.
Maka, apakah engkau bukan seorang Sufi? Apa yang ada di tangan jadi habis berkurang karena tertundanya pembayaran?
Aku berkata kepadanya: ”Lebih baik rahasia Teman tetap tersamar: dengarkanlah karena ia termasuk dalam isi cerita.
Lebih baik rahasia para pencinta diceritakan (secara alegoris) dalam pembicaraan orang lain.”
Ia berseru: ”Ceritakanlah dengan jelas dan terus terang tanpa kebohongan: jangan membuatku menunggu, O orang yang lalai!
Angkatlah selubung dan bicaralah terus terang. Aku tak berpakaian ketika tidur bersama Yang Maha Terpuji.”
Aku berkata: ”Apabila Dia harus telanjang dalam pandanganmu, takkan tahan dada dan pinggangmu.
Mintalah, tapi mintalah secara wajar: sehelai jerami takkan dapat menyangga sebuah gunung.
Jika Matahari, yang menyebabkan dunia ini bersinar, lebih dekat sedikit saja, semua yang ada akan terbakar.
Janganlah mencari kesulitan dan kerusuhan serta pertumpahan darah: janganlah bicara lagi tentang Matahari dari Tabriz!”


Tidak Tahu
Lihatlah, karena aku tak tahu tentang diriku, dengan nama Tuhan apa yang harus kuperbuat kini?
Aku tidak menyembah Salib ataupun Sabit; aku bukan seorang Gabar maupun seorang Yahudi.
Rumahku bukan di Timur ataupun di Barat, bukan di daratan maupun di lautan; aku tak bersanak-keluarga dengan Malaikat ataupun jembalang.
Aku bukan ditempa dari api ataupun busa, aku dibentuk bukan dari debu maupun embun.
Aku lahir bukan di Cina yang jauh, bukan di Bulgaria bukan di Saqsin.
Bukan di India, yang bersungai lima, bukan di Irak ataupun di Khurasan aku tumbuh dewasa.
Bukan di dunia ini atau di dunia sana Aku tinggal, bukan di Surga atau di Neraka;
Bukan dari Firdaus ataupun Ridwan aku jatuh, bukan pula dari Adam aku bernenek-moyang.
Di suatu tempat yang ada di balik tempat, di suatu bidang tanpa jejak dan hayang,
Jiwa dan tubuh yang meninggi aku tinggal di dalam jiwa Kekasihku Yang Maha Esa!

Saat  Bersatu
Aku tak sama dengan Sang Raja – bahkan jauh berbeda – meskipun kuperoleh cahaya dari sinar-Nya.
Keserbasamaan bukanlah dalam hal bentuk dan esensi: air menjadi serba-sama dengan tanah dalam tetumbuhan.
Karena jenisku bukan jenis Rajaku, egoku musnah (fana') demi Ego-Nya.
Egoku musnah, Dia sajalah yang tinggal: aku mengepul seperti debu di bawah kaki kuda-Nya.
Kepribadian-diri menjadi debu: hanya bekasnya tampak pada cap kaki-Nya di atas debu.
Jadilah debu di bawah kaki-Nya demi cap-kaki itu dan jadilah laksana mahkota di atas kepala Sang Kaisar!

Abadinya Kehidupan
Seluruh kemampuan manusia tidaklah permanen: seluruhnya akan musnah pada hari Kebangkitan.
Namun cahaya kesadaran dan seluruh ruh nenek moyang kita bukanlah sirna semuanya, laksana rerumputan.
Mereka yang telah meninggal dunia bukanlah tidak-ada: mereka terendam dalam Sifat-sifat Ilahi.
Seluruh sifatnya terhisap ke dalam Sifat-sifat Ilahi, sama seperti hilangnya bintang-bintang oleh hadirnya matahari.
Jika engkau menanyakan sumber dari Al-Qur'an, bacalah ayat, ”Setiap mereka semuanya akan dikumpulkan lagi ke Hadapan Kami (muhdarun).
Orang yang disebut dengan kata muhdarun bukanlah tidak-ada. Renungkanlah, sehingga engkau dapat memperoleh pengetahuan yang pasti tentang abadinya kehidupan ruh.
Ruh yang terhalang dari kehidupan abadi berada dalam kesengsaraan; ruh yang senantiasa bersatu dengan Tuhan terbebas dari berbagai rintangan.

Apakah Kepribadian itu Berlanjut?
Tiada darwis di dunia; dan seandainya ada, darwis itu sesungguhnya tidak-ada.
Dia ada menurut kelangsungan esensinya, namun sifat-sifatnya padam karena Sifat-sifat Ilahi.
Seperti cahaya lilin di hadapan matahari, nyatanya ia tidak-ada, meskipun ia ada menurut hitungan resmi.
Esensi api itu tetap ada sejauh bila engkau menaruh kapas di atasnya, kapas itu akan dilahapnya.
Namun pada kenyataannya ia tidak-ada: ia tidak memberimu cahaya, karena mentari telah memudarkannya.
Apabila satu ons cuka dilarutkan ke dalam seratus muk gula, Rasa asam itu tiada ketika engkau mencicipi gula, meskipun ia ada sebagai kelebihan ketika engkau menimbangnya.
Di hadapan seekor singa, kijang menjadi tak sadarkan diri: kehadirannya hanyalah sebuah tabir bagi singa itu.
Analogi-analogi yang dilukiskan manusia tidak ada sempurna mengenai perbuatan Tuhan adalah laksana emosi cinta, mereka bukannya tidak sopan.
Perasaan pencinta terlontar tanpa rasa malu, dia berterus terang kepada Sang Raja.
Dia tampak kurang sopan, karena tuntutan cintanya melibatkan persamaan hak dengan Sang Kekasih;
Tapi lihatlah lebih dalam: apa yang dia tuntut? Baik dia maupun tuntutannya tidak berarti apa-apa di hadapan Sultan itu.
Mata Zaydun (Zayd mati): kalau Zayd adalah pelaku (subyek, menurut tata bahasa), sesungguhnya dia bukanlah pelaku, karena dia mati.
Dia adalah pelaku hanya menurut ungkapan tata bahasa; sebaliknya dialah orang yang dikenai pekerjaan, dan maut adalah pembunuhnya.
Kemampuan apakah yang masih tersisa pada orang yang telah ditaklukkan sampai segala sifat seorang pelaku hilang dari dirinya?

Jiwa Dunia
Aku telah berkeliling sebentar bersama sembilan Ayah di setiap Langit.
Aku telah beredar bertahun-tahun dnegan bintang-bintang dalam tanda-tanda mereka.
Aku tak terlihat sebentar, aku telah tinggal bersama-Nya. Aku telah berada di dalam Kerajaan dari ”atau lebih dekat lagi,” aku melihat apa yang pernah kulihat.
Aku menerima makanan dari Tuhan, seperti seorang bayi di dalam kandungan:
Aku telah lahir berulang-kali, manusia lahir hanya sekali.
Berbusana dalam sebuah mantel jasmani, aku menyibukkan diri dengan urusan-urusan duniawi,
Dan sering sudah kurobek mantel dengan tanganku sendiri. Kulewatkan malam bersama para asketis di dalam biara, Aku telah tidur bersama orang-orang kafir di depan berhala-berhala dalam biara,
Akulah kepedihan dari si pencemburu, akulah nyeri dari si sakit. Akulah awan dan hujan: aku telah terkena hujan di tengah padang rumput.
O darwis! Pada garmisku tak pernah menempel debu kematian, Telah kuhimpun kekayaan mawar di taman keabadian. Aku bukanlah dari air maupun api, aku bukanlah dari angin liar.
Aku bukanlah dari lempung yang dibentuk: kutertawakan mereka semua.
O anak, aku bukan Syams-i Tabriz, aku adalah Cahaya murni. Jika engkau melihatku, hati-hatilah! Jangan ceritakan kepada siapapun apa yang telah engkau lihat!

Pendewaan Diri
Apabila seekor lebah tercelup dalam madu, seluruh anggota tubuh-nya terserap oleh keadaan yang sama, dan ia tidak dapat bergerak. Demikian pula istilah istighraq (terserap dalam Tuhan) digunakan untuk seseorang yang tidak mempunyai kesadaran atau inisiatif ataupun sendiri. Setiap tindakannya bukan miliknya. Apabila ia masih meronta dalam air, atau apabila ia berseru, ”Oh, aku tenggelam,” ia tidak bisa di-katakan berada dalam keadaan terserap. Inilah yang diisyaratkan oleh kata-kata Ana al-Haqq (Aku adalah Tuhan). Orang menganggap itu adalah pernyataan yang sombong, padahal adalah benar-benar sombong pernyataan yang menyatakan Ana al-’abd (Aku adalah hamba Tuhan); dan ”Ana al-Haqq” (Aku adalah Tuhan) adalah sebuah ungkapan kerendahan hati yang sangat dalam. Orang yan menyatakan Ana al-’abd (Aku adalah hamba Tuhan) menegaskan adanya dua wujud, wujudnya sendiri dan wujud Tuhan, sedangkan dia yang menyatakan Ana al-Haqq (Aku adalah Tuhan) membuat dirinya bukan-wujud dan menyerahkan dirinya seraya berseru ”Aku adalah Tuhan,” yakni ”Aku tiada, Dia-lah segalanya: tiada wujud kecuali wujud Tuhan. Inilah ke-rendahan hati dan penghinaan diri yang berlebihan.

Manusia-Ilahi
Memuji dan memuliakannya adalah mengagungkan Tuhan: buah Ilahi tumbuh dari hakekat dasar baki ini.
Apel tumbuh dari keranjang ini dengan berbagai kehalusan ragam: bukanlah keburukan jika engkau menyebutnya dengan nama ”pohon”.
Sebutlah keranjang ini ”Pohon-Apel”, karena di antara keduanya ada perpaduan tersembunyi.
Anggaplah keranjang ini Pohon keberuntungan dan duduklah dengan tenang di bawah naungannya.

Pendakian Ruhani
Apabila engkau ikut serta dalam barisan mereka yang mengadakan Pendakian, ketiadaan akan membawamu ke atas bagaikan Buraq.
Itu bukanlah seperti naiknya makhluk hidup ke bulan; bukan, melainkan seperti naiknya pohon tebu ke gula.
Itu bukanlah seperti naiknya asap ke langit; bukan itu, melainkan seperti naiknya embrio ke rasionalitas.

Perkembangan Manusian
Mula-mula dia muncul dalam alam benda-mati;
Kemudian masuk ke dunia tumbuh-tumbuhan dan hidup
Bertahun-tahun sebagai tetumbuhan, tak ingat lagi akan
Apa yang telah dia alami, lalu melangkah maju
Ke kehidupan hewan, dan sekali lagi
Tak ingat akan kehidupan tetumbuhan itu.
Kecuali ketika dirinya tergerak senang,
Pada tetumbuhan di musim bunga-binga berkembang indah.
Seperti bayi-bayi yang mencari puting susu dan tak tahu mengapa.
Sekali lagi Sang Pencipta Yang Maha Bijaksana sebagaimana engkau ketahui
Memindahkannya dari alam hewani
Ke tingkat Manusia; demikianlah dari satu alam ke alam lainnya dia
Bergerak, ia mendai pandai,
Cerdik dan bijak, sebagaimana dia kini.
Tak terkenang lagi akan keadaan sebelumnya,
Dan dari jiwanya yang sekarang pun dia akan diubah pula.
Sekalipun dia tertidur, Tuhan tidak akan membiarkannya,
Dalam kelalaiannya ini. Ketika terjaga, dia
Akan tertawa mengingat mimpi-mimpi yang menyusahkannya,
Serta terheran-heran betapa bahagi kehidupannya.
Dia dapat melupakan dan tak merasakan bahwa seluruh
Kesusahan dan kesengsaraan itu akibat dari tidur
Dan tipu-muslihat serta ilusi yang sia-sia. Maka dunia ini
Akan tampak abadi, meskipun itu hanyalah mimpi orang yang tertidur;
Yang, ketika Hari yang telah ditetapkan tiba, akan melarikan diri
Dari bayang-bayang gelap yang menghantuinya,
Dan berpaling sambil mentertawakan momok kesedihannya
Ketika dia melihat tempat tinggalnya yang abadi-lestari.
Masaklah Semuanya
Karena engkau tak mampu mengemban Cahaya yang terbuka, minumlah kata-kata Hikmah, karena cahayanya terselubung.
Hingga akhirnya engkau mampu menerima Cahaya, dan melihat apa yang kini tersembunyi tanpa kerudung.
Serta melintasi langit laksana sebuah bintang; bukan, perjalanan mutlak, tanpa angkasa.
Demikianlah engkau menjadi ada dari ketiadaan. Bagaimana engkau datang? Engkau datang secara tak sadar.
Jalan kedatanganmu tak engkau ingat, namun aku ingin memberimu sebuah tanda.
Biarkanlah pikiranmu pergi, kemudian waspadalah! Tutuplah telingamu, kemudian dengar!
Tidak, sebaiknya aku tak bercerita, karena engkau masih mentah; engkau masih dalam musim semimu, engkau tak dapat melihat musim panas.
Dunia ini laksana pohon: kita adalah laksana buah yang setengah matang melekat padanya.
Buah-buah yang masih mentah melekat erat pada cabang pohon, karena untuk Istana mereka belumlah pantas;
Namun ketika mereka ranum dan menjadi manis serta lezat – maka, mereka akan kehilangan cabang.
Sama seperti kerajaan duniawi yang akan kehilangan kelezatannya bagi mereka yang mulutnnya telah menjadi manis oleh kebahagiaan yang tiada terkira.
Ada yang tetap tak terkisah, namun Ruh Qudus akan menceritakan kepadamu tanpa aku sebagai perantara.
Bukan, engkau akan menceritakannya kepada telingamu sendiri – bukan aku ataupun orang lain, Wahai engkau yang bersatu denganku –
Seperti, ketika engkau tertidur, engkau pergi dari hadapan dirimu ke hadapan dirimu
Dan mendengar dari dirimu bahwa apa yang engkau pikirkan diceritakan secara rahasia kepadamu oleh seseorang dalam mimpi.
Wahai teman yang baik, engkau bukanlah ”engkau” semata: engkau adalah langit dan lautan yang dalam.
Kekuasaan ”Engkau”-mu yang maha luas adalah lautan yang di dalamnya ribuan ”engkau” tenggelam.
Janganlah berbicara, hingga engkau dapat mendengar dari Sang Pembicara apa yang tak dapat diucapkan atau dibayangkan.
Janganlah berbicara, sehingga Ruh mau bercaka

0 comments:

Posting Komentar