Kamis, 09 Februari 2012

Sudut Pandang Pernikahan

 
 
Allah ta’ala berfirman,
“Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikanNya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.” (Ar-Ruum : 21)

Ayat di atas menjelaskan secara ringkas, padat dan jelas mengenai pernikahan dalam Islam. Pernikahan memiliki tempat kedudukan yang mulia. Dalam sebuah hadits shahih, Rasulullah saw bersabda bahwa pernikahan adalah setengah dari agama. Kemuliaan ini tentu bukan tanpa sebab. Pernikahan adalah ibadah, dimana ia menjadi pelengkap peran manusia selaku Khalifatullah di muka bumi ini.

Manusia diciptakan dengan segala aspek yang mendukung peran-Nya sebagai Khalifatullah. Bumi dan langit dibentangkan oleh Allah ta’ala dan dijadikan tunduk kepada manusia. Manusia juga memiliki akal yang tidak dimiliki oleh mahluk Allah lainnya selain jin. Kemuliaan manusia yang lain adalah manusia memiliki keinginan, hawa nafsu, dan syahwat yang jika diarahkan sesuai dengan porsi dan kegunaannya maka ia akan mendatangkan manfaat yang demikian besar bagi kehidupan manusia.

Peranan syahwat dalam kehidupan kita merupakan sebuah pedang yang bermata dua. Ia bisa menjadi sebuah alat untuk mewarnai hidup dengan nilai dan makna. Namun ia juga bisa menjerumuskan diri kita kepada kenistaan, kehinaan dan kehilangan akal sehat. Ibarat sebuah ledakan energi yang akan menghasilkan manfaat jika terkendali, namun akan menjadi sebuah bencana jika ia terlalu besar dan tidak dapat dikendalikan.
Pernikahan adalah sebuah upaya yang dikemas dalam kemuliaan ibadah, untuk menjadikan syahwat terarah kepada kebaikan. Ini adalah syari’at yang telah Allah ta’ala tentukan bagi manusia untuk mengarahkan syahwat yang kita miliki, menjadi sebuah bentuk kebaikan yang tidak terhenti.

Peran suami terhadap istri, kemudian peran istri terhadap suami. Saling melengkapi dan mengisi, sehingga kehidupan secara psikologis menjadi utuh. Istri menjadi pencerah hati bagi suami, menentramkan mata suami ketika melihatnya, menyejukkan jiwa suami dalam tutur katanya, memberikan kedamaian dalam rumah suami.
Suami pun berperan aktif dalam kehidupan istri, bukan hanya sekedar menjadi tumpuan nafkah semata. Seorang suami menjadi imam bagi rumah tangga, dimana ia diwajibkan memberikan teladan kepada istri dan anaknya. Ia harus memberikan kearifan dan kebijaksanaan, yang dilandasi kepada keimanan kepada Allah ta’ala dan Rasulullah saw. Suami menjadi muara sekaligus menjadi karang dimana rumah tangga dibangun. Dengan demikian, istri dapat memberikan kepercayaan dan cintanya secara utuh.  Istri merasakan ketentraman dan keamanan dalam mengarungi rumah tangga bersama suami.

Dengan demikian, pernikahan menjadi bukti kebesaran Allah ta’ala atas seluruh hamba-Nya. Dan hanya dengan hidup dalam Islam, sesuai dengan syari’at yang telah ditetapkan Allah atas manusia, keadaan demikian dapat dicapai dengan sempurna. sumber

0 comments:

Posting Komentar