Pengertian Secondary Traumatic Stress
Bidang traumatologi (studi mengenai individu yang mengalami trauma) telah mencapai perkembangan yang pesat di akhir dekade ini (Figley, 1995). Salah satu kontribusinya adalah meningkatnya kesadaran bahwa seseorang akan mengalami dampak psikologis yang berat ketika mengalami kejadian yang traumatik. Oleh sebab itu, pada tahun 1980, American Psychiatric Association mempublikasikan adanya diagnosis Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) dalam Diagnostic and Statistic Manual of Mental Disorder (Third Edition) (DSM-III). Diagnosis ini melihat simtom-simtom yang umumnya dialami oleh individu-individu yang mengalami trauma sebagai gangguan psikiatris. PTSD merepresentasikan betapa berbahayanya pengaruh biopsikososial dari pengalaman traumatis.
Bidang traumatologi (studi mengenai individu yang mengalami trauma) telah mencapai perkembangan yang pesat di akhir dekade ini (Figley, 1995). Salah satu kontribusinya adalah meningkatnya kesadaran bahwa seseorang akan mengalami dampak psikologis yang berat ketika mengalami kejadian yang traumatik. Oleh sebab itu, pada tahun 1980, American Psychiatric Association mempublikasikan adanya diagnosis Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) dalam Diagnostic and Statistic Manual of Mental Disorder (Third Edition) (DSM-III). Diagnosis ini melihat simtom-simtom yang umumnya dialami oleh individu-individu yang mengalami trauma sebagai gangguan psikiatris. PTSD merepresentasikan betapa berbahayanya pengaruh biopsikososial dari pengalaman traumatis.
Konsep PTSD mendorong penelitian-penelitian di bidang traumatologi. Dari ratusan penelitian dilaporkan bahwa ternyata individu yang tergolong mengalami trauma bukan hanya korban trauma itu sendiri (victims) tapi juga mencakup mereka yang terkena trauma secara tidak langsung (Pickett, 1998). Atau dengan kata lain, individu dapat mengalami trauma tanpa harus secara fisik berhadapan dengan peristiwa traumatik atau mendapatkan ancaman bahaya secara langsung. Selain itu, hanya dengan mendengar tentang kejadian traumatik itupun dapat berpotensi untuk membawa kondisi traumatik. Tidak hanya keluarga dari seseorang yang mengalami trauma yang rentan terhadap trauma sekunder, tetapi juga para pekerja kesehatan mental dan orang-orang lain yang ingin menolong korban (Figley, 1995).
Charles R.Figley dan B.Hudnall Stamm (Stamm, 1999), yang bekerja menangani klien yang trauma pada sebuah Trauma Center, menyadari adanya suatu efek negatif yang dialami oleh para konselor. Efek ini justru muncul karena upaya seorang konselor dalam memberikan perhatian dan berempati kepada klien serta dorongan yang kuat untuk membantu klien. Menurut Figley dan Stamm (dalam Stamm, 1999), seorang konselor trauma bisa ikut mengalami beberapa simtom yang serupa dengan Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) yang dimiliki oleh klien mereka. Figley (dalam Richardson, 2001) mendefinisikan situasi ini dengan Secondary Traumatic Stress (selanjutnya disebut STS), yaitu suatu hal yang terjadi secara natural, merupakan suatu konsekuensi tingkah laku dan emosi sebagai akibat dari pengetahuan mengenai suatu peristiwa trauma yang dialami oleh significant other. Istilah ‘sekunder’ mengacu pada kenyataan bahwa trauma itu dialami oleh orang lain, tetapi kemudian ikut dialami oleh pihak yang mengamati, memberikan bantuan, atau mendengarkan kisahnya (Sidabutar, 2003). Figley (1995) juga menyebut kondisi tersebut sebagai “reaksi secondary catastrophic stress”, yang berarti bahwa empati terhadap pengalaman orang lain menghasilkan ketegangan emosional (seperti kesedihan, kemarahan, dll). Hal ini merupakan “harga” dari memberikan perhatian, kepedulian, dan pertolongan pada individu yang mengalami trauma.
Fenomena tentang STS juga diasosiasikan dengan “cost of caring” terhadap penderitaan emosional orang lain (Figley dalam Rudolph, Stamm, danStamm, 1997). Adanya suatu perasaan simpati yang mendalam dan kesedihan terhadap orang lain yang menderita, disertai dengan keinginan yang kuat untuk meringankan penderitaan mereka dan menghilangkan faktor penyebabnya menyebabkan seseorang mudah untuk mengalami STS (Joinson, dalam Stamm, 1999).
Berdasarkan definisi di atas, maka STS merupakan istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan gangguan atau rasa sakit psikologis yang berkembang pada para profesional kesehatan mental yang bekerja dengan klien yang mengalami trauma (Chrestman dalam Stamm, 1999). Meskipun STS merupakan suatu konsekuensi yang alamiah akibat seseorang mendampingi orang lain yang mengalami trauma, namun tentu saja konsekuensi ini dapat menimbulkan stres yang sangat berat.
Dampak Secondary Traumatic Stress
Para peneliti telah membandingkan efek trauma klien pada pekerja kesehatan mental dengan simtom-simtom PTSD (Conrad dan Perry dalam Hesse, 2002). Mereka sependapat bahwa bekerja dengan klien yang mengalami trauma memiliki efek yang tak dapat dielakkan, mengganggu, dan jangka panjang pada terapis, dan bahwa reaksi ini mungkin saja terjadi tanpa memandang suku, jenis kelamin, usia, dan tingkat keahlian atau profesional seseorang (Edelwichdan Brodsky, dalam Hesse, 2002). Beberapa peneliti yakin bahwa STS dihasilkan dari proses pemaparan dari pengalaman traumatik yang dialami oleh orang lain. Figley dan Stamm (Stamm, 1999) melihat bahwa pengalaman bekerja dengan klien yang mengalami trauma dapat mengubah diri seorang konselor atau terapis menjadi lebih baik atau buruk. Dengan demikian, peristiwa dan pengalaman traumatis klien juga mempengaruhi kehidupan pribadi konselor.
Para peneliti telah membandingkan efek trauma klien pada pekerja kesehatan mental dengan simtom-simtom PTSD (Conrad dan Perry dalam Hesse, 2002). Mereka sependapat bahwa bekerja dengan klien yang mengalami trauma memiliki efek yang tak dapat dielakkan, mengganggu, dan jangka panjang pada terapis, dan bahwa reaksi ini mungkin saja terjadi tanpa memandang suku, jenis kelamin, usia, dan tingkat keahlian atau profesional seseorang (Edelwichdan Brodsky, dalam Hesse, 2002). Beberapa peneliti yakin bahwa STS dihasilkan dari proses pemaparan dari pengalaman traumatik yang dialami oleh orang lain. Figley dan Stamm (Stamm, 1999) melihat bahwa pengalaman bekerja dengan klien yang mengalami trauma dapat mengubah diri seorang konselor atau terapis menjadi lebih baik atau buruk. Dengan demikian, peristiwa dan pengalaman traumatis klien juga mempengaruhi kehidupan pribadi konselor.
Menurut Beaton dan Murphy (dalam Cornille, 1999), individu yang mengalami STS umumnya menunjukkan simtom-simtom yang sama dengan PTSD, antara lain :
- Adanya gangguan tidur
- Kemarahan
- Ketakutan yang intense
- Gangguan memory
- Sensitif
- Cemas
- Menekan emosi tertentu
- Mimpi buruk
- Kehilangan kontrol
- Depresi
- Tendensi untuk bunuh diri
Selanjutnya, efek dari STS itu sendiri akan mengganggu fungsi profesional individu. Yassen (dalam Richardson, 2001) menguraikan dampak STS terhadap fungsi profesional individu sebagaimana yang dapat dilihat melalui tabel berikut ini.
Dampak STS terhadap profesionalitas individu
Tampilan kerja | Moral | Interpersonal | Tingkahlaku |
Penurunan kualitas dan kuantitas kerja Kurang motivasi Menghindari tugas Banyak melakukan kesalahan Standar kerja yang sempurna Obsesi terhadap detail | Kurang percaya diri Kehilangan minat Rasa tidak puas Sikap negatif Apati Menjaga jarak Merasa hampa | Menghindar dari rekan kerja Tidak sabar Penurunan kualitas relasi Sulit berkomunikasi Mudah konflik dengan rekan kerja | Sering tidak masuk kerja Lelah Mudah marah Tidak bertanggungjawab Terlalu banyak bekerja Sering berganti-ganti pekerjaan |
(Yassen, dalam Richardson 2001)
.
Daftar Pustaka
Baird,S., Jenkins, S.R. (2003). Vicarious Traumatization, Secondary Traumatic Stress, and Burnout in Sexual Assault and Domestic Violence Agency Staff. Journal Violence and Victims, vol. 18, 71-85.
Birck, A. (2001). Secondary Traumatization and Burnout in Professional Working with Torture Survivors. Traumatology, vol. 7, 1-4.
Cornille, T.A. & Meyers, T.W. (1999). STS Among Child Protective Service Workers: Prevalence, Severity and Predictive Factors. Traumatology, vol. 2, 71-93.
Courtois,C.A. (1993). Vicarious Traumatization of The Therapist. NCP Clinical Newsletter 3, 2.
Figley, C.R. (1995). Compassion Fatique : An Introduction. Advanced Intervention Methods. Florida State University Traumatology Institute.
Figley, C.R. & Stamm, B.H. (1996). Psychometric Review of Compassion Fatique Self Test. Available at http://www.sidran.org/digicart/products/stms.html.
Hesse, A.R. (2002). Secondary Trauma : How Working with Trauma Survivors Affects Therapists. Clinical Social Work Journal, vol 30, 293 – 310.
Jenkins, S.R., Baird, S. (2002). Secondary Traumatic Stress and Vicarious Trauma : A Validational Study. Journal of Traumatic Stress, vol. 5, 423 – 432.
Lonergan, B.A. (1999). The Development of Trauma Therapist : A Qualitative Studi of the Therapist’s Perspectives and Experiences. Colorado : Counselling Psychology.
Mc.Cann, I.L & Saakvitne, K.W. (1995). Treating Therapists with Vicarious Traumatization and Secondary Traumatic Stress Disorder. Dalam C.R. Fifley (Ed), Compassion Fatique : Secondary Traumatic Stress Disorder from Treating the Traumatized. New York : Brunner/ Mazel, Publishers.
Pickett,G.Y. (1998). Therapist in Distress : An Integrative Look at Burnout, Secondary Traumatic Stress and Vicarious Traumatization. Dissertation. University of Missouri-St. Louis.
Richardson, J.I. (2001). Guidebook on Vicarious trauma : Recommended Solutions for Anti-Violence Worker. Canada : Family Violence Prevention Unit.
Rudolph, J.M., Stamm, B.H., Stamm, H.E. (1997). Compassion Fatique : A Concern for Mental Health Policy, Providers, & Administration. Poster at the 13th Annual Meeting of the International Society for Traumatic Stress Studies, Montreal, PQ,CA.
Schauben, L., & Frazier, P. (1995). Vicarious trauma the effects on female counselors of working with sexual violence survivors. Psychology of Women Quarterly, 19, 49-64.
Sexton, L. (1999). Vicarious Traumatisation of Counsellors and Effects on Their Workpaces. British Journal of Guidance & Counselling, 27, 3, 393 – 403.
Sidabutar. S.I.E., Dharmawan. L.I., Poerwandari, K., Nurhaya,N. (2003). Pemulihan Psikososial Berbasis Komunitas. Refleksi Untuk Konteks Indonesia. Jakarta : Kontras.
Stamm, B.H. (1999). Secondary Traumatic Stress. Self Care Issues for Clinicians, Researchers & Educators. MD : Sidran Press.
Steed, L.G. & Bicknell (2001). Trauma and Therapist : The Experience of Therapist Working with the Perpetrator of Sexual Abuse. The Australian Journal of Disaster & Trauma Studies, 1.
Steed, L.G. & Downing, R. (1998). A Phenomenological Studi of VT Amongst Psychologist and Professional Counsellor Working in The Field of Sexual Abuse/ Assault. The Australian Journal of Disaster & Trauma Studies.
Wibe, R.L. (2001). The Influence of Personal Meaning on Vicarious Traumatization in Therapist. Thesis : Trinity Western University. (sumber)
0 comments:
:)) :)] ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* :| 8-} ~x( :-t b-( :-L x( =))
Posting Komentar