Senin, 13 Februari 2012

Imam Jawad As Teladan Sempurna Bagi Setiap Intelektual Muda

Sample ImageImam Jawad As, pada tahun 203 H dan pada usia tujuh tahun setelah ayahanda tercinta berpulang ke pangkuan Ilahi, telah mengemban tugas sebagai Imam pengganti ayahnya, Imam Ridha As, dan secara praktis telah menjadi pembimbing sekaligus pengerek panji hidayah untuk umat manusia.
Ketika itu sebagian orang mempertanyakan bahwa dapatkah seorang bocah kecil mampu memimpin masyarakat sebesar ini? Apakah seorang anak kecil seperti ini memiliki kemampuan manajemen dan pandangan jauh ke depan seperti seorang laki-laki dewasa dan sempurna?

Bagi kalangan pengikut Ahlulbait As, yang meyakini bahwa Imamah adalah anugerah Ilahi, dalam menjawab pertanyaan semacam ini mengatakan: kenapa tidak, hal ini adalah sesuatu yang sangat jelas. Alasannya bahwa barangsiapa yang dianggap oleh Allah Swt layak, maka tentunya Dia akan mengangkat dan menempatkan orang tersebut sebagai pemimpin ummat dan pengganti Imam sebelumnya, meskipun orang tersebut masih sangat muda. Kendatipun umur tua dalam kacamata masyarakat menjadi barometer kesempurnaan dan kematangan seseorang, namun dalam kacamata Al-Quran mungkin saja ada seorang anak kecil yang memiliki keutamaan-keutamaan, kesempurnaan dan memiliki syarat-syarat untuk menjadi seorang pemimpin di tengah-tengah masyarakat serta mempunyai nilai-nilai khusus yang seyogyanya dimiliki seorang imam dan nabi, kemudian Allah Swt menghibahkan risalah dan imamah kepada anak kecil tersebut dan mewajibkan untuk mengikuti dan mentaatinya.

Tentunya Allah Swt dengan cara seperti ini hendak mengajak umat manusia untuk memahami bahwa maqam Imamah, yang merupakan bentuk kesinambungan dan tongkat estafet dari maqam kenabian, tidak sama seperti kedudukan atau maqam-maqam yang lain yang hanya dengan syarat-syarat mudah dapat terealisasi. Akan tetapi, imamah ini merupakan sebuah maqam spiritual yang berada di atas maqam-maqam tersebut dan memerlukan persyaratan-persyaratan khusus setelah itu kemudian dapat terealisir. 

Di era ketika Imam Kesembilan, dalam silsilah 12 Imam,  ini masih berusia belia kanak dan tampuk imamah berada di tangannya, muncullah berbagai macam pertanyaan-pertanyaan semacam diatas dan secara langsung mendapat jawaban-jawaban yang sangat memuaskan. Dengan jawaban-jawaban sebagai solusi dari pertanyaan-pertanyaan diatas yang ada pada masa Imam Jawad As, maka selanjutnya problem semacam ini bisa teratasi dan tidak terulang lagi pada ketika Imam Hadi As menjadi imam di usia delapan tahun dan juga pada masa Imam Mahdi As yang menjadi Imam di usia lima tahun. 

Disini kita akan menukilkan sebuah riwayat berkenaan dengan ihwal tersebut:
Suatu ketika ada seorang pengikut Syi’ah bertanya pada Imam Ridha As: wahai tuanku! Seandainya terjadi sesuatu pada diri Anda (meninggal), maka kepada siapa kami hendak merujuk dan bertanya? Imam Ridha As dengan penuh kejelasan dan penegasan berkata: kepada anakku Abu Ja’far (Imam Jawad As). Mendengar ucapan Imam Ridha As ini, laki-laki tersebut terkejut karena dia melihat bahwa Imam Kesembilan adalah seorang anak kecil dan muda belia. Imam Ridha As, melihat ketakjuban dan keragu-raguan laki-laki tersebut, berkata: hai kisanak! Allah SWT telah memilih dan mengangkat Isa bin Maryam sebagai nabi dan utusan-Nya serta pembawa syariat, padahal umurnya lebih belia dari anakku, Abu Ja’far.[1]
 
Untuk membuktikan ke-imamahan Imam Jawad As, terkadang Imam Ridha As menggunakan ayat-ayat Alquran dan argumen-argumen yang bersifat histori dan terkadang juga menggunakan mukjizat dan bantuan-bantuan gaib Ilahi. 

Berkenaan dengan ini, Hasan bin Jahm berkata: “suatu ketika saya duduk di depan Imam Ridha As dan beliau memanggil anaknya, Imam Jawad As. Imam Jawad As pun menjawab panggilan ayahandanya dan datang serta duduk bersama kami. Imam Ridha As membuka baju anaknya dan berkata kepadaku: perhatikanlah apa yang ada diantara kedua bahunya! Ketika saya melihatnya, nampaklah stempel imamah di atasnya. Imam Ridha As berkata: Apakah kamu telah melihat stempel Imamah tersebut? Seperti ini pulalah yang ada di antara kedua bahu ayahku.”[2]       
 
Imam Jawad As selain sebagai seorang pemimpin umat Islam, juga sebagai teladan dan uswah bagi cendekiawan dan intelektual-intelektual muda. Hal ini dikarenakan beliau memiliki kecemerlangan dalam dunia ilmu pengetahuan dan membuat berbagai kalangan, baik itu sahabatnya sendiri maupun musuh-musuhnya, terkagum-kagum dan takjub.
Dialog-dialog, debat ilmiah, tanya-jawab, ungkapan-ungkapan bijak dan khutbah-khutbah beliau cukup menjadi saksi dan bukti akan kecemerlangan dan ketinggian ilmu Imam Jawad As.
Ali bin Ibrahim meriwayatkan dari ayahnya bahwa: setelah Imam Ridha As wafat, kami sempat melaksanakan ibadah haji dan kemudian datang menemui Imam Jawad As. Puluhan kaum Syi’ah juga berkumpul di sana untuk mengunjungi Imam Jawad As. Abdullah Bin Musa (paman Imam Jawad As) seorang tua yang mulia dan dikeningnya nampak bekas sujud, datang pula kesana untuk menemui Imam Jawad As. Beliau sangat menghormati Imam Jawad As dan mencium dahinya. 

Imam Jawad As pun duduk di atas tempat duduknya. Semua orang saling memandang penuh takjub dan heran melihat Imam muda tersebut dan dan mereka saling bertanya-tanya: apakah anak kecil ini mampu dan bisa bertanggungjawab atas semua problema yang dihadapi masyarakat sehingga dia menduduki maqam Imamah?! Seorang laki-laki berdiri ditengah-tengan perkumpulan itu dan bertanya kepada Abdullah bin Musa (paman Imam Jawad As): Apa hukuman orang yang bersenggama dengan hewan? Dia menjawab: memotong tangan kanannya, kemudian merajamnya. 

Mendengar jawaban ini, Imam Jawad As sangat sedih dan berkata kepada Abdullah bin Musa: wahai pamanku, takutlah kepada Allah Swt! Adalah hal yang sangat sulit ketika paman berada di depan Allah SWT pada hari kiamat dan Allah Swt bertanya: kenapa kamu memberi fatwa kepada masyarakat tanpa didasari dengan ilmu? Pamannya berkata: tuanku! Bukankah jawaban ayahmu, Imam Ridha As, seperti ini?! 

Imam Jawad As berkata: Aku bertanya pada ayahku: seorang laki-laki telah menggali kuburan seorang wanita lantas menggaulinya, maka apa hukuman bagi laki-laki ini? Menjawab pertanyaan ini, ayahku berkata: karena dia telah menggali kuburan, maka potonglah tangan kanannya, lalu rajamlah dengan alasan berzina, karena kehormatan mayat seorang muslim sama seperti ketika hidupnya.
Abdullah bin Musa berkata: Benar apa Yang Mulia katakan! Saya beristigfar dan memohon ampunan-Nya.
Orang-orang yang hadir ketika itu terkagum-kagum mendengar dialog ilmiah tersebut dan mereka berkata: Wahai pemimpin kami! Apakah anda mengizinkan untuk menanyakan masalah-masalah kami masing-masing?
Imam Jawad As menjawab: Silahkan. Mereka menanyakan sekitar 30 ribu masalah dan Imam Jawad As menjawab semuanya secara cepat, tepat dan sempurna. Dialog ilmiah ini terjadi ketika Imam Jawad As masih berumur sekitar sembilan tahun.[3]
 
Imam Jawad As dalam usia yang sangat muda telah menjadi seorang ilmuan luar biasa dan paling luas pengetahuannya di zamannya dan orang-orang yang dekat dan yang jauh datang mengunjunginya dan menanyakan segala problematika yang dihadapinya. 

Imam Jawad As pada usia yang sangat muda telah menjadi Imam dan dengan ilmu pengetahuan beliau yang luar biasa sehingga sangat disegani oleh banyak kalangan, baik itu dari kalangan sahabat-sahabatnya sendiri maupun dari kalangan yang memusuhinya. Seyogyanyalah kalangan muda umat Islam, khususnya pengikut Ahlulbait As menggunakan semaksimal mungkin masa mudanya untuk menuntut dan mencari ilmu pengetahuan sebanyak mungkin dan menggunakan metode dan bimbingan Imam Jawad As dalam menuntut ilmu pengetahuan. Disini kita akan menyebutkan sebagian kecil dari metode dan bimbingan beliau dalam menuntut ilmu: 

Berdasarkan tabiat yang dimilikinya, kaum muda sangat senang dan tertarik untuk mengenal dan mengetahui berbagai macam bentuk dan model pemikiran. Mereka memiliki ketertarikan untuk mengetahui pemikiran-pemikiran baru dan memilih hal yang pas dan paling menguntungkan bagi dirinya di antara pemikiran-pemikiran tersebut. 

Imam Ali As berkata: “Hati kaum muda ibarat tanah kosong yang mana siap untuk ditanami dan menerima berbagai macam bentuk pemikiran.”[4]
 
Bibit pengetahuan merupakan salah satu saham terpenting yang bisa ditanam dalam dada kaum muda. Berkenaan dengan pentingnya ilmu pengetahuan, Imam Jawad As menjelaskan bahwa:”Hendaklah kalian menuntut ilmu! Karna hal itu keniscayaan bagi semuanya dan membahas serta mengkaji ilmu adalah suatu kebajikan dan disenangi. Ilmu menjadi penghubung diantara saudara seagama dan bukti kepribadian, ilmu menebarkan mewangian di dalam majlis-majlis, ilmu teman dalam perjalanan dan penggembira dalam kesunyian.”[5]
 
Dalam pandangan Imam Jawad As adalah hal yang sangat menyenangkan jika ada seorang pemuda muslim tumbuh dengan ilmu pengetahuan dan menjadikan ilmunya itu sebagai sahabat dan teman baiknya, dia memilih teman-teman dengan berdasar pada pandangan dan ilmu pengetahuannya. Dia senantiasa membawakan hadiah berupa ilmu di setiap mendatangi majlis-majlis atau menemui orang-orang. Menjadikan ilmu sebagai teman dan tempat curhatnya dalam kesendirian dan dalam perjalanan, karna ilmu pengetahuan merupakan sumber segala kesempurnaan dan kemajuan dalam segala bidang. Imam Jawad As membagi ilmu kedalam dua kelompok, beliau bersabda: ilmu dan pengetahuan itu ada dua macam; pertama: ilmu yang sumbernya ada dalam diri manusia itu sendiri dan kedua: ilmu yang diperoleh dari orang lain. Kalau saja ilmu hushuli tidak sejalan dengan ilmu fitri, maka tidak akan membawa keuntungan apapun. Barangsiapa yang mengetahui kelezatan ilmu hikmah dan merasakan manisnya, maka dia tidak akan bisa diam dan selalu berusaha mencarinya. “Keindahan hakiki ada pada ungkapan yang baik dan kebenaran yang sempurna ada pada akal” [6]
 
Imam Muhammad Taqi al-Jawad As menyatakan bahwa ilmu dan pengetahuan merupakan salah satu faktor terpenting dalam mencapai maqam kesempurnaan. Beliau As mewasiatkan kepada setiap manusia yang haus akan kesempurnaan dan kebenaran untuk supaya meniti jalan ini dalam mencapai maqam yang tinggi lagi mulia di dunia dan di akhirat. Imam Jawad As bersabda:”ada empat faktor yang mendukung manusia mencapai amal saleh dan baik: kesehatan, kemampuan (kekayaan), ilmu dan taufik.”[7]
 
ShalLalahu 'Alaika Yaa Maulana..Yaa Imam Muhamamd Taqi al-Jawad..


[1] . Kasyful Ghummah, Ali bin Isa Arbeli, jilid 2 hal 353
[2] . Al Irsyad, Syekh Mufid, hal 618.
[3] .Biharul Anwar, Allamah Muhammad Baqir Majlisi, jilid 50  hal 85.
[4] .Wasail Asy syi’ah, Muhammad bin Hasan Hurra Amili, jilid 21 hal 478.
[5] . Biharul anwar, jilid 7 hal 80.
[6] . Kasyfulgummah, jilid 3 hal 193.
[7] . Ma’danul Jawahir, Abul Fath Karajaki, hal 41

Kami ucapkan bela sungkawa sedalam-dalamnya atas syahadah agung Imam Jawad As 30 Dzulqaidah 1429 H/29 November 2008 kepada seluruh pecintanya.
Oleh Sultan Nur (sumber: telaga hikmah)

0 comments:

Posting Komentar