Pentingnya Nilai Bulan Ramadhan
Satu perkara yang penting bagi pe-salik (kepada Allah swt) adalah mengetahui hak dan nilai bulan Ramadhan, karena bulan puasa ini merupakan bulan undangan Allah swt bagi mereka yang menitih jalan kepadaNya. Bulan Ramadhan, merupakan tempat bertamu kepada Allah swt, begitu juga makna yang tepat untuk orang berpuasa adalah tamu Allah swt (dhiyafatullah), sekaligus sebagai bentuk usaha untuk mendapatkan keikhlasan dalam gerak dan diam, dengan dasar ridha kepada pemilik rumah, Allah swt.
Nilai dan Faedah Lapar
(Wahai pencari maqam qarb-posisi dekat-) lapar bagi pesalik, keutamaannya adalah penyempurnaan jiwa (nafs) dan makrifah Allah swt. Juga fadhailnya disebut dalam hadits begitu agung dan besar. Oleh karena itu kita mencari sebab, hikmat dan falsafahnya.
Diriwayatkan dari Rasulullah saw, dimana beliau bersabda: ”Bukalah jiwa kamu menuju mujahidah dengan perantara lapar dan haus, karena tindakan ini sama dengan melaksanakan jihad dijalan Allah swt, sebagaimana tidak ada amal yang lebih dicintai Allah swt selain dari lapar dan haus”. Begitu juga dalam hadist lain bahwa: ”Dihari kiamat; posisi yang lebih dekat pada Allah swt diantara kamu pada Allah swt adalah mereka yang lebih banyak (menahan) lapar dan mereka yang banyak berfikir tantang Allah swt”. Disabdakan pada Usamah: ”Kalau bisa, ketika malaikat maut hendak mengambil nyawamu, (adalah)ketika perutmu lapar dan tenggorokanmu haus, lakukanlah hal ini, karena perbuatan ini adalah posisi yang paling mulia. Kedudukan yang dapat kamu dibayangkan, adalah dekatnya posisi kamu dengan Rasul, para malaikat bersuka ria ketika ruh mu tiba serta Allah swt mengucapkan salam dan salawat kepadamu”. Disabdakan juga: ”Laparkan perutmu dan keringkan badanmu, semoga Allah swt akan melihat hatimu”. Dalam hadists mi’raj Allah swt berfirman kepada Rasulullah saw: ”Wahai Ahmad, apakah enkau mengetahui faedah dan hasil dari puasa?”. Saya berkata:”Tidak wahai Ilahi”. Allah swt berfirman: ”Hasil dan faedah dari puasa adalah mengurangi makan dan bicara. Kemudian Allah swt menjelaskan hasil dari pada diam para pemikir dengan berfirman:”Diam mewariskan hikmat, dan hikmat mewaritskan ma’rifat, dan ma’rifat mewaritskan yakin, karena hamba sampai pada tingkatan yakin, tidak ada sisa lagi, untuknya tidak ada beda apakah kehidupannya susah atau mudah?!. Ini adalah posisi shahib ridha. Bagi siapa yang beramal mencapai ridha Saya, maka tiga hasil yang akan pasti didapatkannya. Akan diajarkan kepadanya rasa syukur, sehingga tidak bercampur antara kejahilan dan kebodohan, zikir dan ingat tanpa ada kelupaan, kasih dan sayang akan diberikan kepadanya sehingga tidak akan didahulukan kasihnya kepada makhluk melebihi cintanya kepada Allah swt karena Saya pemilik cinta, dan Saya akan mencintainya. Ciptaan Saya akan menuju pada kasihnya, mata dan hatinya selalu terpaku pada keagungan dan kemuliaan DiriKu, padanya ilmu sehingga kesumat hamba tidak tersembunyi.
Pada kegelapan malam dan terangnya siang Kami akan bermunajat sehingga hilang dan terputuslah bahaya makhluk yang ada bersamanya. Firman-Ku dan ucapan para malaikat akan sampai pada telingnya. Kebenaran dan rahasia-Ku yang tertutup atau tersembunyi dari semua makhluk akan jelas dan terang baginya “.
Kemudian difirmankan:”Akal dan idrak-nya akan tenggelam dalam pengetahuan marifat-Ku, dan Saya akan duduk di akalnya, kemudian kematian, tekanan, panas dan ketakutan akan menjadi ringan dan mudah, sehingga (dengan cepat dan selamat)akan masuk kedalam sorga. Ketika malaikat maut turun kepadanya dan mengatakan:”Selamat padamu, berbahagialah!. Tuhanpun rindu padamu!”. Sampai disitu disabdakan dan kemudian Allah swt berfirman:”Ini adalah sorgaKu, tinggalah disitu, ini adalah lingkunganKu, tenanglah (dan tetaplah)!. Maka ruh menjawab:”Wahai Sembahanku?!. Engkau telah mengetahuia aku, maka saya denganMu tidak memerlukan semua makhluk. Demi Keagungan dan KemuliaanMu aku bersumpah, kalau Engkau hendak memotong-motongku, dan hidup diantara hamba-MU dengan keadaan yang paling sengsara, dan tujuh puluh kali terbunuh, maka kesenangan dan ridha Engkau akan lebih aku cintai”. Hingga disini difirmankan, kemudian Allah swt berfirman:”Demi Kemuliaan dan keagunganKu, Aku bersumpah, diantara Aku dan engkau tidak ada batasan masapun yang akan menjadi hijap atau penutup, ketika engkau menghendaki dan menginginkan datanglah kepadaKu, inilah apa yang Aku perbuat pada kekasihKu”.
Pada riwayat ini telah ditunjukkan dengan jelas hikmat dan falsafah lapar dan keutamaannya. Kalau kita ingin mengetahui lebih jauh dan jelas tentang keutamaan dan faedah dari pada lapar dalam puasa ini, maka lihatlah pada ulama akhlak yang akan membawakan riwayat yang ada. Karena mereka akan menjelaskan tentang keutamaan besar dari lapar, diantaranya adalah penyembuh hati, karena kenyang akan memperbanyak uap di otak, jiwa akan lambat beraktivitas dalam berfikir dan menentukan, terjadinya rasa berat sehingga akan membutakan hati. Dan rasa lapar adalah lawannya, lapar akan mengobati hati dan kecepatannya, hati akan terus beraktivitas berfikir yang berkelanjutan dengan makrifat, kemudian selalu siap untuk menerima cahaya (Ilahi), sebagaimana diriwayatkan oleh Rasulullah saw: ”Siapa yang membiarkan perutnya lapar, maka fikiran dan pemahamannya akan membesar”. Begitu banyak lagi faedah dari lapar.
Rahasia Perjamuan Pesalik dengan Lapar
Rahasia Allah swt menentukan untuk menerima tamuNya adalah dengan lapar. Karena itu adalah untuk nikmat yang lebih baik dan tinggi dari nikmat makrifat, qurb- dekat- dan liqa’. Dan rasa lapar adalah paling dekatnya sebab untuk itu.Puasa adalah jamuan Allah swt untuk hambaNya.
Bagi seorang pesalik dijalan Allah swt lapar dan puasa bukan sekedar taklif, tapi adalah jamuan yang wajib disyukuri dan dilakukannya. Keinginan Allah swt inilah yang perlu diketahui kedudukannya serta mendalami nilai yang terdapat dari ayat panggilan Ilahi dari ayat suciNya. Karena itu adalah panggilan dan undangan kepada kalian untuk sampai pada ketempat pertemuan. Dari nikmatnya kebaikan dan kefahaman dari hikmah dan falsafah tasyri’ puasa tersebut adalah mengurangi makan dan dan melemahkan kekuatan badan, sehingga dari sisi ini, puasa yang dilakukan disiang hari dapat dilakukan pula dimalam hari. Puasa bukan hanya sekedar untuk tidak makan dan minum, tapi harus bersama puasa puasa telinga, mata, mulut, dan sebagian kabar mengatakan bahwa kulit dan rambutpun harus berpuasa.
Niat dan Tujuan Pesalik dalam Puasa
Wahai para pesalik, untuk amal (puasa) ini tidak layak hanya dengan berniat untuk menghilangkan/mencegah murka Ilahi, sebagaimana tidak layak hanya dengan tujuan untuk mendapatkan pahala dan masuk kedalam nikmat sorga sekalipun dengannya semua itu bisa didapat. Tapi haruslah berniat bahwa dengan puasa akan mendekatkan diri kepada Allah swt, mendekatkan diri dan ridha Allah swt. Dengan ini, maka akan dijauhkan dari syifat syaithani dan mendekat pada sifat malaikatiyah.
Ketika ini sudah diketahui, dengan pemahaman pengetahuan agar menjauhi semua tindakan dan perkataan yang menjauhkan diri saat(hadir dihadapan Allah swt). Karena tindakan yang menjauhkan diri kepada Allah swt itu bertentangan dengan keinginanNya dalam perjamuan di perhelatan ini maka, janganlah bergembira disaat engkau datang, kedekatan dan kehadiran pada dar al dhiyafah (tempat perjamuan) yang sebagai istana Mun’im (Allah swt) karena semua rahasia dan apa yang ada di hati hamba-hambaNYA telah diketahui oleh Nya. Jangan melupakan Allah swt karena Dia memperhatikan kamu, jangan sekali-kali kita melakukan protes, sementara Dia ada dihadapan kamu. Demi jiwaku aku besumpah, bahwa ini dalam hukum akal merupakan perbuatan qabaih ‘adhimah (keburukan/cela yang agung), dimana akal tidak akan ridha jika dengan sahabatnya berlaku demikian, (apakah lagi dengan Tuhannya).
Tapi karena kita berada di tempat yang sempurna dan Fadhl Ilahi, maka semua kealpaan ini tidak menjadikan kita terusir, karena Dia telah mengampuni hambaNya sehingga tidak keluar dari lingkungan taklif. Tapi juga hamba haruslah memahami kadar Tuan dan Sayyidnya untuk tidak bertindak hanya sebanding halal dan haram, tapi haruslah sebanding Ketuanan dan KeSayyidanNya, bertindak dengan ubudiyah padaNya atau lebih rendah dari ini, yaitu tindakan orang yang hina dan dina.
Dengan kata lain, hamba haruslah berlaku sebagaimana yang dipesankan oleh Imam Shadiq as. Beliau berkata: “Ketika engkau berpuasa hendaknya, memandang bahwa dirimu diundang dan dekat dengan akherat [kematian]. Keadaanmu dalam keadaan tunduk, khusu’,rendah dan hina dalam keadaan ketakutan dihadapan Tuhannya, bersihkan hatimu dari cela dan jaukan bathinmu dari makar dan tipu muslihat serta semua bentuk perbuatan yang keluar dari Ilahi.
Tetapkanlah dalam puasa untuk meletakkan kekuasaan hanya pada Allah swt dengan ikhlas (mengetahui hanya Allah swt yang pantas disembah). Berharaplah sepenuhnya pada Allah swt, hati dan badan hanya untuk Allah swt. Pada hari-hari puasamu, jadikan hati untuk cinta dan zikir, badan beramal untuk ridhaNya, hilangkah semua dari apa yang tidak diperlukan dalam undangan (perjamuan) itu. Imam as menasehatkan juga (dimana kita harus bersedia untuk melakukannya) bahwa kita harus menjaga agar semua anggota badan jauh dari bahaya, penentangan dan larangan Allah swt, terutama “lidah”, sehingga debat dan sumpahpun perlu dihindari.
Kemudian diakhir riwayatnya beliau bersabda:”Apabila kalian mengamalkan pesanku tentang semua hal yang pantas bagi orang orang yang puasa, maka (puasanya) telah benar, kalau tidak demikian, maka fadhilah dan pahalanyapun akan kurang dari”.
Maka fikirkanlah apa yang telah dipesankan tentang kewajiban orang puasa, kemudian berharaplah dengan nilainya, maka ketahuilah bahwa diri diundang dan dekat dengan akherat, hati akan keluar dari lingkungan duniawi dan tidak keluar dari kesiapan untuk lingkungan akherat. Bagitu juga kalau hatinya hudhu’,dan besih dari semua hal yang bukan Ilahi. Kalau saja hati dan badannya merendah hanya untuk Allah swt dan menghindar dari semua hal yang bukan Ilahi, maka ruh,hati dan badan serta semua wujudnya ada pada zikir Allah swt, mahabbah Allah swt, tenggelam dalam ibadah Allah swt maka puasanya menjadi puasa orang-orang “muqarribin” (orang orang yang dekat dengan Allah swt).
Begitulah Allah swt berfirman atas hak orang orang yang dekat dengannNYA, untuk berpuasa yang demikian, sekalipun hanya satu hari dalam umurnya”.
Tingkatan Puasa
Ada tiga macam tingkatan puasa yang dilakukan oleh umat manusia.
Puasa Awam: yaitu puasa yang hanya sekedar meninggalkan makan, minum dan wanita. Sebagaimana apa yang dikatakan para fuqaha tentang kewajiban dan muharamat yang ditentukan untuk puasa.
Puasa Khawash [Panca Indera]: yaitu selain dari pada apa yang harus ditinggalkan tersebut, seorang yang berpuasa harus menjaga semua anggota badannya dari pekerjaan yang dilarang Allah swt.
Puasa Khawash Al Khawash [Jiwa]: yaitu meninggalkan semua perkara yang menghalangi manusia kembali kepada Allah swt dan beramal hanya untuk Allah swt, baik halal maupun haram.
Pada tingkatan dua dan tiga ada banyak peringkat/bagiannya [gradasinya] juga, terutama pada peringkat kedua, sebanyak tingkatan ashabul yamin dari mukminin, dimana setiap personal memiliki batasan sendiri dan tidak sama dengan sahabatnya. Setiap orang yang sampai pada(tingkatan) tersebut maka mereka adalah orang yang amalnya dekat dengan orang yang ada diatasnya.
Tingkatan Orang Berpuasa Berdasarkan Motivasi
Orang yang berpuasa terbagi menjadi kebeberapa bagian dilihat dari motivasi dan niatnya berpuasa. Sebagian orang berpuasa dengan tujuan benar yaitu tidak hendak melakukan hal yang membatalkan puasanya,tapi bukan karena Allah swt, seperti takut kepada masyarakat atau berusaha untuk mendapatkan keuntungan dirinya sendiri,atau karena adat kebiasaan muslimin.
Sebagian yang lain berpuasa karena takut pada azab neraka dan mengharapkan pahala Allah swt.
Sebagian yang lain, hanya takut akan azab neraka dan mengharapkan pahala dari Allah swt. Hanya sedikit yang hanya berharap pada pahala saja, karena kebanyakan dari mereka motifasinya adalah untuk mencegah dari azab dan mengharapkan pahala.
Sebagian lain, selain dari berniat untuk meninggalkan azab dan meraih pahala, juga berkeinginan untuk mendekatkan diri kepada Allah swt dan mendapatkan ridha daripadaNya.
Dan sebagian lain, dengan ikhlas hanya untuk mendekatkan diri dan ridha Allah swt.
Mereka yang mengharapkan peringkat ruhaniah mukhlishin, selalu berusaha untuk Mahbub-nya, dia akan berusaha sepenuhnya untuk menambah setiap usaha (riyadhah) bagi dirinya. Kalau saja ada dua perbuatan yang sama fadhilahnya, maka dia akan memilih salah satu yang lebih berat untuk jiwanya. Inilah hak dari semua yang menjadi muqarab, berbahgialah mereka, sebagaimana yang dilakukan oleh Amiril Mukminin as.
Hal yang penting dan harus dijaga sebelum memulai berbuka puasa atau sahur setelah membaca Basmalah (bismillahir Rahman ir Rahim) adalah membaca surat Al Qadr.
Tingkatan Puasa Para Pesalik dan Puasa Benar [makbul]
Perhatikanlah wahai orang yang berpuasa!. Apa yang dapat dipetik dari akhbar; ghibah, bohong, memandang hal-hal yang diharamkan seperti memandang bukan muhrim, didasari dengan kebencian dan kedhaliman –sedikit ataupun banyak- akan membatalkan puasa, karena puasa bukan hanya tidak makan dan minum saja. Karena orang yang (sebenarnya) berpuasa harus juga berpuasa telinga, mata, lidah, faraj dan perutnya. Kaki dan tangannyapun harus terjaga. Banyaklah diam,kecuali kata kata untuk kebaikan. Bersahabatlah dan berbuat baiklah dengan pembantu dan pelayanmu, karena puasa harus menjaga telinga dan mata dari semua hal yang haram dan yang membawa keburukan.
Hindarilah memarahi dan menghardik pembantu dan pelayan, jauhilah. Dapatkan nilai dari puasa. Karena hari itu adalah hari puasamu jangan jadikan hari puasamu sama dengan hari ketika kamu tidak berpuasa. Rasul saw bersabda: ”Apa yang paling mudah dijalankan oleh orang yang berpuasa adalah dan Allah swt menjadikanNYA mudah bagi orang yang puasa adalah tidak minum dan tidak makan”.
Puasa hakekatnya adalah memutuskan anggota badan dari perbuatan dosa, tidak sekali-kali melihat pada hal-hal yang dilarang Allah swt. Kalau berpuasa dengan dasar tersebut, maka hati akan terjaga untuk selalu mengingat Allah swt, hanya berpuasa untuk Allah swt sajalah puasa itu akan sempurna. Kalau seseorang mengetahui hakikat puasa, maka derajat dan hikmat tasyri’ puasapun akan diketahuinya. Dengan sendirinya dia akan menjauhi dan menghindari dari perbuatan haram sehingga puasanya dapat diterima, kalau tidak, maka puasanya patut dipertanyakan. Makna dari pada sudah terlaksananya kewajiban berpuasa, tidaklah berarti bahwa nanti dihari kiamat dia sudah akan berbahagia dan puasanya telah diterima.
Ukuran yang paling jelas untuk menimbang puasa diterima atau tidaknya puasa dibulan puasa adalah sabda Rasulullah saw. Bagi orang yang berada di bulan (puasa-Ramadhan) tapi dosanya tidak berkurang, sebagaimana sabda Nabi:”Barang siapa telah meniggalkan bulan puasa (Ramadhan) tapi dosanya tidak berkurang, Allah swt tidak akan mengampuninya”. Dengan dasar ini pula beliau diutus Allah swt sebagai rahmat untuk seluruh alam.
Petunjuk jelas untuk memperluas dan melipat gandakan rahmat, pengampunanNya yang mencakup semuanya serta kasihNya dibulan ini. Bukankah tidak kenikamatan lain lagi selain ini?!. Dia adalah Rahmatan lil alamin. Muslimin tidak akan terkutuk betapapun besar dosanya.[IM/R] sumber
0 comments:
:)) :)] ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* :| 8-} ~x( :-t b-( :-L x( =))
Posting Komentar