Jumat, 24 Februari 2012

Di-KO Ayam Sayur

Burung merpati mengeluh. jati dirnya merasa dilecehkan, bukan oleh orang luar, melainkan dari speciesnya sendiri.

Hal ini terkait pada idenya mengunjungi masyarakat untuk mencari tahu apa masalah, atau mencari solusi dari masalah yang dihadapi di daerahnya.

Bisa menyangkut lingkungan, sosial, hingga kebijakan pemerintah marga satwa setempat. Hasil pertemuan ini, lalu dia tuangkan dalam sebuah laporan.

Namun, maksud baik tak sepenuhnya diterima baik pula. Rupanya ada yang merasa terganggu atas langkah merpati ini. Yakni, para ayam sayur. Sebab, ternyata banyak masyarakat margasatwa yang mengeluhkan soal tingkah ayam sayur yang menurutnya semena-mena.

Hingga pada suatu hari, di saat matahari baru membuka hari, bos persatuan ayam sayur itu datang menemui bos merpati itu. Mereka protes, kenapa selalu ayam sayur yang diangkat-angkat.

Selanjutnya, bos ayam sayur itu mengungkit-ungkit soal sumbangsihnya atas kandang merpati itu sendiri. Akhirnya, pertemuan penuh topeng itu usai, dan ditutup ucapan, ”Eih... janji lho nek, kita sesama unggas jangan saling mendahului ya,” ujarnya, mirip tulisan di bis kota.

Usai pertemuan ini, bos merpati itu nelpon. Nadanya keras, lalu marah-marah. Rupanya, ancaman bos ayam sayur itu membuatnya keluar keringat dingin.

Diapun langsung panik sepanik-paniknya, mirip ibu-ibu kebakaran konde. Wajarlah, karena tuipikal merpati macam ini biasanya takut kehilangan banyak hal. Pantas jika cenderung Machiavellis.

”Apa hasil pertemuan yang kamu rangkum minggu ini?!”

Mendengar pertanyaan ini, kawanku yang sudah mengetahu akan pertemuan itu langsung berkata, ”Tenang saja bos, tak ada menyinggung ayam sayur lagi kok!”

”Eh nek, akika tahu enggak sih, tadi pagi bos ayam sayur datang ke kandang. Katanya kalian tak pernah meminta keterangan dari mereka. Pokoknya tak ada lagi ayam sayur!”

Dan, kalimat ini ditutup dengan kata amat menyakitkan si merpati, ”Kalau memang selalu bermasalah, bubarkan saja acaramu itu!”
 

Dia melanjutkan, sebenarnya tujuan acaranya ini karena ingin mendekatkan merpati tersebut dengan margasatwa lain.

Selain itu, untuk melatih dan membiasakan speciesnya berhadapan, berkomunikasi, berinteraksi dengan beragam jenis margasatwa lain. ”Sebab selama ini, kawan saya tak berani tampil. Hanya diam saja!” tuturnya.

Dan yang terpenting, bagaimana mempraktikkan ilmu yang diperoleh di lapangan. ”Kalau hanya teori saja yang diberikan, kami sudah hatam. Yang penting sekarang praktik.

Satwa yang hebat bukanlah yang hanya hafal ribuan teori, semua ini tergantung aplikasinya di masyarakat! Toh kambing juga bisa berenang, meski tak baca teori bagaimana cara berenang!” jelasnya.

Soal tuduhan tak pernah meminta keterangan itu, menurut si merpati sama sekali tak benar. Justru si bos ayam sayur lah yang selalu menghindar saat timnya datang meminta keterangan soal keluhan satwa lain tadi. ”Sebenarnya kami yang dianiaya, tapi kok malah dibalik begini?” jelasnya.

Hingga akhirnya, saat rapat berlangsung, merpati protes. ”Tolonglah Bos, kalau ada masalah jangan kami juga diminta dikonfirmasi, jangan hanya mendengarkan pengaduan sepihak dari ayam sayur saja! Bagaimanapun kami bekerja di sini. Jadi kalau Bos sudah tak mau membela kami, lalu siapa lagi?” jelasnya.

Menurutnya, sebagai merpati yang bergerak di bidang jasa, wajar saja jika dapat dikomplen. ”Masalah selalu saja ada. Yang penting adalah bagaimana kita mengatasinya! Itu saja. Jangan mudah panik, bahaya,” jelasnya.

Namun sayang, rupanya penjelasan merpati ini susah ditangkap oleh pimpinannya itu. Sehingga diskusi di meja rapat itu jadi ajang kurang nyambung.

Terenyuh juga saya akan kisah merpati ini. Wahai burung merpati, biasanya semakin besar organisasi sosial, justru masalah itu bukannya datang dari luar, namun dari orang dalam itu sendiri. Yang mengekang kebebasan berpendapat bukannya dari satwa lain, namun dari lingkungan dalam itu sendiri. Semua hanyalah kepentingan.

Ada dongeng dari China, tentang anak muda yang menemui Xen Xen dan meminta petunjuk bagaimana jalan untuk sukses. Xen Xen pun membawa anak muda itu ke kali. Di sana dia membenamkan kepalanya berkali-kali ke air.

Tentu saja si anak muda memberontak dan mencoba sekuat tenaga keluar dari air. Namun, cengkraman tangan Xen Xen begitu kuat. Hingga tiga kali sudah dia menenggelamkan kepala si anak muda itu ke air.

Setelah lemas, Xen Xen mengajak anak muda itu pulang lalu diberi makan. Selanjutnya dia bertanya, ”Apa yang kamu inginkan saat saya tenggelamkan tadi.”

Si anak muda geram, lalu berkata, ”Ya bernafas!”

Xen Xen tersenyum. ”Jika keinginanmu bernafas sekuat keinginanmu untuk sukses, maka kamu akan bisa menuju ke sana.”

--------------
Hikmah dari tulisan ini adalah, bagaimana cara menangani masalah atau problem solving. sumber

0 comments:

Posting Komentar