Kamis, 09 Februari 2012

Hutan pesisir

Hutan pesisir adalah suatu daerah sepanjang garis pantai yang merupakan transisi antara laut dan darat yang berfungsi sebagai habitat dari tumbuhan yang beradaptasi baik dengan lingkungan peisisir (semi marine environment). Dengan ekosistem dan tipe tumbuhan yang khas, karakteristik daerah yang sempit ini sangat bervariasi, ada yang hanya secuil (beberapa meter) ada juga yang jauh menjorok ke daratan hingga ratusan kilometer. Daerah hutan pesisir mencakup berbagai bentukan lahan mulai dari dataran lumpur (mud flats), pantai berpasir, delta, tepi sungai, estuari, dan bahkan lereng bebatuan yang sangat curam sekalipun. FAO [1] mengelompokan tujuh tipe hutan pantai berdasarkan dominasi tumbuhan dan faktor iklim sbb:

  • Hutan bakau (mangrove): hutan bakau termasuk ke dalam tipe hutan pantai yang paling umum dijumpai di daerah pantai yang relative terlindungi dari hempasan gelombang baik itu di daerah tropis maupun subtropis. Kemampuannya untuk bertahan di rawa-rawa dengan tanah yang anoxic (minim oxygen terlarut) merupakan kunci keberhasilan beradaptasi di daerah transisi ini. Species bakau sangat beragam, ada bakau merah (Rhizophora), bakau tancang, api-api, dll (lihat table 1).
Table 1: jenis-jenis bakau [2]

Gambar 2: Sisa-sisa hutan bakau di Jakarta yang coba dilestarikan

  • Hutan pantai (beach forest): hutan jenis ini umumnya dijumpai di atas garis pasang air tertinggi ditandai dengan habitat tanah berpasir yang kadang bercampur dengan lahan pertanian atau hutan daratan. Contoh dari tumbuhan hutan pantai adalah cemara laut (Casuarina equisetifolia), kelapa (Cocos nucifera), waru laut, dll.

Gambar 3: hutan pantai dengan pohon cemara laut di Pulau Sagori - Indonesia (sumber foto: GND)

  • Hutan rawa gambut (Peat swamp forest): Hutan jenis ini dikelompokan karena habitatnya yang terdiri dari rawa gambut. Dataran rendah seperti negeri Belanda (itulah mengapa belanda disebut ‘Netherlands’ yang artinya ‘tanah rendah’) dulunya merupakan hutan rawa gambut. Gambut digali dan diambil untuk kebutuhan pemanas di musim dingin. Akibatnya tanah belanda yang rendah menjadi semakin rendah. Dan setelah gambutnya habis, mereka pun membangun tanggul – tanggul, memperluas lahan pertanian dan  mendirikan kota – kota besar seperti Amsterdam dan Rotterdam. 
  • Hutan rawa pasang surut (Periodic swamp): Hutan jenis ini secara berkala setiap hari nya dibanjiri air pasang laut. Karenanya, sering juga disebut dataran banjir (flood plains) atau hutan pasang surut (tidal forest). Kadang – kadang, daerah ini memiliki keanekaragaman yang melebihi hutan bakau. Ada beberapa daerah di Jakarta yang sering banjir hanya karena air pasang air laut. Jangan-jangan dulunya daerah ini merupakan dataran banjir (flood plains). Salah sendiri, kenapa tinggal di daerah yang semestinya buat air..(baca: mengapa ada IMB di daerah tsb!)
  • Hutan rawa air tawar (Freshwater swamp forests): Berbeda dengan hutan rawa pasasng surut, hutan jenis ini selalu terendam air.
  • Hutan sungai (Riparian forests): Hutan jenis ini terletak atau berada di sekitar sungai yang menepi ke laut. Hutan jenis ini sangat penting untuk menjaga kualitas air juga mengontrol erosi.
  • Hutan jenis lainnya yang biasa dijumpai bisa berupa padang rumput, hutan kering, hutan hujan dataran rendah, hutan boreal dan hutan tanam industri.
Hutan sangat berperan penting dalam menjaga keseimbangan lingkungan. Tahukan anda seberapa banyak hutan pantai di Jakarta? Coba perhatikan hasil terawang googleearth di bawah ini. Iya, hutan pantai di Jakarta tinggal secuil alias seencret alias seuprit. Jangan heran kalau banjir baik itu akibat hujan maupun akibat pasang surut air laut kerap kali terjadi di ibukota ini. Daerah-daerah yang semestinya untuk retensi air sudah beralih fungsi menjadi tempat tinggal, daerah bisnis, dll. Selain sangat sempit, hutan ini juga banyak sangat tersiksa dengan banyaknya tumpukan sampah warga jakarta.

Gambar 4: Secuil hutan bakau di jakarta

Gambar 5: Tumpukan sampah di ’hutan’ bakau Jakarta

Menurut bpk Freddy Numberry (waktu itu beliau menteri kelautan dan perikanan) [3] : Pada tahun 1970, luas hutan bakau di Muara Angke mencapai 1.000 hektar. Saat ini luas tersebut berkurang menjadi 200 hektar. "Saat ini hutan mangrove seluas 25 hektar dijadikan lokasi pembuangan sampah,”

Pustaka:
1.       FAO, (2005): ‘Coastal Protection and Spatial Planning in Indonesia’, Mission Report Murugesu Pushparajah FAO Consultant, Food and Agriculture Organization of the United Nations (FAO) May 2005.
2.       Mardiyanto [2003] dan sumber-sumber lainnya
3.       http://www.indonesia.go.id/id/files/UUD45/index.php?option=com_content&task=view&id=8571&Itemid=718

0 comments:

Posting Komentar