Untuk majunya pendidikan maka perlu visi dan misi serta tujuan yang jelas. Tanpa itu maka akan ngoyoworo yang tidak nggenah arah jluntrungannya. Nabi Ibrahim Alaihissalam dalam mendidik anak dan generasi penerus memiliki visi, misi, dan tujuan yang sangat jelas.
Visi pendidikan Ibrahim Alaihissalam yaitu mencetak generasi shaleh yang menyembah hanya kepada Allah SWT.
Dalam penantian yang sangat panjang beliau berdo’a agar diberi generasi shaleh yang dapat melanjutkan perjuangan agama tauhid. Visi Ibrahim ini diabadikan Allah SWT dalam al-Qur’an:
“Ya Tuhanku, anugrahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang saleh.” (Q.S. Ash Shaaffaat : 100)
Nabi Ibrahim sangat istiqomah dengan visinya ini. Dalam mendidik anaknya, Nabi Ibrahim selalu bertanya Maata’buduuna min ba’dii bukan Maata’kuluuna min ba’dii. “Nak, apa yang kau sembah sepeninggalku?” bukan pertanyaan “Apa yang kamu makan sepeninggalku?” Nabi Ibrahim tidak terlalu khawatir akan nasib ekonomi anaknya tetapi Nabi Ibrahim sangat khawatir ketika anaknya nanti menyembah sesembahan Tuhan selain Allah SWT.
Misi pendidikan Nabi Ibrahim yaitu mengantar Ismail dan putra-putranya mengikuti ajaran Islam secara totalitas.
Keta’atan ini ditanamkan sebagai anti virus agar tidak terkena virus ajaran berhala yang telah mapan di sekitarnya hal ini tercermin dalam Al Qur’an surat Al Baqarah ayat 132:
“Dan Ibrahim Telah mewasiatkan Ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya’qub. (Ibrahim berkata): “Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah Telah memilih agama Ini bagimu, Maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam”. (Q.S. Al Baqarah : 132)
Kurikulum pendidikan Nabi Ibrahim
Kurikulumnya sangat lengkap. Muatannya telah menyentuh kebutuhan dasar manusia. Aspek yang dikembangkan meliputi: Tilawah untuk pencerahan intelektual, Tazkiyah untuk penguatan spiritual, Taklim untuk pengembangan keilmuan dan Hikmah sebagai panduan operasional dalam amal-amal kebajikan.
Muatan-muatan strategis pendidikan Nabi Ibrahim tersebut, Allah SWT telah jelaskan secara terperinci dalam firman-Nya:
“Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka sesorang Rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab (Al Quran) dan Al-Hikmah (As-Sunnah) serta mensucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana.” (Q.S. Al-Baqarah : 129)
Lingkungan (mill
Supaya putranya bersih dari virus aqidah dan akhlaq, Beliau dijauhkan dari berhala dunia, fikiran sesat, budaya jahiliyah dan prilaku sosial yang tercela. Hal ini dipilih agar fikiran dan jiwanya terhindar dari kebiasaan buruk di sekitarnya.
Selain jauh dari perilaku yang tercela, tempat pendidikan Ismail juga dirancang menjadi satu kesatuan dengan pusat ibadah ‘Baitullah’. Hal ini dipilih agar Ismail tumbuh dalam suasana spritual, beribadah (shalat)hanya untuk Allah SWT. Kiat ini sangat strategis karena faktor lingkungan sangat berpengaruh kepada perkembangan kejiwaan anak di sekitarnya.
Pemilihan tempat yang strategis untuk pendidikan Ismail secara khusus Allah SWT abadikan dalam al-Qur’an, sebagaimana firman-Nya: Artinya:
“Ya Tuhan kami, Sesungguhnya Aku Telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, Ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, Maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezkilah mereka dari buah-buahan, Mudah-mudahan mereka bersyukur.” (Q.S. Ibrahim : 37)
Pendidikan Nabi Ibrahim ini patut dicontoh. Beliaulah satu-satunya nabi yang berhasil mengantar semua anaknya menjadi nabi. Dan dari keturunan anak cucu beliau muncul nabi akhir zaman, yaitu Rasulullah Muhammad SAW.
Bagaimana dengan hasil pendidikan kita?
Susah untuk membandingkannya, realitas anak didik kita hari ini sangat jauh dari hasil yang dicapai Ibrahim mendidik anak cucunya. Kita harus jujur bahwa hari ini kita mengalami degradasi moral yang parah. Para anak didik kita kehilangan orientasi dan celupan nilai. Yang terjadi adalah penetrasi budaya luar membentuk prilaku baru yang jauh dari nilai-nilai keislaman.
Kemendiknas seharusnya mencontoh pendidikan model Nabi Ibrahim ini.
Ada kesalahan kita dalam menilai keberhasilan anak-anak kita. Terkadang kita sangat bangga ketika anak kita meraih juara olimpiade sains atau menjadi siswa teladan dalam prestasi akademik. Namun kita jarang menghubungkan prestasi mereka dengan akhlaq dan kepribadiannya. Maka menjadi lumrah kita dapatkan, anak-anak cerdas secara intlektual dan skill tinggi tapi ibadah, akhlaq dan kepribadiannya sangat memprihatinkan.
Dengan mengikuti pendidikan model Nabi Ibrahim, anak didiknya akan menjadi generasi shaleh, yaitu generasi yang beriman, cerdas dan berakhlaq mulia dan menjadi orang yang terdepan dan pemimpin yang handal. Dari berbagai sumber. sumber
0 comments:
:)) :)] ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* :| 8-} ~x( :-t b-( :-L x( =))
Posting Komentar