Kamis, 16 Februari 2012

Mengenal SONETA

SONETA ITALIA - SONETA SHAKESPEARE – SONETA INDONESIA


Soneta berasal dari bahasa Itali, dari kata sonetto yang berarti 'suara lagu'. Pujangga soneta Itali yang terkenal di antaranya Boccacio, Petrarca, dan Dante Alighieri. Puisi ini terkenal di Itali kira-kira abad ke-13. Masuk ke Negeri Belanda pada abad ke-16. Tapi pada waktu itu di Negeri Belanda belum disenangi. Baru pada masa Jacques Perk (lahir pada tahun 1859) muncul gubahan sonetanya pada tahun 1882 dengan judul "Mathilde". Pada waktu itu muncul Angkatan Delapan puluhan di Negeri Belanda dan menggubah sonata menjadi kegemaran mereka.


Di Inggris soneta masuk pada abad ke-16 juga. Pujangganya yang gemar menggunakan soneta di antaranya: Shakespeare (1564-1616) dan Sir Thomas Wyatt (1503-1542).

Pada awal abad ke-20 mulai banyak putra Indonesia yang belajar ke Negeri Belanda. Mereka ini pun tertarik kepada soneta dan setelah mereka kembali ke tanah air, mereka gubahlah soneta dalam puisi Indonesia. Tahun 1921 muncul soneta di Indonesia yang kemudian sangat digemari oleh beberapa penyair Pra-Pujangga Baru: Muh. Yamin, Rustam Effendi, Y.E. Tatengkeng, Mozasa, Sanusi Pane, A.M. Dg. Myala, Intoyo, dan Ali Hasjmy.

Berikut ini disajikan aturan dan contoh-contoh soneta Itali, soneta Shakespeare, dan variasi-variasi soneta Indonesia.


Soneta Itali

Syarat-syaratnya ialah:


Terdiri atas 4 bait. Dua bait bagian atas tersusun atas 4 larik atau kuatrin dan dua bait bagian bawah tersusun atas 3 larik yang disebut terzin.

Kedua kuatrin merupakan satu kesatuan yang disebut juga oktaf dan kedua terzin merupakan satu kesatuan yang disebut sekstet.

Oktaf umumnya melukiskan keindahan atau kejadian alam sedangkan sekstet merupakan isi atau kesimpulan.

Antara oktaf dan sekstet ada peralihan yang disebut volta.

Rima akhir lariknya: abba - abba - cdc - dcd. Misalnya (dalam soneta Indonesia):

SENJA

Malam turun perlahan-lahan
Damai sentosa hening tenang
Sunyi senyap alam sekarang
Suara angin tertahan-tahan

Bunga di kebun menutup kuntum
Lalu tidur di dalam duka
Burung termenung mengingat suka
Dalam sarang rasa dihukum

Sukma sunyi seperti dahsyat
Lemah lesu karena rawan
Hati rindu memandang alam.

Diam takut menanti malam
Terkenang aku akan rupawan
Akan adinda diikat adat
(Sanusi Pane)


Soneta Shakespeare

Syarat-syaratnya ialah:

Terdiri atas 4 bait. Bait pertama, kedua, dan ketiga masing masing 4 larik. Bait terakhir terdiri atas 2 baris atau distikhon.

Tiga kuatrin: pertama, kedua, dan ketiga melukiskan hal yang umum, keindahan ataupun kejadian alam.

Dua baris terakhir merupakan kesimpulan atau isi soneta

Rima pada akhir lariknya tersusun sebagai berikut: abb - cdcd - efef - gg.

Dua baris akhir yang merupakan kesimpulan itu disebut cauda atau koda.

Misalnya:

Come, sleep, o sleep! the certain knot of peace
The baiting-place of wit, the balm of woe
The poor man's wealth, the prisoner's release
The indifferent judge between the high and low

With shield of proof shield me from out the prease
Of those fierce darts Despair at me doth throw
O make me in these civil wars to cease
I will good tribute pay, if thou do soo

Take thou of me smooth pillows, sweetest bed
A chamber deaf of noise and blind of light
A rosy garland and a weary head:
And if these things, as being thine in right ,

Move not thy heavy grace, thou shalt in me
Livelier than elsewhere, Stelle's image see


Kemungkinan Susunan Bait Soneta Indonesia

a. 4-4-3-3

Misalnya:

GEMBALA

Perasaan siapa tidakkan nyala,
Melihat anak berlagu dendang,
Seorang saja di tengah padang,
Tiada berbaju buka kepala.

Beginilah nasib anak gembala,
Berteduh di bawah kayu nan rindang,
Semenjak pagi meninggalkan kandang,
Pulang ke rumah di senja kala.

Jauh sedikit sesayup sampai,
Terdengar olehku bunyi serunai,
Melagukan alam nan molek permai.

Wahai gembala di segara hijau,
Mendengarkan puputmu menurutkan kerbau,
Maulah aku menurutkan dikau.
(M. Yamin)

b. 4-4-4-2

Misalnya:

DI KAKI GUNUNG

Hawa meresap ke urat syaraf
Membawa wangi bunga-bungaan
Diringi kabut tipis melayap
Enggan ke gunung merayu hutan

Angin lembut membuai daun
Serentak cemara menggamit awan
Sedang langit roma kilauan
Setiap garis lukisan kudus

Di sini sunyi alam selalu
Tempat burung terbang berkibar
Tempat dunia tabah menunggu
Menanti hidup kan rombok mekar

Di sini sunyi alam selalu
Di sini rindu menampung sinar.
(Mozasa)


c. 4-4-6

Misalnya:

NASIB

Bagai orang yang salah larasnya
Mengharu harmoni di dalam orkes
Lagu hidupku kini tak beres
Lakuku kurang lurus dan cerkasnya

Karena didikan agak keliru
Hidupku terdasar perseorangan
Sekarang zaman perkitaan
Sesat dan sasar menganyam nasibku.

Lamalah sudah aku berperang
Melawan musuh di dalam diri
Kubujuk halus keras kuhantam
Amat sedikit kudapat menang
Kebinasaan yang telah mendalam
Susah ditukar, sukar disiangi.
(Intoyo)

d. 8-3-3

Misalnya:

Hijau tampaknya bukit barisan
Berpuncak Tanggamus dengan Singgalang
Putuslah nyawa hilanglah badan
Lamun hati terkenang pulang
Gunung tinggi diliputi awan
Berteduh langit malam dan siang
Terdengar kampung memanggil tolau
Rasakan hancur tulang belulang

Habislah tahun berganti zaman
Badan merantau sakit dan senang
Membawakan diri untung dan malang

Di tengah malam terjaga badan
Terkenang bapak sudah berpulang
Diteduh selasih kemboja sebatang

(M. Yamin)


e. 14 baris sekaligus sebait

Misalnya:

MELATI

kau datang dengan menari, tersenyum simpul
Seperti dewi, putih kuning, ramping halus
Menunjukkan diri, seperti bunga yang bagus
Dalam sinar matahari, membuat timbul
Di dalam hati berahi yang suci permai
Jiwa termenung, terlena dalam samadi
O, Melati memandang seperti Pamadi
Kebakaan kurasa, luas tenaga dan damai
Engkau tinggal sebagai bunga dalam taman
Kenang-kenangan: dipetik tidakkan dapat
Biar warna dan wangi engkau berikan
Engkau seperti binatang di balik awan
Terkadang-kadang sejurus berkilat-kilat
Tapi jauh takkan tercapai tangan.

(Sanusi Pane)

f. Ada lagi bentuk soneta yang mendapat tambahan larik atau bait yang cukup banyak. Hal ini terjadi karena penyair merasa belum puas menyampaikan curahan perasaan dengan sonata yang dibatasi oleh 14 larik. Karena itu ditambahnya dengan larik-larik yang cukup banyak. Larik-larik tambahan dalam soneta itu juga disebut koda atau ekor soneta.

Misalnya:

UNTUK TINI KASUMA

Sungguh benar hamba termenung,
Hijau barisan di hati pun lekat,
Berbukit-bukit gunung-gemunung,
Diselimuti awan jauh dan dekat.

Sungguh benar di jantung terkandung,
Lautan berombak berpangkat-pangkat,
Mengejar pantai tanahku indung,
Berbuih putih intan terikat.

Sungguh begitu dahulu kupandang,
Waktu badanku suka dan riang,
Bermain di pantai di gunung padang,
Tetapi sekarang walaupun muda,
Alam begitu hilang di mata,
Cuma dirasakan di dalam dada.

Bukit barisan kupandang kabur,
Terlukis di awang awan-gemawan,
Berkaki laut debur-mendebur,
Merdu bunyinya rindu dan rawan,
Gulung-gemulung suara malam,
Ombak ke pasir derai-berderai,
Desir-mendesir di hari kelam,
Memuji pulauku sorak-semarai,
Semuanya itu nyaring kudengar,
Memanggil badan tulang-belulang,
Masuk ke dada di jantung tergambar,
Supaya kembali lekaslah pulang,
Aduhai diriku sepantun burung,
Mata lepas badan terkurung.

(M. Yamin)

0 comments:

Posting Komentar