Selasa, 24 Januari 2012

Hargai Ilmu Meskipun Tak Datang Dari Sebuah Buku

“Dalam lingkungan hidup sehari-hari”
 

Banyak sekali terjadi dikehidupan sehari-hari kita, sering lupa akan hakikat diri sendiri. Kearifan dalam berpikir terkadang tidak mencerminkan tindakan membanggakan ilmu yang telah menempel di otak kita, padahal secara langsung ataupun tidak langsung otak kita dijejali dengan berbagai pengetahuan setiap harinya, termasuk yang datangnya bukan dari sebuah buku. Biasanya ilmu tersebut implementasinya punah kaitannya dengan lingkungan yang telah memunculkannya, manakala tak ada lagi rasa pengakuan bangga akan ilmu yang telah didapat (atau mungkin merasa gue ini pintar, bisa sendiri lho…).

Jadi teringat beberapa hari yang lalu, saya kedatangan teman lama. Dia mengingatkan saya akan beberapa tahun yang lalu, saya mengajak beberapa teman (tetangga) ke sebuah mall. Kejadian lucu pun terjadi ketika itu, mereka tidak berani masuk dan rasanya badan mereka semua jadi bergetar gak karuan (bilangnya sih karena belum pernah sama sekali masuk Swalayan). Padahal semua dari mereka itu bukan berasal dari kampung, gmn tuh… Yang jelas sekarang beberapa dari mereka sudah tidak takut lagi bahkan yang bekerja pun ada.

Contoh lainnya, ada yang takut warnet, sama halnya dengan contoh tadi, ketika diajak masuk tidak berani dan akhirnya berdiam diri di luar area. Tapi sekarang keberanian itu datang, sampai2 punya blog segala, hebat euy….. Terus ada yang sama sekali gak bisa bikin email, tapi sekarang email dia berjubel, keren gak tuh……

Intinya adalah mungkin semua yang terjadi sekarang merupakan sebuah contoh dari implementasi ilmu yg didapat secara tidak langsung yang bukan dari sebuah buku.

Kesimpulan dari perbincangan kami adalah tidak semua orang menyadari, bahwa secara tidak langsung setiap harinya kita menimba ilmu dan belajar dari pengetahuan-pengetahuan orang lain. Apa iya? Jawabannya ada dalam hati sendiri, barangkali dapat di renungkan dengan seksama.

Jangan sampai seperti kata teman saya yang datang, Dia bilang, ada diantara mereka (teman-teman lama kami sekitar 5 tahun yang lalu) jangankan untuk berinteraksi berbagi ilmu lagi, dia seakan-akan dapat ilmu tidak ada kaitannya dengan lingkungan kami dahulu (terlihat menganggap semua pengetahuan yang diperolehnya dari lingkungannya sendiri saat ini). Gak patut ditiru lah, mudah-mudahan saya tidak seperti itu. Dan untung juga teman2 saya sekarang tidak ada yang sepeti itu. 

Dalam lingkungan tempat belajar atau sekolah”
 
Melanjutkan tulisan yang lalu, kalau tulisan yang lalu adanya dalam kehidupan sehari-hari, kali ini menghargai ilmu yang tak datang dari sebuah buku berkaitan dengan lingkungan dunia pendidikan alias tempat kita belajar atau lebih tepatnya lagi sekolah.

Mengingat-ingat cerita lalu, misalnya saja, waktu di sekolah ada seseorang yang rajin banget melakukan aktivitas menyontek dikala ujian. Hmm.. siapa ya? dah pada lupa nama2nya maklum dah lama bgt. Alasan kenapa ia begitu dan begitu terus? kurang begitu tahu, namun menurut asumsi saya pribadi selain termotivasi untuk meraih nilai yang bagus adalah semata-mata karena malas untuk belajar he… Mungkin hanya sebatas menyontek dikala kepepet sah-sah saja sih, itu kan hanya sesekali saja dan itu pun mungkin terjadi karena ada alasan lainnya. Tetapi kalau sudah mendarah daging itu mah bukan karena suatu alasan tertentu, sifat malas dan kecurangan sajalah yang kuat menempel.

Cerita lain muncul ketika bertemu teman lama sewaktu duduk di bangku SMP. Dengan tidak bermaksud meremehkan kepandaiannya, suatu keheranan yang sangat besar ditemukan karena ia bercerita waktu itu sedang belajar pada sebuah SMA ternama. Setelah lama berbincang-bincang, dengan segala kejujuran dan rasa tanpa malunya, dia menjelaskan alasan kenapa ia bisa masuk kesekolah ternama itu, padahal pada dasarnya tidak memiliki kemampuan persyaratan nilai yang memadai.

Lalu, yang ditemui sewaktu kuliah dulu, ada sorang mahasiswa yang sebenarnya punya kemampuan yang cukup, tetapi karena terbiasa dengan cara yang mudah, setiap kali menghadapi ujian ia pun selalu ditemani catatan2 kecil, kayak daftar barang belanjaan yang mau dibeli saja ya, takut lupa tidak kebeli barangkali heu… bisa bertumpuk-tumpuk tuh.

Sementara cerita dari seorang mahasiswa lainnya yaitu aktivitas pendekatan kepada dosen yang bersangkutan setelah selesai ujian atau masa sebelum keluarnya nilai. Seharusnya kalau memang mau melakukan pendekatan kepada dosen tentunya dikala waktu2 pembelajaran sebagai suatu sarana berkonsultasi masalah2 yang belum dipahami, bukan setelah ujian. Secara kasat mata kedua type mahasiswa tersebut memang meraih nilai yang cukup tinggi bahkan bisa dikatakan diatas rata2, dan pada dasarnya beberapa rekannya serta semua dosen mengakuinya, bahwa mereka itu termasuk dalam daftar mahasiswa teladan, maklum mereka semua tidak ngeh kali termasuk para dosennya.

Melihat hasil pengakuan orang disekitarnya mungkin menjadi suatu kebanggaan tersendiri, tetapi kalau dikaji ulang mengenai pelajar dan mahasiswa tersebut sudah jelas sangat tidak menghargai ilmu yang didapatnya. Kenapa begitu? Maksudnya ia tidak belajar atas ilmu yang berkaitan dengan ilmu yang didapat secara tidak langsung yang bukan dari sebuah buku. Yang seharusnya terjadi yaitu melihat, berinteraksi dengan orang2 yang memiliki kecerdasan natural disekitarnya dengan kata lain meniru kegiatan apa yang dilakukan oleh orang2 pintar yang ada yaitu rajin belajar.

Nah, dalam belajar itu sudah sangat jelas, kita semestinya belajar dari mereka dalam berbagai hal untuk meraih prestasi yang diinginkan, tentunya termasuk dari mereka orang2 pandai yang ada disekitar kita, yang bisa kita ambil ilmunya, yang sebenarnya tidak ada dalam sebuah catatan tertulis atau buku. Percuma juga kan, lulus dengan “cum laude” atau menjadi sarjana di usia yang relatif muda kalau dengan cara yang kurang baik, toh bukan suatu jaminan dimasa mendatang akan cerah. Ada lho beberapa faktor di luar kepintaran otak yang belum tentu bisa diajarkan guru atau dosen kita, yang akan sangat berpengaruh di kehidupan sehari-hari atau dunia kerja. Nah, langkah2 bijak dan tepat berprilakukah yang harus dipahami dan dijalani, sehingga menimbulkan suatu efek positif pola kebiasaan hidup bertanggung-jawab dalam dunia sehari-hari dan dunia pekerjaan nantinya.

“Dalam lingkungan kerja”
 
Ujung dari suatu kebiasaan bertanggung jawab di lingkungan hidup sehari-hari ataupun sekolah yaitu berdampak pada saat memasuki dunia kerja. Terdapat beberapa hal yang harus kita pelajari sendiri tanpa ada manual book-nya ataupun menyontek dari teman sebangku seperti halnya waktu ujian sekolah. Learning by doing -lah kira-kira. Memang sih, lebih enak langsung menjalaninya, tetapi sebenarnya persiapan dan pengetahuan dasar bisa kita dapatkan semenjak bersekolah. Bisa jadi, sekarang, saat kita sudah bekerja, kita sudah mempraktikkan banyak hal yang tidak dapat diperoleh dari mata pelajaran, melainkan dari kehidupan sosial atau pengalaman berorganisasi.

Ada keterampilan yang tidak diajarkan secara khusus di sekolah atau kuliah tapi diperlukan saat kita memasuki dunia kerja, seperti: keterampilan beradaptasi dan berinteraksi sosial, tata cara bersikap dan berperilaku, cara berkomunikasi dengan rekan kerja atau atasan, keterampilan bekerja sama, kedewasaan emosi diri dalam bersikap dan bertindak serta dalam menghadapi permasalahan di lingkungan kerja, perencanaan dan pengorganisasian pekerjaan, keterampilan memimpin, dan lain sebagainya.

Meskipun hal-hal tersebut tidak dipelajari secara formal di sekolah, tetapi perlu diasah untuk pengembangan diri ke arah yang lebih baik, khususnya di lingkungan kerja.

Lantas, apa saja yang diperlukan? Untuk menggali serta mengasah keterampilan yang berguna dalam dunia kerja, bisa dimulai dengan cara menerapkannya di lingkungan dan kehidupan kita sehari-hari.
upun kampus? Sedikit demi sedikit itu merupakan pelatihan awal untuk mengasah diri dalam menghadapi berbagai permasalahan di sebuah kelompok kerja maupun organisasi yang pastinya akan berguna bagi pengembangan karier. Kita dapat belajar mengetahui sistem kerja, struktur organisasi, serta mengetahui tugas dan tanggung jawab kita dalam mengemban tugas di organisasi tersebut.
Kemudian apa sajakah yang juga berperan penting dan sebenarnya bisa (atau telah) kita pelajari sejak sekolah dulu?
  • Kemampuan berkomunikasi. Komunikasi yang efektif, seperti cara mengemukakan pendapat dalam sebuah forum dengan baik dan tanpa bertele-tele, bagaimana membedakan berbicara dengan rekan kerja, atasan, serta klien. Mengasah kepercayaan diri dalam berkomunikasi untuk menyampaikan maksud dengan cara yang tepat, tidak menyinggung, bertutur halus dan baik serta kepandaian berkomunikasi lain yang menuju ke arah sebuah diskusi yang sehat. Melatih kepercayaan diri dalam berkomunikasi seperti mempertahankan argumennya yang benar dengan cara yang tepat pula, dan sebagainya.
  • Attitude. Perilaku dalam bekerja juga tidak kalah penting diajarkan sejak sekolah. Melatihnya sebelum benar-benar terjun ke dunia kerja akan membantu membiasakan diri menjadi pribadi yang disenangi kolega kerja. Saling menghormati ditambah sikap kedewasaan diri dalam bertindak ataupun sikap bijaksana dalam menghadapi perbedaan dalam kelompok. Kematangan emosi yang meliputi sikap dan cara kita dalam berperilaku terpuji. Tidak menyepelekan tugas yang diberikan, pribadi yang cepat belajar dan cepat tanggap terhadap yang terjadi ataupun seputar hasil kerja kita. Terus mengoreksi diri terhadap segala kesalahan dalam bekerja dan dalam hasil kerja kita agar mendapatkan hasil keija yang lebih baik lagi.
  • Team work. Menerapkan sikap bekerja sama yang baik dengan rekan sekerja dalam sebuah kelompok. Menerapkan diskusi yang aktif dengan sebuah proses negosiasi yang matang.
  • Profesionalisme. Disiplin termasuk didalamnya. Baik tepat waktu dalam sebuah janji pertemuan, konsisten dalam pengambilan keputusan, menyelesaikan tugas dan tanggung jawabnya sesuai target maupun tenggat waktu dan sebagainya.
  • Manajemen. Pengelolaan, pengaturan, serta perencanaan termasuk di dalamnya adalah pengaturan jadwal kerja, pengaturan waktu agar tidak terjadi kesalahan dalam sebuah perjanjian untuk bertemu dengan pihak luar. Melatih diri agar terorganisasi dalam bekerja. Baik secara profesional maupun dalam keseharian.
  • Berpikir analitis dan kritis. Melatih pola pikir analitis yang kritis untuk mendapatkan hasil kerja (kelompok) yang baik.
  • Mengasah kreativitas dalam berpikir dan menghasilkan ide-ide segar.
  • Kemampuan berinteraksi dengan orang lain.Sikap luwes dan ramah akan berguna dan tidak pernah rugi untuk bersikap ramah kepada orang lain.
  • Kepemimpinan. Mengasah kemampuan memimpin dalam sebuah kelompok atau organisasi. Serta mengasah kemampuan dalam mengorganisasi tugas dan pekerjaan dalam sebuah kelompok.
Selain kemampuan dalam bekerja seperti daya tangkap yang baik, pemahaman, dan keterampilan di bidang kerja yang memadai, ataupun energi untuk bekerja yang cukup besar (dalam menghadapi tugas yang banyak, deadline ketat); perlu juga sikap profesional, kematangan emosi (yang meliputi sikap dan cara kita dalam berperilaku), dan kemampuan interaksi sosial. Hal-hal tersebut berkaitan satu sama lain.
Seorang pekerja yang terampil dalam bekerja memiliki daya tangkap dan pelaksanaan kerja yang prima, tapi tidak didukung oleh kematangan diri yang baik akan mengakibatkannya sulit bekerja sama dengan orang lain, sulit berkomunikasi dengan rekan di lingkungan kerja, mudah tersinggung saat menghadapi situasi yang tidak sesuai dengan keinginannya. Tentunya, ini akan membuat tampilan kerjanya secara keseluruhan menjadi tidak optimal.
 

0 comments:

Posting Komentar