Selasa, 20 Desember 2011

[FSC] “Cintaku Jauh di Pulau”





Sudah seribu senja aku di sini. Kadang gerimis, kadang hujan lebat menerpa bersama sunyi dan senyap yang menemani. Tak mampu kubedakan lagi mana siang, mana malam. Separuh waktuku kuhabiskan di dermaga ini. Penantian panjang yang entah kapan akan berakhir, menunggu hari yang terpilih. Melemaskan urat saraf untuk sebuah pertemuan. Inilah kesetiaan yang selama ini kupertahankan untuk seseorang karena sebuah janji. Bukan janji sehidup semati, tapi keyakinan dan simpul rasa yang tak perlu dipertanyakan lagi. Tak ada ikatan yang terputus begitu saja tanpa kabar berita yang jelas.

Semesta terlindung imajiner muncul secara berulang dalam perjalanan waktu. Hidupku selalu diwaranai dengan refleksi zaman, tentang cinta dan kesetiaan. Berjuta kisah terbawa warna lembayung bersama hembusan angin, laksana halimun yang meliuk di permukaan laut. Namun, tak jua lukisan parasmu menyembul, meski hanya berbaur bersama awan-awan kelabu.

Ingin kusibak batas cakrawala dan menemukanmu di sana. Ingin kubangun jembatan agar aku sampai ke seberang. Tapi, ke mana harus kususuri jejakmu yang hilang? Di depanku, hanya ada samudera membentang luas bersama debur ombak. Bukan jarak dan peradaban yang telah memisahkan kita, tapi komunikasi yang terputus. Sungguh, sebuah penantian yang sempurna. Dan yang bertanggung jawab atas semua ini adalah takdir.

Aku tak ingin hidup tanpa makna hidup, walau konsep hidup sangatlah prinsipil. Tak bisa dipaksakan betapapun sejatinya dan benarnya makna hidup ini. Makna hidup adalah masalah kepercayaan, sehingga tak bisa dipaksakan. Oleh karena itu manusia disebut sebagai makhluk pencari makna hidup, dan aku akan terus mencari makna hidup tersebut.

Memang cinta bukanlah segalanya, karena kehidupan ini hanyalah proses menemukan dan menentukan siapa diri kita, dan mencintai adalah bagian dari konsekuensi menunggu. Banyak sebenarnya godaan di sini, melebihi debu-debu yang diterbangkan angin memasuki jendela hati. Tapi janji itu begitu kuat, hingga yang lain jadi luruh.

Ada misteri tersembunyi di sudut hati. Dorongan yang tak kenal lelah berjuang dalam penantian, menginspirasi idealisme yang heroik akan pemenuhan keinginan hasrat. Bagiku tak ada bedanya apakah jarak yang memisahkan dan belenggu kita terbuat dari emas atau besi. Ada rasa yang masih selalu menggelitik di lubuk jiwa. Aku tak lagi diselimuti kecemasan dan keraguan, justru keyakinanku membuncah. Cintaku masih ada di sana. Nun jauh di pulau.

Aku masih setia menanti…


Kulipat surat ini menjadi perahu kertas. Semoga gelombang mengantar ke pulau seberang…

Halim Malik————>>>Peserta No. 7

*

Untuk membaca hasil karya peserta Fiksi Surat Cinta yang lain maka dipersilahkan berkunjung ke akun Cinta Fiksi dengan jusul postingan: Inilah Malam Perhelatan & Hasil karya Fiksi Surat Cinta [FSC] di Kompasiana.



0 comments:

Posting Komentar