“Main” dengan Waria, Warga Sumbar Diduga Tertular HIV” Ini judul berita di news.okezone.com (16/7-2010). Disebutkan: ”Gara-gara pernah berhubungan dengan seorang waria, 162 warga Nagari Silayang, Kecamatan Mapat Tunggul Selatan, Kabupaten Pasaman, Sumatera Barat (Sumbar) diduga terinveksi HIV.”
Apa pasal? Rupanya, “Waria tersebut meninggal dunia beberapa waktu lalu dan divonis mengidap AIDS.” Kondisi HIV-positif dan AIDS bukan merupakan vonis (putusan pengadilan), tapi hasil diagnosis melalui tes HIV di laboratorium. Dalam berita tidak disebutkan penyakit yang menyebabkan waria itu meninggal dunia.
Selain itu tidak ada pula keterangan resmi tentang status HIV waria tersebut. Bisa saja ‘status HIV’ waria itu berdasarkan survailans tes HIV yang sering dilakukan terhadap pekerja seks komersial (PSK), waria dan karyawan panti pijat. Hasl tes pada survailans tidak akurat karena standar prosedur operasi tes HIV yang baku mengharuskan ada tes konfirmasi. Hasil tes pada survailans harus dikonfirmasi dengan tes lain.
Berita yang tidak akurat seperti inilah yang sering membuat masyarkat panik dan bersikap anti pati terhadap orang-orang yang tertular HIV. Kalau status HIV waria itu dijelaskan berdasarkan fakta maka kekhawatiran masyarakat bisa diredam.
Ada data yang disampaikan dalam berita itu: “Dari keterangan salah satu temannya, diperoleh informasi, ada sekira 162 laki-laki yang telah berhubungan badan secara tak wajar dengan waria tersebut.” Angka ini memang ‘menakjubkan’ untuk satu daerah seperti Sumbar. Tapi, pernyataan ‘ …. berhubungan badan secara tak wajar dengan waria tersebut.” Jika yang dimaksud berhubungan badan adalah hubungan seks dengan waria, maka ’tidak wajar’ adalah dari sudut pandang moral.
Disebutkan pula: ”Akibat kematian waria itu, para pria yang sempat berhubungan intim dengan waria tersebut menjadi cemas.” Kecemasan bisa rendah kalau mereka memakai kondom ketika ’berhubungan badan’ dengan waria itu. Kalau tidak memakai kondom memang ada risiko tertular HIV. Lagi pula risiko tertular melalui seks anal lebih besar daripada seks vaginal.
Dinas Kesehatan Sumbar proaktif dengan mengirim tim ke daerah itu. Hasilnya? “ …. saat ini sudah 32 orang yang terdiagnosa mengidap penyakit tersebut sudah melapor.” Ini menjadi bukti epidemi HIV sudah di pelupuk mata sehingga yang diperlukan adalah upaya penanggulangan dengan cara-cara yang realistis.
Tapi, ada juga fakta yang tidak muncul dalam berita ini yaitu: apakah hasil tes terhadap waria itu sudah sesuai dengan standar prosedur tes HIV yang baku?
Data Dinas Kesehatan Prov Sumbar menunjukkan sampai Juli 2010 tercatat 496 kasus HIV/AIDS, terdiri atas 72 HIV dan 424 AIDS, dari jumlah tersebut 75 orang yang meninggal dunia.
Angka-angka ini seakan tidak bermakna. Tapi, kalau disimak dari aspek epidemiologi maka angka itu akan lain maknanya.
Penduduk yang terdeteksi HIV-positif minimal sudah tertular tiga bulan sebelum menjalani tes HIV. Selama itu pula mereka menularkan HIV kepada orang lain tanpa mereka sadari. Mereka ini mata rantai penyebaran HIV secara horizontal antar penduduk, tertutama melalui hubungan seks di dalam dan di luar nikah.
Sedangkan penduduk yang terdeteksi HIV pada masa AIDS maka mereka sudah tertular HIVantara 5 – 15 tahun sebelumnya. Pada rentang waktu inilah mereka menjadi mata rantai penyebaran HIV secara horizontal antar penduduk tanpa mereka sadari.
Penduduk yang meninggal karena penyakit terkait AIDS juga sudah tertular antara 5-15 tahun sebelum mereka meninggal. Pada rentang waktu sebelum meninggal mereka tidak menyadari dirinya sudah tertular HIVsehingga mereka menularkan HIV kepada orang lain tanpa mereka sadari.
Artinya, 496 penduduk Sumbar yang terdeteks HIV dan AIDS menjadi mata rantai penyebaran HIV. Yang beristri akan menularkan HIV kepada istirnya (horizontal). Jika istrinya tertular maka ada risiko penularan HIV kepada bayi yang dikandungnya kelak(vertikal).
Dengan 496 mata rantai tentulah penyebaran HIV di Sumbar sangat besar. Lagi pula perlu diingat angka yang terdeteksi itu hanya sebagian kecil dari kasus yang ada di masyarakat. Soalnya, epidemi HIV erat kaiannya dengan fenomena gunung es. Angka yang mencuat hanya puncak dari kasus yang tersembunyi.
Sudah saatnya Pemprov Sumbar meningkatkan penyuluhan dengan materi yang akurat dengan harapan penduduk yang pernah melakukan hubungan seksual tanpa kondom di dalam atau di luar nikah dengan pasangan yang berganti-ganti atau dengan yang sering berganti-ganti pasangan, seperti pekerja seks, waria pekerja seks, dan pelaku kawin-cerai mau menjalani tes HIV secara sukarela.
Semakin banyak kasus HIV yang terdeteksi maka kian banyak pula mata rantai penyebaran HIVyang diputus.
sumber: http://edukasi.kompasiana.com/2010/09/11/cemas-tertular-hiv-karena-tidak-pakai-kondom/
0 comments:
Posting Komentar