Minggu, 08 Januari 2012

Darwinisme Terbantahkan

KATA PENGANTAR

Siapa pun yang mencari jawaban dari pertanyaan bagaimana makhluk hidup, termasuk dirinya sendiri, muncul menjadi ada, akan mendapatkan dua penjelasan yang berbeda. Yang pertama adalah “penciptaan”, yaitu gagasan bahwa semua makhluk hidup muncul menjadi ada sebagai hasil dari sebuah rancangan cerdas. Penjelasan kedua adalah teori “evolusi”, yang menyatakan bahwa makhluk hidup bukanlah hasil dari rancangan cerdas, tetapi dari sebab-sebab yang serba kebetulan dan proses alamiah.
Selama satu setengah abad hingga sekarang, teori evolusi telah menerima dukungan luas dari masyarakat ilmiah. Ilmu biologi diterangkan dengan penjelasan-penjelasan berdasarkan pemikiran evolusionis. Itulah mengapa, antara kedua penjelasan mengenai penciptaan dan evolusi, kebanyakan orang menganggap penjelasan evolusionis sebagai yang ilmiah. Berdasarkan hal itu, mereka mempercayai evolusi sebagai sebuah teori yang didukung oleh temuan-temuan ilmiah yang didapatkan melalui pengamatan, sementara penciptaan dianggap sebagai kepercayaan yang didasarkan pada keimanan. Meskipun demikian, pada kenyataannya temuan-temuan ilmiah tidak mendukung teori evolusi. Sejumlah temuan khususnya dalam dua dasawarsa terakhir justru secara terbuka bertentangan dengan anggapan dasar dari teori ini. 

Berbagai cabang ilmu pengetahuan, seperti paleontologi[a], biokimia, genetika populasi, anatomi perbandingan dan biofisika, menunjukkan bahwa proses-proses alamiah dan dampak dari peristiwa-peristiwa kebetulan tidak bisa menjelaskan asal usul kehidupan, sebagaimana yang dikemukakan teori evolusi.

Dalam buku ini, kita akan mengkaji krisis ilmiah yang dihadapi oleh teori evolusi. Karya ini semata-mata didasarkan pada temuan-temuan ilmiah. Mereka yang mendukung teori evolusi dengan mengatasnamakan kebenaran ilmiah harus menghadapi temuan-temuan ini serta mempertanyakan berbagai anggapan yang selama ini mereka pegang. Penolakan untuk melakukan hal ini akan berarti mengakui secara terbuka bahwa kesetiaan mereka pada teori evolusi lebih bersifat dogmatis [b] dari pada ilmiah.
----------------------------------
Catatan:

a] Paleontologi: ilmu yang mempelajari tentang fosil. X
b] Dogmatis: berkaitan dengan pernyataan, pendapat, dsb. yang dinyatakan seolah sebagai sesuatu yang benar, dapat dipercaya dan tidak perlu diperdebatkan lagi; atau sesuatu yang lebih bersifat dugaan daripada pengamatan indrawi. X
---------------------
SEJARAH SINGKAT

Meskipun berakar dari Yunani kuno, teori evolusi pertama kali dimunculkan dan menjadi perhatian dunia ilmiah pada abad ke-19. Pandangan tentang evolusi yang paling luas dikaji dikemukakan oleh ahli biologi Prancis Jean Baptiste Lamarck, dalam bukunya Zoological Philosophy [Filsafat Ilmu Hewan] (1809). Lamarck berpendapat bahwa semua makhluk hidup dilengkapi dengan kekuatan mendasar yang mendorong mereka untuk berevolusi atau mengalami perubahan ke arah yang lebih kompleks [a]. Dia juga berpendapat bahwa suatu organisme dapat menurunkan sifat-sifat yang diperoleh selama masa hidupnya kepada keturunannya. Sebagai contoh dari jalan pemikiran ini, Lamarck berpendapat bahwa leher panjang jerapah berevolusi ketika nenek moyang yang berleher pendek memilih untuk meraih dan memakan daun-daun pepohonan daripada rerumputan.
Pandangan evolusi cetusan Lamarck ini digugurkan oleh penemuan hukum penurunan sifat genetik. Pada pertengahan abad ke-20, penemuan struktur DNA mengungkap bahwa inti dari sel makhluk hidup memiliki informasi genetik yang sangat istimewa, dan bahwa informasi genetik ini tidak dapat diubah oleh "sifat dapatan". Dengan kata lain, selama hidupnya, meskipun jerapah berhasil menjadikan lehernya beberapa sentimeter lebih panjang dengan menjulurkan lehernya ke dahan-dahan yang lebih tinggi, sifat ini tidak akan diturunkan ke anak-anaknya. Singkatnya, pandangan Lamarck secara sederhana telah terbantahkan oleh temuan ilmiah, dan tenggelam dalam sejarah sebagai sebuah pendapat yang keliru.
Meskipun demikian, teori evolusi yang dirumuskan oleh seorang ilmuwan alam yang hidup beberapa generasi setelah Lamarck terbukti lebih berpengaruh. Ilmuwan alam ini adalah Charles Robert Darwin, dan teori yang ia rumuskan dikenal sebagai "Darwinisme".
KELAHIRAN Darwinisme
Charles Darwin mendasarkan teorinya pada berbagai pengamatan yang ia lakukan sebagai seorang naturalis [b] muda di atas kapal H.M.S Beagle, yang berlayar pada akhir 1831 dalam perjalanan resmi lima tahun keliling dunia. Darwin muda sangat terpengaruh oleh keanekaragaman jenis makhluk hidup yang dia amati, terutama berbagai burung finch [burung kutilang Darwin] di kepulauan Galapagos. Perbedaan pada paruh burung-burung ini, menurut Darwin, adalah sebagai hasil dari penyesuaian diri terhadap lingkungan mereka yang berbeda.
Setelah pelayaran ini, Darwin mulai mengunjungi pasar-pasar hewan di Inggris. Dia mengamati bahwa orang-orang yang bekerja memuliakan sapi menghasilkan suatu keturunan sapi baru dengan mengawinkan sapi-sapi yang memiliki perbedaan sifat. Pengalaman ini, bersama dengan keanekaragaman jenis burung kutilang yang diamatinya di kepulauan Galapagos, memberi andil dalam perumusan teorinya. Di tahun 1859, ia menerbitkan pandangan-pandangannya dalam bukunya The Origin of Species [Asal Usul Spesies]. Dalam buku ini dia berpendapat bahwa semua spesies berasal dari satu nenek moyang, yang berevolusi dari satu jenis ke jenis lain sejalan dengan waktu melalui perubahan-perubahan kecil.
Yang membuat Teori Darwin berbeda dari Lamarck adalah penekanannya pada "seleksi alam". Darwin berteori bahwa terdapat persaingan untuk mempertahankan kelangsungan hidup di alam, dan bahwa seleksi alam adalah bertahan hidupnya spesies kuat, yang mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Darwin mengambil alur berpikir sebagai berikut:
Di dalam satu spesies tertentu, terdapat variasi [keragaman] alamiah dan yang bersifat kebetulan. Sebagai contoh sejumlah sapi lebih besar daripada yang lain, sementara sebagian sapi memiliki warna lebih gelap. Seleksi alam memilih sifat-sifat yang menguntungkan. Jadi, proses seleksi alam menyebabkan peningkatan gen-gen yang menguntungkan dalam satu populasi [c], yang menjadikan sifat-sifat populasi itu lebih sesuai untuk lingkungan di sekitarnya. Seiring dengan waktu perubahan-perubahan ini mungkin cukup berarti untuk menyebabkan munculnya spesies baru.
Charles Darwin mengembangkan teorinya di masa ketika ilmu pengetahuan masih terbelakang. Di bawah mikroskop yang masih sederhana seperti ini, makhluk hidup terlihat memiliki bentuk dan rancang bangun yang sangat sederhana. Pemahaman keliru inilah yang menjadi dasar pijakan Darwinisme.

Namun demikian, "teori evolusi melalui seleksi alam" ini memunculkan keraguan sejak awalnya:
1- Apakah "variasi [keragaman] alamiah dan yang bersifat kebetulan" yang dimaksud Darwin? Memang benar bahwa sejumlah sapi berukuran lebih besar daripada yang lain, sementara sebagian memiliki warna lebih gelap, tetapi bagaimana variasi [keragaman] ini dapat memberikan penjelasan bagi keanekaragaman spesies hewan dan tumbuhan?
2- Darwin menegaskan bahwa "Makhluk hidup berevolusi sedikit demi sedikit secara bertahap". Jika demikian, seharusnya sudah pernah ada jutaan makhluk hidup "bentuk peralihan". [d] Namun tidak terdapat bekas dari makhluk teoritis ini dalam catatan fosil. Darwin berpikir keras pada masalah ini, dan akhirnya sampai pada kesimpulan bahwa "penelitian lebih lanjut akan menyediakan bukti fosil-fosil ini".
3- Bagaimana seleksi alam mampu menjelaskan organ-organ rumit, seperti mata, telinga atau sayap? Bagaimana dapat dipercaya bahwa organ-organ ini berkembang tahap demi tahap, sementara harus diingat bahwa organ-organ tersebut akan gagal berfungsi jika satu bagiannya saja hilang?
4- Sebelum memikirkan pertanyaan-pertanyaan ini, simaklah hal berikut ini: Bagaimana organisme pertama, yang disebut Darwin sebagai nenek moyang dari semua spesies, muncul menjadi ada? Mampukah proses alamiah memberikan kehidupan kepada sesuatu yang asalnya benda mati?
Darwin setidaknya sadar akan beberapa pertanyaan ini, sebagaimana dapat dilihat dalam bab yang berjudul "Difficulties of The Theory" [Ganjalan-Ganjalan Teori Ini]. Namun, jawaban yang ia kemukakan tidak memiliki keabsahan ilmiah. H.S. Lipson, ahli fisika Inggris, membuat catatan tentang "ganjalan" Darwin ini sebagai berikut:
Saat membaca The Origin of Species [Asal Usul Spesies], saya menemukan bahwa Darwin sendiri merasa sangat kurang yakin daripada yang seringkali digambarkan orang; bab yang berjudul "Difficulties of The Theory" [Ganjalan-Ganjalan Teori Ini] misalnya, menunjukkan keraguan diri yang nyata. Sebagai seorang ahli fisika, saya amat terganggu terutama terhadap pernyataannya tentang bagaimana mata bisa terbentuk. 1
Darwin menggantungkan semua harapannya pada penelitian ilmiah yang lebih maju, yang diharapnya mampu menghapuskan "ganjalan-ganjalan teori ini". Akan tetapi, berkebalikan dengan harapannya, temuan-temuan ilmiah baru yang lebih banyak malahan semakin memperbesar ganjalan-ganjalan ini.
Masalah asal usul kehidupan
Dalam bukunya, Darwin tidak pernah menyebutkan asal usul kehidupan. Pemahaman kuno ilmu pengetahuan pada masanya mendasarkan pada anggapan bahwa makhluk hidup memiliki bentuk dan rancang bangun yang sangat sederhana. Sejak abad pertengahan, spontaneous generation [e] [kemunculan secara kebetulan], yakni teori yang menyatakan bahwa benda-benda tak hidup dapat berpadu untuk membentuk makhluk hidup, telah diterima secara luas. Di masa itu dipercayai bahwa serangga muncul menjadi ada dari sisa-sisa makanan. Lebih jauh lagi diyakini bahwa tikus mewujud dari gandum. Sejumlah percobaan menarik dilakukan untuk membuktikan teori ini. Sejumlah gandum diletakkan di atas potongan kain kotor, dan dipercayai bahwa tikus akan muncul pada saatnya nanti.

Louis Pasteur meruntuhkan keyakinan bahwa kehidupan dapat dimunculkan dari unsur-unsur benda tak hidup.
Demikian juga, kenyataan bahwa belatung muncul dari daging dipercaya sebagai bukti dari spontaneous generation [kemunculan secara kebetulan]. Namun, beberapa waktu kemudian barulah disadari bahwa belatung tidak tiba-tiba muncul dengan sendirinya dari daging, tetapi terbawa oleh lalat dalam bentuk larva [f], yang tak terlihat oleh mata telanjang.
Bahkan pada masa ketika The Origin of Species [Asal Usul Spesies] karya Darwin ditulis, keyakinan bahwa bakteri dapat mewujud dari benda mati masih tersebar luas.
Namun demikian, lima tahun setelah penerbitan buku Darwin, Louis Pasteur mengumumkan hasil-hasil penelitian dan pecobaan panjangnya, yang membuktikan kekeliruan spontaneous generation [kemunculan secara kebetulan], satu dasar berpijak dari teori Darwin. Dalam kuliah kemenangannya di Sorbonne tahun 1864, Pasteur mengatakan, "Doktrin spontaneous generation [kemunculan secara kebetulan] tidak akan pernah bangkit lagi dari pukulan telak mematikan dari percobaan sederhana ini". 2
Para pendukung teori evolusi tetap menolak mengakui temuan Pasteur untuk waktu lama. Namun, saat kemajuan ilmiah menyingkap bentuk dan rancang bangun rumit dari sel, gagasan bahwa kehidupan dapat dengan sendirinya muncul menjadi ada secara kebetulan tanpa disengaja, menghadapi kebuntuan yang semakin besar. Kita akan mengkaji masalah ini secara lebih rinci dalam buku ini.
Masalah penurunan sifat (genetika)
Hal lain yang menjadi masalah bagi teori Darwin adalah penurunan sifat. Pada masa ketika Darwin mengembangkan teorinya, pertanyaan tentang bagaimana makhluk hidup meneruskan sifat ke keturunannya - yaitu, bagaimana penurunan sifat terjadi - tidaklah dipahami sepenuhnya. Itulah mengapa keyakinan awam bahwa penurunan sifat terjadi melalui perantaraan darah masih diterima luas.
Pengetahuan dangkal tentang penurunan sifat membawa Darwin mendasarkan teorinya pada landasan yang sama sekali salah. Darwin beranggapan bahwa seleksi alam merupakan "mekanisme evolusi". [g] Tetapi ada satu pertanyaan yang tetap tak terjawab: Bagaimana "sifat-sifat menguntungkan" ini terpilih dan diteruskan dari satu keturunan ke keturunan berikutnya? Pada titik ini, Darwin menganut teori Lamarck, yaitu "penurunan sifat-sifat dapatan". Dalam bukunya The Great Evolution Mystery [Misteri Besar Evolusi], Gordon R. Taylor, seorang peneliti yang mendukung teori evolusi, menggambarkan pandangannya bahwa Darwin sangat terpengaruh oleh Lamarck:
Lamarckisme… dikenal sebagai penurunan sifat-sifat dapatan… Sebenarnya, Darwin sendiri cenderung mempercayai bahwa penurunan sifat seperti itu bisa terjadi dan menyebutkan laporan kejadian seseorang yang kehilangan jari-jemarinya dan melahirkan anak tanpa jari… [Darwin], katanya, tidak mengambil satu pemikiran pun dari Lamarck. Hal ini sangat bertolak belakang, karena Darwin berulang kali memainkan gagasan penurunan sifat dapatan dan, jika gagasan ini begitu buruk, Darwinlah yang seharusnya mendapatkan nama buruk daripada Lamarck… Dalam edisi tahun 1859 karyanya, Darwin mengacu pada "perubahan keadaan lingkungan luar" menyebabkan variasi [keragaman] tetapi kemudian keadaan ini dijelaskan sebagai mengarahkan variasi [keragaman] dan bekerjasama dengan seleksi alam dalam mengarahkannya… Setiap tahun ia semakin mengacu kepada faktor penggunaan dan penyia-nyiaan… Pada tahun 1868 ketika ia menerbitkan Varieties of Animals and Plants under Domestication [Varietas Hewan dan Tumbuhan dalam Pembudidayaan] segala contoh tentang penurunan sifat menurut Lamarck ia berikan: seperti seorang laki-laki yang terpotong jari kelingkingnya dan semua anaknya terlahir dengan jari kelingking cacat, serta anak laki-laki yang lahir dengan kulit khitan yang pendek sebagai akibat dari budaya berkhitan secara turun temurun. 3
Namun, pernyataan Lamarck, seperti yang telah kita pahami di atas, dimentahkan oleh hukum penurunan sifat genetik yang ditemukan oleh seorang pendeta dan ahli tumbuhan Austria, Gregor Mendel. Karenanya, gagasan tentang "sifat-sifat yang menguntungkan" tidak memperoleh dukungan. Hukum genetik [penurunan sifat] menunjukkan bahwa sifat-sifat dapatan tidak diturunkan, dan bahwa penurunan sifat terjadi berdasarkan hukum tertentu yang tidak berubah. Hukum ini mendukung pandangan bahwa spesies atau jenis makhluk hidup tetap tidak berubah. Tak menjadi soal, seberapa banyak sapi-sapi yang dilihat oleh Darwin di pasar ternak Inggris menghasilkan keturunan, jenisnya sendiri tidak akan pernah berubah: sapi akan tetap menjadi sapi.


Hukum-hukum genetik [penurunan sifat] yang ditemukan oleh Mendel terbukti berdampak sangat buruk bagi teori evolusi.
Gregor Mendel mengumumkan hukum penurunan sifat yang ia temukan sebagai hasil dari percobaan dan pengamatan yang panjang dalam sebuah makalah ilmiah pada tahun 1865. Tetapi makalah ini baru menarik perhatian dunia ilmiah pada akhir abad tersebut. Hingga awal abad ke-20, kebenaran dari hukum ini telah diterima oleh seluruh masyarakat ilmiah. Ini merupakan kebuntuan besar bagi teori Darwin, yang mencoba mendasarkan gagasan "sifat-sifat menguntungkan" pada teori Lamarck.

Di sini kita harus meluruskan kesalahpahaman umum: Mendel tidak hanya menentang model evolusi Lamarck, tetapi juga Darwin. Sebagaimana tulisan berjudul "Mendel’s Opposition to Evolution and Darwin" [Penentangan Mendel atas Evolusi dan Darwin], yang diterbitkan dalam Journal of Heredity [Jurnal Hereditas], menjelaskan, "Ia [Mendel] sangat memahami The Origin of Species [Asal Usul Spesies] …dan ia menentang teori Darwin; Darwin mendukung munculnya keturunan dengan perubahan melalui seleksi alam, sedangkan Mendel menyokong keyakinan agama tentang penciptaan khusus." 4
Hukum yang ditemukan Mendel menempatkan Darwinisme pada keadaan yang amat sulit. Karena alasan inilah, para ilmuwan yang mendukung Darwinisme berusaha mengembangkan suatu rumusan evolusi lain pada perempat pertama abad ke-20. Maka, lahirlah "neo-Darwinisme" [Darwinisme Baru]. 

UPAYA KERAS NEO-DARWINISME
Sekelompok Ilmuwan yang bersikukuh mempertemukan Darwinisme dengan ilmu genetika, dengan segala cara, berkumpul dalam sebuah pertemuan yang diadakan oleh the Geological Society of America [Perkumpulan Masyarakat Geologi Amerika] pada tahun 1941. Setelah pembicaraan panjang, mereka setuju pada cara untuk membuat penjelasan baru tentang Darwinisme; dan beberapa tahun setelah itu, para ahli menghasilkan sebuah sintesis [rumusan hasil perpaduan] dari berbagai bidang mereka menjadi sebuah teori evolusi yang telah diperbaharui.

Para ilmuwan yang berperan serta dalam membangun teori baru ini termasuk ahli genetika G. Ledyard Stebbins dan Theodosius Dobzhansky, ahli ilmu hewan Ernst Mayr dan Julian Huxley, ahli paleontologi George Gaylord Simpson dan Glenn L. Jepsen, dan ahli genetika matematis Sir Ronald A. Fisher dan Sewall Wright. 5

Untuk menyanggah fakta "stabilitas genetik" (genetic homeostasis)[h], kelompok ilmuwan ini menggunakan gagasan "mutasi", yang telah diperkenalkan oleh ahli botani Belanda Hugo de Vries pada awal abad ke-20. Mutasi adalah kerusakan yang terjadi, untuk alasan yang tidak diketahui, dalam mekanisme penurunan sifat pada makhluk hidup. Organisme yang mengalami mutasi memperoleh bentuk yang tidak lazim, yang menyimpang dari informasi genetik yang mereka warisi dari induknya. Konsep "mutasi acak" diharapkan bisa menjawab pertanyaan tentang asal usul variasi [keragaman] menguntungkan yang menyebabkan makhluk hidup berevolusi sesuai dengan teori Darwin—sebuah kejadian yang Darwin sendiri tidak bisa menjelaskannya, tetapi hanya mencoba menghindarinya dengan mengacu kepada teori Lamarck. Kelompok The Geological Society of America [Perkumpulan Masyarakat Geologi Amerika] menamai teori baru ini, yang dirumuskan dengan menambahkan gagasan mutasi pada teori seleksi alam Darwin, sebagai "teori evolusi sintesis" atau "sintesis modern". Dalam waktu singkat, teori ini menjadi dikenal dengan nama "neo-Darwinisme" dan pendukungnya sebagai "neo-Darwinis."

Para perumus Neo-Darwinisme: Theodosius Dobzhansky, Ernst Mayr, dan Julian Huxley.

Namun terdapat sebuah masalah besar: Memang benar bahwa mutasi mengubah informasi genetik makhluk hidup, tetapi perubahan ini selalu terjadi dengan dampak merugikan makhluk hidup bersangkutan. Semua mutasi yang teramati menghasilkan makhluk yang cacat, lemah, atau berpenyakit dan, kadangkala, membawa kematian pada makhluk tersebut. Oleh karena itu, dalam upaya untuk mendapatkan contoh "mutasi-mutasi menguntungkan" yang memperbaiki informasi genetik pada makhluk hidup, neo-Darwinis melakukan banyak percobaan dan pengamatan. Selama puluhan tahun, mereka melakukan percobaan mutasi pada lalat buah dan berbagai spesies lainnya. Namun tak satu pun dari percobaan ini memperlihatkan mutasi yang memperbaiki informasi genetik pada makhluk hidup.

Saat ini permasalahan mutasi masih menjadi kebuntuan besar bagi Darwinisme. Meskipun teori seleksi alam menganggap mutasi sebagai satu-satunya sumber dari "perubahan menguntungkan", tidak ada mutasi dalam bentuk apa pun yang teramati yang benar-benar menguntungkan (yaitu, yang memperbaiki informasi genetik). Dalam bab selanjutnya, kita akan mengkaji permasalahan ini secara rinci. 

Satu kebuntuan lain bagi neo-Darwinis datang dari catatan fosil. Bahkan pada masa Darwin, fosil telah menjadi rintangan yang penting bagi teori ini. Sementara Darwin sendiri mengakui tak adanya fosil "spesies peralihan", dia juga meramalkan bahwa penelitian selanjutnya akan menyediakan bukti atas bentuk peralihan yang hilang ini. Namun, meskipun semua upaya keras para pakar fosil telah dikerahkan, catatan fosil tetap menjadi rintangan besar bagi teori ini. Satu persatu, gagasan semacam "organ peninggalan", "rekapitulasi embriologi" dan "homologi" kehilangan arti pentingnya oleh penemuan-penemuan ilmiah terbaru. Semua permasalahan ini diuraikan dengan lebih lengkap pada bab-bab selanjutnya dari buku ini.

SEBUAH TEORI DALAM KRISIS
Kita baru saja mengupas secara singkat kebuntuan yang ditemui Darwinisme sejak hari pertama teori tersebut dikemukakan. Kini kita akan mulai mengkaji betapa besarnya kebuntuan ini. Dengan melakukan ini, tujuan kami adalah menunjukkan bahwa teori evolusi bukanlah kebenaran ilmiah yang tak terbantahkan, seperti anggapan banyak orang atau sebagaimana yang mereka ajarkan kepada orang lain. Sebaliknya, terdapat pertentangan mencolok ketika teori evolusi dihadapkan dengan penemuan-penemuan ilmiah dalam berbagai bidang seperti asal usul kehidupan, genetika populasi, anatomi perbandingan, ilmu fosil, dan biokimia. Singkatnya, evolusi adalah sebuah teori yang sedang dilanda "krisis." 


Michael Denton
Itulah gambaran yang diberikan oleh Prof. Michael Denton, seorang ahli biokimia Australia dan seorang penyanggah terkenal terhadap Darwinisme. Dalam bukunya Evolution: A Theory in Crisis [Evolusi: Sebuah Teori dalam Krisis] (1985), Denton menguji teori ini ditinjau dari berbagai cabang ilmu, dan menyimpulkan bahwa teori seleksi alam sangatlah jauh dari memberikan penjelasan bagi kehidupan di bumi. 6 Tujuan Denton dalam mengajukan sanggahannya bukanlah untuk menunjukkan kebenaran dari pandangan lain, tetapi hanya membandingkan Darwinisme dengan fakta-fakta ilmiah. Selama dua dasawarsa terakhir, banyak ilmuwan lain menerbitkan karya-karya penting yang mempertanyakan keabsahan teori evolusi Darwin.

Dalam buku ini, kita akan mengkaji krisis ini. Tak peduli seberapa banyak bukti nyata yang diberikan, sebagian pembaca mungkin tidak bersedia melepaskan keberpihakan mereka, dan akan tetap bertahan dengan teori evolusi. Namun, membaca buku ini masih akan bermanfaat bagi mereka, karena ini akan membantu mereka melihat keadaan sebenarnya dari teori yang mereka yakini tersebut, di hadapan penemuan-penemuan ilmiah.
----------------------------------
[Catatan]:

a] Kompleks: tidak sederhana, terdiri dari berbagai macam bagian yang saling berhubungan. X
b] Naturalis: seseorang yang memiliki ketertarikan di bidang pengetahuan tentang tumbuhan atau hewan. X
c] Populasi: sekelompok individu-individu dari spesies makhluk hidup yang sama yang menghuni suatu daerah tertentu. X
d] Bentuk peralihan: makhluk hidup yang diduga oleh evolusionis pernah hidup di masa lampau yang memiliki bentuk perpaduan antara bentuk nenek moyang dan bentuk turunan evolusinya. X
e] Spontaneous generation: nama lain dari abiogenesis, autogenesis, yakni teori yang mengatakan bahwa makhluk hidup berasal dari benda tak hidup. X
f] Larva: bentuk muda dari hewan-hewan yang mengalami metamorfosis untuk menjadi bentuk dewasa, misalnya: belatung lalat. X
g] Mekanisme evolusi: serangkaian peristiwa atau cara yang menyebabkan terjadinya evolusi. X
h] Genetic homeostasis: kecenderungan gen-gen untuk tetap dan bertahan dari perubahan. X
----------------
MEKANISME DARWINISME

Menurut teori evolusi, makhluk hidup muncul menjadi ada melalui berbagai kebetulan, dan berkembang lebih jauh sebagai sebuah hasil dari berbagai dampak yang tidak disengaja. Sekitar 3,8 miliar tahun lalu, ketika makhluk hidup tidak ada di bumi, makhluk bersel satu sederhana (prokaryota) pertama muncul. Seiring dengan perjalanan waktu, sel-sel yang lebih kompleks (eukaryota) dan organisme bersel banyak muncul menjadi ada. Dengan kata lain, menurut Darwinisme, kekuatan alam membangun unsur-unsur benda mati sederhana hingga membentuk rancangan sangat rumit dan sempurna.

Dalam menilai pernyataan ini, seseorang pertama harus mengkaji apakah kekuatan semacam itu benar-benar ada di alam. Lebih jelas lagi, apakah benar-benar ada mekanisme alam yang mampu menghasilkan evolusi sesuai dengan pemaparan Darwin? 

Model neo-Darwinis, yang akan kita ambil sebagai penjelasan teori evolusi yang paling banyak dianut saat ini, menyatakan bahwa kehidupan berevolusi melalui dua mekanisme alamiah: seleksi alam dan mutasi. Pada dasarnya teori ini menekankan bahwa seleksi alam dan mutasi adalah dua mekanisme yang saling melengkapi. Sumber dari perubahan secara evolusi terdapat pada mutasi acak yang terjadi pada struktur genetik makhluk hidup. Sifat yang dihasilkan dari mutasi ini kemudian dipilah dengan mekanisme seleksi alam, dan melalui cara inilah makhluk hidup berevolusi. Akan tetapi jika kita kaji lebih dalam teori ini, kita akan menemukan bahwa tidak ada mekanisme evolusi seperti itu. Baik seleksi alam maupun mutasi tidak dapat menyebabkan spesies yang berbeda berkembang menjadi spesies lain, dan pernyatan bahwa kedua mekanisme ini mampu melakukan hal tersebut benar-benar tidak berdasar.

SELEKSI ALAM
Gagasan tentang seleksi alam adalah landasan utama Darwinisme. Pernyataan ini ditegaskan bahkan pada judul buku di mana Darwin mengajukan teorinya: The Origin of Species, by means of Natural Selection [Asal usul Spesies, melalui Seleksi Alam]…
Seleksi alam didasarkan pada anggapan bahwa di alam terdapat persaingan yang tiada hentinya untuk mempertahankan kelangsungan hidup. Persaingan ini cenderung berpihak pada makhluk-makhluk dengan sifat-sifat yang paling menjadikan mereka mampu bertahan terhadap tekanan yang berasal dari lingkungan. Pada akhir persaingan ini, yang terkuat, yang paling sesuai dengan keadaan alam, akan bertahan hidup. Sebagai contoh, pada sekawanan rusa yang berada di bawah ancaman pemangsa, mereka yang mampu berlari lebih cepat secara alamiah akan tetap bertahan hidup. Hasilnya, kawanan rusa tersebut pada akhirnya hanya akan terdiri dari rusa-rusa yang mampu berlari cepat.

Meskipun demikian, betapapun lamanya peristiwa ini berlangsung, ini tidak akan mengubah rusa tersebut menjadi hewan jenis lain. Rusa lemah akan tersingkirkan, yang kuat tetap bertahan hidup, tetapi, karena tidak ada perubahan yang terjadi pada data genetik mereka, perubahan spesies pun tidak akan terjadi. Meskipun proses seleksi ini terjadi terus-menerus, rusa tetap akan menjadi rusa. 

Contoh tentang rusa tersebut berlaku untuk semua spesies. Dalam populasi mana pun, seleksi alam hanya menyingkirkan yang lemah, atau individu yang tidak cocok yang tidak mampu menyesuaikan diri dengan keadaan alam di tempat tinggal mereka. Seleksi alam tidak menghasilkan spesies baru, informasi genetik baru, atau organ baru. Artinya, seleksi alam tidak bisa menyebabkan apa pun berevolusi. Darwin pun menerima fakta ini, dengan mengatakan bahwa "Seleksi alam tidak mampu berbuat apa pun hingga perbedaan individu atau variasi [keragaman] yang menguntungkan terjadi."7 Itulah mengapa neo-Darwinisme harus menambahkan ke dalam teori seleksi alam mekanisme mutasi sebagai faktor yang mengubah informasi genetik .
Kita akan membahas mutasi di bagian selanjutnya. Namun sebelum melangkah lebih jauh, kita perlu mengkaji lebih dalam gagasan tentang seleksi alam untuk melihat pertentangan yang sangat melekat di dalamnya. 

PERSAINGAN UNTUK MEMPERTAHANKAN KELANGSUNGAN HIDUP?


Darwin telah terpengaruh oleh Thomas Malthus ketika mengembangkan teorinya mengenai persaingan untuk mempertahankan kelangsungan hidup. Namun, segenap pengamatan dan percobaan membuktikan bahwa Malthus keliru.
Anggapan mendasar dari teori seleksi alam adalah bahwa terdapat persaingan sengit untuk mempertahankan kelangsungan hidup di alam, dan setiap makhluk hidup hanya mempedulikan dirinya sendiri. Pada saat Darwin mengajukan teori ini, pemikiran Thomas Malthus, seorang ahli ekonomi terkenal Inggris, berpengaruh penting pada dirinya. Malthus menyatakan bahwa manusia tak terhindarkan dari persaingan dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya. Ia mendasari pandangannya pada kenyataan bahwa populasi, yang berarti pula kebutuhan akan sumber makanan, bertambah menurut deret ukur, sementara sumber makanan itu sendiri bertambah menurut deret hitung. Alhasil, ukuran populasi mau tak mau akan dibatasi oleh faktor-faktor lingkungan, seperti kelaparan dan penyakit. Darwin menerapkan pandangan Malthus tentang persaingan sengit untuk kelangsungan hidup antar manusia ini pada alam kehidupan secara luas, dan menyatakan bahwa "seleksi alam" adalah sebuah akibat dari persaingan ini.

Namun, penelitian lebih lanjut mengungkapkan bahwa tidak terdapat persaingan untuk hidup di alam sebagaimana Darwin rumuskan. Sebagai hasil dari penelitian menyeluruh terhadap kelompok-kelompok hewan pada tahun 1960-an hingga 1970-an, V. C. Wynne-Edwards, seorang ahli ilmu hewan Inggris, menyimpulkan bahwa makhluk hidup menyeimbangkan populasi mereka melalui suatu cara yang menarik, yang mencegah persaingan untuk memperoleh makanan. Kelompok-kelompok hewan secara sederhana mengatur populasi mereka berdasarkan ketersediaan jumlah makanan mereka. Populasi diatur tidak melalui penyingkiran yang lemah melalui hal-hal seperti wabah penyakit atau kelaparan, tetapi oleh sebuah mekanisme pengatur naluriah. Dengan kata lain, hewan mengatur jumlah mereka tidak dengan persaingan sengit, sebagaimana dikemukakan Darwin, tetapi dengan membatasi perkembangbiakan. 8

Bahkan tumbuh-tumbuhan memperlihatkan contoh pengaturan populasi, yang menggugurkan pernyataan Darwin tentang seleksi melalui persaingan. Pengamatan seorang ahli ilmu tumbuhan, A. D. Bradshaw, menunjukkan bahwa selama berkembang biak, tumbuhan menyesuaikan diri dengan "kepadatan" penanaman, dan membatasi perkembangbiakan mereka jika daerah itu telah penuh dengan tumbuhan.9 Di lain pihak, contoh-contoh tentang pengorbanan yang teramati pada hewan-hewan seperti semut dan lebah memperlihatkan sebuah gambaran yang sama sekali bertentangan dengan gagasan persaingan untuk kelangsungan hidup menurut Darwinis.

Dalam beberapa tahun terakhir, penelitian telah mengungkap penemuan mengenai "pengorbanan diri" pada bakteri sekalipun. Makhluk hidup tanpa otak atau sistem saraf ini, yang sama sekali tak berkemampuan untuk berpikir, membunuh diri mereka sendiri untuk menyelamatkan bakteri lain ketika diri mereka terjangkiti oleh virus. 10

Contoh-contoh ini pastilah menggugurkan anggapan dasar dari seleksi alam: persaingan mutlak untuk mempertahankan kelangsungan hidup. Memang benar terdapat persaingan di alam; akan tetapi terdapat pula gambaran yang jelas tentang "pengorbanan diri" dan "kesetiakawanan".

PENGAMATAN DAN PERCOBAAN
Selain kelemahan secara teori sebagaimana tersebut di atas, teori evolusi melalui seleksi alam kembali menemui kebuntuan mendasar ketika berhadapan dengan penemuan-penemuan ilmiah yang nyata. Nilai ilmiah sebuah teori harus dikaji berdasarkan berhasil atau tidaknya teori ini dalam percobaan dan pengamatan. Evolusi melalui seleksi alam gagal dalam keduanya.

Sejak masa Darwin, tidak pernah ada sepotong bukti pun yang dikemukakan untuk menunjukkan bahwa seleksi alam menyebabkan makhluk hidup berevolusi. Colin Patterson, seorang ahli fosil terkemuka di Museum Sejarah Alam Inggris di London yang juga seorang evolusionis terkemuka, menegaskan bahwa seleksi alam belum pernah teramati memiliki kemampuan untuk menyebabkan sesuatu berevolusi:
Tak seorang pun pernah menghasilkan satu spesies melalui mekanisme seleksi alam. Tak seorang pun pernah mendekatinya, dan kebanyakan dari perdebatan saat ini di dalam neo-Darwinisme adalah seputar pertanyaan ini. 11
Pierre-Paul Grassé, ahli ilmu hewan terkenal Prancis yang juga penyanggah Darwinisme, melontarkan perkataan berikut dalam Evolution and Natural Selection [Evolusi dan Seleksi Alam], yang merupakan satu bab dari bukunya The Evolution of Living Organisms [Evolusi Makhluk Hidup]:
"Evolusi yang sedang berlangsung" yang dikemukakan J. Huxley dan ahli biologi lainnya hanyalah pengamatan atas fakta-fakta demografi, keragaman genotip[j] dalam suatu wilayah tertentu, dan sebaran geografis. Seringkali spesies yang diamati hampir tidak berubah selama ratusan abad! Keragaman yang ditimbulkan oleh berbagai keadaan, dengan didahului perubahan genom[k], tidak berarti evolusi, dan kita memiliki bukti nyata atas hal ini pada banyak spesies panchronic [yaitu fosil hidup yang tetap tidak berubah selama jutaan tahun]. 12
Sebuah tinjauan lebih dekat pada beberapa "contoh yang teramati dari seleksi alam" yang disajikan oleh para ahli biologi yang mendukung teori evolusi, akan mengungkapkan bahwa, pada kenyataannya, mereka tidak menyediakan bukti apa pun bagi evolusi.

KISAH SEBENARNYA TENTANG MELANISME INDUSTRI
Ketika sumber-sumber tulisan evolusionis dikaji, seseorang pasti akan melihat bahwa contoh ngengat di Inggris selama Revolusi Industri dikutip sebagai contoh evolusi melalui seleksi alam. Hal ini dikemukakan sebagai contoh paling nyata dari evolusi yang teramati, dalam buku-buku acuan, majalah dan bahkan sumber-sumber di lembaga pendidikan tinggi. Namun pada kenyataanya, contoh tersebut tidak ada kaitannya sama sekali dengan evolusi. 

Pertama, mari kita mengingat kembali apa yang dikatakan: Menurut pemaparan ini, menjelang kemunculan Revolusi Industri di Inggris, warna kulit pohon di sekitar Manchester cukup terang. Oleh sebab itu, ngengat berwarna gelap yang hinggap di pohon itu akan lebih mudah terlihat oleh burung yang memangsa mereka, dan karenanya mereka berkemungkinan kecil untuk bertahan hidup. Lima puluh tahun kemudian, di daerah-daerah yang dipenuhi pepohonan di mana polusi industri telah membunuh lumut kerak, kulit pohon menjadi lebih gelap, dan sekarang ngengat berwarna terang menjadi paling banyak diburu, karena mereka paling mudah terlihat. Akibatnya, perbandingan antara ngengat berwarna terang dengan berwarna gelap menurun. Evolusionis mempercayai hal ini sebagai satu bukti besar bagi teori mereka. Mereka berlindung dan menghibur diri dengan bangga, menunjukkan bagaimana ngengat berwarna terang "berevolusi" menjadi ngengat berwarna gelap.

Gambar di samping menunjukkan pohon-pohon dengan ngengat yang hinggap di atasnya sebelum Revolusi Industri, dan gambar bawah menunjukkan keadaan sesudahnya. Karena pohon-pohon ini menjadi lebih gelap warnanya, burung-burung dapat lebih mudah menangkap ngengat berwarna terang sehingga jumlah ngengat ini berkurang. Akan tetapi, ini bukan contoh “evolusi”, sebab tidak ada spesies baru yang muncul. Yang terjadi hanyalah berubahnya perbandingan dua ragam ngengat yang sudah ada sejak awal; dan dua ragam ngengat ini termasuk dalam satu spesies ngengat yang juga memang sudah ada sebelumnya.

Namun demikian, walaupun kita percaya bahwa kenyataan ini benar, seharusnya sudah jelas sekali bahwa ngengat-ngengat ini tidak dapat dijadikan bukti apa pun bagi teori evolusi, karena tidak ada kemunculan bentuk baru yang sebelumnya tidak ada. Ngengat berwarna gelap telah ada dalam populasi ngengat sebelum Revolusi Industri. Hanya perbandingan antar varietas[l] [ragam] ngengat yang sudah ada saja yang berubah. Ngengat tidak memperoleh suatu sifat atau organ baru, yang menyebabkan "spesiasi" [pembentukan spesies baru melalui evolusi]. 13 Agar satu spesies ngengat berubah menjadi satu spesies makhluk hidup lain, misalnya burung, harus ada penambahan baru pada gen-gennya. Artinya, sebuah program genetik yang benar-benar berbeda harus dimasukkan agar memuat informasi tentang ciri-ciri fisik dari burung. 

Ini adalah jawaban atas kisah evolusionis tentang Melanisme Industri. Namun, masih ada sisi yang lebih menarik dari kisah ini: Tidak hanya penjelasannya, tetapi kisah itu sendiri tidak sepenuhnya benar. Sebagaimana yang dipaparkan ahli biologi molekuler Jonathan Wells dalam bukunya Icons of Evolution [Lambang-Lambang Evolusi], cerita ngengat berbintik ini, yang dimasukkan pada setiap buku biologi evolusi dan karenanya telah menjadi sebuah "lambang" dalam pengertian ini, tidak mencerminkan kebenaran. Wells mengkaji di dalam bukunya bagaimana percobaan Bernard Kettlewell, yang dikenal sebagai "bukti percobaan" tentang hal tersebut, sebenarnya merupakan skandal ilmiah. Sejumlah unsur mendasar dari skandal ini adalah:
  • Banyak percobaan yang dilakukan setelah Kettlewell mengungkap bahwa hanya ada satu ragam dari ngengat ini yang hinggap pada batang pokok pohon, dan semua ragam lainnya lebih suka hinggap di bawah dahan-dahan kecil yang mendatar. Sejak tahun 1980 menjadi teranglah bahwa ngengat berbintik umumnya tidak hinggap pada batang pokok pohon. Selama 25 tahun kerja di lapang, banyak ilmuwan seperti Cyril Clarke dan Rory Howlett, Michael Majerus, Tony Liebert, dan Paul Brakefield menyimpulkan bahwa dalam percobaan Kettlewell, ngengat-ngengat dipaksa berperilaku tidak lazim, karenanya, hasil percobaan tersebut tidak bisa diterima secara ilmiah. 14
  • Para Ilmuwan yang menguji kesimpulan Kettlewell muncul dengan hasil yang bahkan lebih menarik: Walaupun jumlah ngengat berwarna terang diperkirakan akan lebih banyak di daerah-daerah yang kurang terkena polusi di Inggris, ngengat berwarna gelap di sana jumlahnya empat kali lebih banyak dari yang terang. Ini berarti tidak terdapat hubungan antara populasi ngengat dan batang pokok pohon seperti yang dinyatakan Kettlewell dan diulang-ulang oleh hampir semua sumber evolusionis.
Ketika pengujian diperdalam, besarnya skandal ini semakin nyata: "Ngengat pada batang pohon" yang dipotret oleh Kettlewell, sebenarnya adalah ngengat mati. Kettlewell menggunakan ngengat mati yang direkatkan atau ditusukkan pada batang pokok pohon dan kemudian memotretnya. Pada kenyataannya, sulit sekali untuk mengambil gambar seperti itu karena ngengat tidak hinggap di batang pokok pohon, melainkan di permukaan bawah dari dedaunan. 15

Kenyataan-kenyataan ini diungkapkan oleh masyarakat ilmiah baru di akhir 1990-an. Runtuhnya kisah Melanisme Industri, yang telah menjadi salah satu bahasan paling penting dalam kuliah-kuliah "Mengenal Evolusi" di berbagai universitas selama puluhan tahun, sangat mengecewakan para evolusionis. Salah satu dari mereka, Jerry Coyne, bertutur:
Reaksi saya sendiri mirip dengan kekecewaan yang menyertai temuan saya, pada umur 6 tahun, bahwa ternyata ayah sayalah dan bukan Santa yang membawa hadiah pada Malam Natal. 16
Demikianlah, "contoh paling terkenal dari seleksi alam" telah terbuang ke tumpukan sampah sejarah sebagai sebuah skandal ilmiah—sebuah hal yang tak terhindarkan, karena, berkebalikan dengan apa yang dinyatakan evolusionis, seleksi alam bukanlah sebuah "mekanisme evolusi".
Singkatnya, seleksi alam tidak mampu menambahkan organ baru pada makhluk hidup, atau menghilangkan salah satunya, ataupun mengubah organisme dari satu spesies menjadi spesies lain. Bukti "terbesar" yang dikemukakan sejak masa Darwin hanya beranjak tidak lebih jauh dari "Melanisme Industri" ngengat di Inggris.

MENGAPA SELEKSI ALAM TIDAK MAMPU MENJELASKAN KOMPLEKSITAS
Seperti yang kami tunjukkan pada bagian awal, masalah terbesar bagi teori evolusi melalui seleksi alam adalah ketidakmampuannya memunculkan organ atau sifat baru pada makhluk hidup. Seleksi alam tidak bisa mengembangkan data genetik suatu spesies; karenanya, seleksi alam tidak dapat digunakan untuk menjelaskan kemunculan spesies baru. Pembela terbesar teori Punctuated Equilibrium [Keseimbangan Tersela][m], Stephen Jay Gould, menyatakan kebuntuan seleksi alam ini sebagai berikut:
Intisari Dawinisme terdapat dalam sebuah kalimat tunggal: seleksi alam adalah daya cipta yang menggerakkan perubahan secara evolusi. Tak seorang pun menyangkal bahwa seleksi alam akan memainkan peran negatif dengan menyingkirkan yang lemah. Teori Darwin mensyaratkan seleksi alam menciptakan yang kuat juga. 17
Cara menyesatkan lainnya yang diterapkan para evolusionis dalam masalah seleksi alam adalah usaha mereka untuk menghadirkan mekanisme ini sebagai sebuah perancang cerdas. Namun, seleksi alam tidak memiliki kecerdasan. Seleksi alam tidak memiliki kehendak yang dapat menentukan mana yang baik dan buruk bagi makhluk hidup. Akibatnya, seleksi alam tidak bisa menjelaskan sistem-sistem dan organ-organ biologis yang memiliki "kompleksitas [kerumitan] yang tak tersederhanakan ". Sistem-sistem dan organ-organ ini tersusun atas banyak bagian yang bekerja sama, dan tidak akan berguna jika satu saja bagiannya hilang atau rusak. (Sebagai contoh, mata manusia tidak akan berfungsi kecuali jika mata tersebut memiliki semua bagiannya secara utuh).

Oleh karena itu, kehendak yang menyatukan semua bagian ini seharusnya mampu memperkirakan masa depan dan secara langsung mengarahkan pada manfaat yang akan didapat pada tahapan terakhirnya. Karena seleksi alam tidak memiliki kesadaran atau kehendak, seleksi alam tidak dapat melakukan hal seperti itu. Fakta ini, yang menghancurkan dasar berpijak teori evolusi, juga mengkhawatirkan Darwin, yang menulis: "Jika dapat dibuktikan bahwa ada organ kompleks, yang tidak mungkin dapat terbentuk melalui banyak perubahan kecil bertahap, maka teori saya akan sepenuhnya runtuh." 18

MUTASI
Kaki yang cacat, hasil mutasi.
Mutasi diartikan sebagai kerusakan atau penggantian yang terjadi pada molekul DNA, yang ditemukan dalam inti sel dari setiap makhluk hidup dan memuat seluruh informasi genetik darinya. Kerusakan atau penggantian ini diakibatkan oleh pengaruh-pengaruh luar seperti radiasi atau reaksi kimiawi. Setiap mutasi adalah sebuah "kecelakaan", dan merusak atau mengubah kedudukan nukleotida-nukleotida penyusun DNA. Hampir selalu, mereka menyebabkan kerusakan dan perubahan yang sedemikian besar sehingga sel tidak bisa memperbaikinya. 

Mutasi, yang sering dijadikan tempat berlindung evolusionis, bukanlah sebuah tongkat sulap yang bisa mengubah makhluk hidup ke bentuk yang lebih maju dan sempurna. Dampak langsung dari mutasi adalah membahayakan. Perubahan-perubahan yang dihasilkan oleh mutasi hanya akan serupa dengan apa yang dialami penduduk Hiroshima, Nagasaki, dan Chernobyl: yaitu kematian, cacat, dan kelainan tubuh…

Alasan di balik ini sangatlah sederhana: DNA memiliki bentuk dan rancang bangun yang sangat kompleks, dan perubahan-perubahan acak hanya akan merusaknya. Ahli biologi B. G. Ranganathan menyatakan:
Pertama, mutasi asli sangat jarang terjadi di alam. Kedua, kebanyakan mutasi adalah berbahaya karena terjadi secara acak, dan bukan perubahan-perubahan tertata pada struktur gen-gen; setiap perubahan acak apa pun dalam suatu sistem yang tertata sangat rapi hanya akan memperburuk, bukan memperbaiki. Sebagai contoh, jika gempa bumi mengguncang struktur yang tertata rapi seperti gedung, akan terjadi perubahan acak pada kerangka bangunan tersebut yang, dapat dipastikan, tidak akan merupakan suatu perbaikan. 19
Tidak mengherankan, tak satu pun mutasi bermanfaat telah teramati sejauh ini. Semua mutasi telah terbukti berbahaya. Ilmuwan evolusionis, Warren Weaver, mengulas laporan yang disusun oleh Committee on Genetic Effects of Atomic Radiation [Komite Dampak Genetik dari Radiasi Atom], yang dibentuk untuk menyelidiki mutasi yang mungkin terjadi akibat senjata nuklir yang digunakan pada Perang Dunia Kedua:
Banyak yang akan tercengang oleh pernyataan bahwa hampir semua gen termutasi yang telah dikenal ternyata membahayakan. Sebab mutasi adalah bagian yang sangat diperlukan dari proses evolusi. Bagaimana mungkin suatu pengaruh baik—[dengan kata lain] evolusi ke bentuk kehidupan yang lebih tinggi—dihasilkan dari mutasi yang hampir semuanya membahayakan? 20
Setiap usaha yang dilakukan untuk "menghasilkan mutasi yang bermanfaat" berakhir dengan kegagalan. Selama puluhan tahun, evolusionis melakukan berbagai percobaan untuk menghasilkan mutasi pada lalat buah, karena serangga ini berkembang biak sedemikian cepat sehingga mutasi akan lebih cepat terlihat. Keturunan demi keturunan lalat buah ini dimutasikan, namun tak satu pun mutasi bermanfaat yang teramati. Ahli genetika evolusionis, Gordon Taylor, akhirnya menulis:
Sejak awal abad ke-20, ahli biologi evolusi telah mencari-cari contoh mutasi menguntungkan dengan menciptakan lalat mutan [lalat hasil mutasi]. Tetapi, usaha keras ini selalu menghasilkan makhluk yang berpenyakit dan cacat. Gambar kiri menunjukkan kepala seekor lalat buah yang wajar, dan gambar kanan menunjukkan kepala lalat buah dengan kaki yang keluar darinya, akibat mutasi.
Adalah sebuah kenyataan menarik, tetapi tidak sering disebutkan bahwa, meskipun para ahli genetika telah mengembangbiakkan lalat buah selama 60 tahun atau lebih di laboratorium-laboratorium seluruh dunia—lalat yang menghasilkan keturunan baru setiap sebelas hari—mereka belum pernah melihat munculnya satu spesies baru atau bahkan satu enzim baru. 21

Katak mutan terlahir dengan kaki pincang.
Peneliti lainnya, Michael Pitman, bertutur tentang kegagalan percobaan-percobaan yang dilakukan pada lalat buah:
Morgan, Goldschmidt, Muller, dan para ahli genetika lain telah memperlakukan keturunan demi keturunan lalat buah dalam pengaruh panas, dingin, terang, gelap yang berlebihan, dan perlakuan dengan zat kimia serta radiasi. Segala bentuk mutasi, yang semuanya hampir tak berdampak atau benar-benar merusak, telah dihasilkan. Inikah evolusi buatan manusia? Tidak juga: Sejumlah kecil dari binatang mengerikan buatan para ahli genetika tersebut mampu bertahan hidup di luar botol tempat mereka dikembangbiakkan. Pada kenyataannya mutan-mutan tersebut mati, mandul, atau cenderung kembali ke jenis asalnya. 22
Hal yang sama berlaku bagi manusia. Semua mutasi yang teramati pada manusia menghasilkan kerugian. Semua mutasi yang terjadi pada manusia berakibat pada cacat tubuh, penyakit seperti mongolisme[n], sindroma Down[o], albinisme[p], cebol atau kanker. Jelaslah, sebuah proses yang membuat manusia cacat atau sakit tidak mungkin dianggap sebagai "mekanisme evolusi" - evolusi seharusnya menghasilkan bentuk-bentuk yang lebih baik dan lebih sesuai untuk mempertahankan kelangsungan hidup.

Lalat mutan dengan sayap cacat.
Ahli ilmu penyakit asal Amerika David A. Demick menulis sebagai berikut dalam sebuah tulisan ilmiah tentang mutasi:
Ribuan penyakit manusia yang berhubungan dengan mutasi genetik telah dicatat pada beberapa tahun terakhir, dan lebih banyak lagi yang sedang dikaji. Sebuah buku rujukan terbaru genetika kedokteran mendaftar sekitar 4.500 penyakit genetik yang berbeda. Sejumlah gejala penyakit menurun yang diketahui berdasarkan ilmu pengobatan di masa sebelum penelitian secara genetika molekuler (seperti sindroma Marfan[q]) ternyata sekarang diketahui heterogen; yaitu berhubungan dengan banyak mutasi yang berbeda… Dengan sederetan penyakit manusia yang disebabkan oleh mutasi ini, apakah dampak baiknya? Dengan ribuan contoh mutasi berbahaya yang sudah ada, tentunya dimungkinkan memperlihatkan beberapa mutasi berguna jika evolusi makro memang benar terjadi. Hal ini diperlukan bukan hanya untuk evolusi ke bentuk lebih kompleks, tapi juga untuk mengurangi dampak buruk dari banyak mutasi berbahaya. Tetapi, ketika tiba saatnya untuk menunjukkan mutasi yang berguna, ilmuwan-ilmuwan evolusionis anehnya bungkam . 23
Satu-satunya contoh "mutasi berguna" yang diberikan oleh ahli biologi evolusi adalah penyakit yang dikenal sebagai sickle cell anemia [anemia sel sabit]. Pada penyakit ini, molekul hemoglobin, yang bertugas membawa oksigen dalam darah, mengalami kerusakan akibat mutasi, dan mengalami perubahan bentuk. Akibatnya, kemampuan molekul hemoglobin untuk mengangkut oksigen benar-benar terganggu. Karena alasan ini, penderita anemia sel sabit mengalami kesulitan bernapas yang semakin parah. Namun demikian, contoh mutasi ini, yang dijabarkan dalam bab kelainan darah pada buku-buku acuan di bidang kedokteran, anehnya dinilai oleh sebagian ahli biologi evolusi sebagai "mutasi berguna". Mereka mengatakan bahwa kekebalan hingga tingkat tertentu terhadap malaria pada penderita anemia sel sabit adalah sebuah "hadiah" dari evolusi. Dengan alur berpikir yang sama, seseorang bisa saja mengatakan bahwa, karena orang yang terlahir dengan kelumpuhan kaki secara genetik tidak mampu berjalan, dan karenanya selamat dari kematian akibat kecelakaan lalu lintas, maka kelumpuhan kaki genetik tersebut adalah sebuah "sifat genetik yang menguntungkan". Pemikiran seperti ini jelas sama sekali tidak berdasar.

Bentuk dan fungsi sel darah merah mengalami kerusakan akibat anemia sel-sabit. Karenanya, daya ikat oksigen sel berkurang.

Jelaslah bahwa mutasi hanyalah suatu mekanisme yang merusak. Pierre-Paul Grassé, mantan ketua French Academy of Sciences [Lembaga Ilmu Pengetahuan Prancis], menjelaskan dengan gamblang dalam pendapatnya tentang mutasi. Grassé, mengibaratkan mutasi sebagai "membuat sejumlah kesalahan pada huruf-huruf ketika menyalin sebuah tulisan." Dan sebagaimana mutasi, kesalahan huruf tidak dapat menghasilkan suatu informasi baru, tetapi hanya merusak informasi yang telah ada. Grassé menjelaskan kenyataan ini sebagai berikut:
Mutasi, pada satu waktu, terjadi secara terpisah. Mutasi tidak saling melengkapi satu sama lain, ataupun menumpuk pada keturunan berikutnya menuju satu arah tertentu. Mutasi-mutasi itu mengubah apa yang telah ada sebelumnya, tetapi dengan cara yang tidak tertata, bagaimana pun caranya... Segera setelah sejumlah kesemrawutan, meskipun kecil, terjadi pada makhluk yang tertata, maka penyakit, lalu kematian, akan menyusul. Tidak mungkin ada penyatuan antara peristiwa kehidupan dengan kekacauan. 24
Jadi berdasarkan alasan tersebut, seperti yang Grassé kemukakan, "Tidak peduli seberapa banyak terjadi, mutasi tidak menghasilkan satu bentuk evolusi apa pun." 25

DAMPAK PLEIOTROPIK
Bukti terpenting bahwa mutasi hanya membawa pada kerusakan adalah proses penyandian genetik. Hampir semua gen pada makhluk hidup yang sepenuhnya berkembang membawa lebih dari satu macam informasi. Sebagai contoh, satu gen mungkin mengatur sifat tinggi sekaligus warna mata pada organisme itu. Ahli mikrobiologi, Michael Denton, menjelaskan sifat gen pada organisme tingkat tinggi seperti manusia ini, sebagai berikut:
Pengaruh dari gen pada perkembangan secara tak terduga seringkali beragam. Pada tikus rumah, hampir semua gen warna kulit memiliki pengaruh pada ukuran tubuh. Dari tujuh belas mutasi warna mata yang dipicu sinar X pada lalat buah Drosophila melanogaster, empat belas di antaranya mempengaruhi bentuk organ kelamin betina, sifat yang dianggap orang sama sekali tidak berhubungan dengan warna mata. Hampir setiap gen yang telah dipelajari pada organisme tingkat tinggi diketahui mempengaruhi lebih dari satu sistem organ, sebuah dampak beragam yang dikenal sebagai pleiotropi. Seperti pendapat Mayr dalam Population, Species and Evolution [Populasi, Spesies dan Evolusi]: "Terdapat keraguan apakah ada gen yang tidak pleiotropik pada organisme tingkat tinggi." 26
1. Sayap-sayap tidak berkembang.
2. Tungkai belakang tumbuh sewajarnya, namun ruas jari-jemarinya tak berkembang sempurna.
3. Tiada bulu halus yang menutupi permukaan tubuh.
4. Walaupun saluran pernapasan ada, paru-paru dan kantung udara tidak ada.
5. Saluran kemih tidak tumbuh, dan tidak mendorong perkembangan ginjal.

Pada belahan gambar sebelah kiri, kita dapat melihat perkembangan wajar unggas hasil penangkaran, dan belahan gambar kanan menunjukkan pengaruh merugikan dari mutasi pada gen pleiotropik. Pemeriksaan saksama menunjukkan bahwa mutasi pada satu gen saja dapat merusak banyak organ. Bahkan jika kita berpendapat bahwa mutasi dapat berdampak menguntungkan, "pengaruh pleiotropik" akan merusak lebih banyak organ sehingga kerugian yang ditimbulkan lebih besar daripada keuntungannya.
Pada belahan gambar sebelah kiri, kita dapat melihat perkembangan wajar unggas hasil penangkaran, dan belahan gambar kanan menunjukkan pengaruh merugikan dari mutasi pada gen pleiotropik. Pemeriksaan saksama menunjukkan bahwa mutasi pada satu gen saja dapat merusak banyak organ. Bahkan jika kita berpendapat bahwa mutasi dapat berdampak menguntungkan, "pengaruh pleiotropik" akan merusak lebih banyak organ sehingga kerugian yang ditimbulkan lebih besar daripada keuntungannya.

Karena sifat struktur genetik makhluk hidup ini, setiap perubahan tak disengaja karena mutasi, pada gen mana saja dalam DNA, akan berdampak pada lebih dari satu organ. Akibatnya, mutasi ini tidak akan terbatas pada satu bagian tubuh saja, tetapi akan memperlihatkan lebih banyak dampak merusaknya. Bahkan jika satu dari dampak ini ternyata menguntungkan, sebagai hasil dari suatu kebetulan yang sangat jarang terjadi, pengaruh-pengaruh tak terhindarkan dari kerusakan lain yang disebabkannya akan jauh lebih besar daripada manfaat tersebut.

Sebagai rangkuman, ada tiga alasan utama mengapa mutasi tidak memungkinkan terjadinya evolusi:
1- Pengaruh langsung dari mutasi adalah membahayakan: Karena terjadi secara acak, mutasi hampir selalu merusak makhluk hidup yang mengalaminya. Nalar kita mengatakan bahwa campur tangan tanpa sengaja pada sebuah bentuk dan rancang bangun yang sempurna dan kompleks tidak akan memperbaiki rancang bangun tersebut, tetapi malah merusaknya. Dan memang, tidak ada "mutasi berguna" yang pernah teramati.

2- Mutasi tidak menambahkan informasi baru pada DNA suatu organisme: Unsur-unsur penyusun informasi genetik tersebut tercabik dari tempatnya, hancur atau terbawa ke tempat lain. Mutasi tidak dapat menyebabkan makhluk hidup mendapatkan suatu organ atau sifat baru. Mutasi hanya mengakibatkan cacat seperti kaki yang menempel pada punggung atau telinga yang tumbuh keluar dari perut.

3- Agar dapat diwariskan kepada keturunan selanjutnya, mutasi harus terjadi pada sel-sel perkembangbiakan organisme tersebut: Perubahan acak yang terjadi pada sel atau organ tubuh tidak dapat diwariskan ke keturunan berikutnya. Sebagai contoh, mata manusia yang berubah akibat pengaruh radiasi, atau sebab lain, tidak akan diwariskan kepada keturunan berikutnya. 

Bakteri Escherichia coli tak berbeda dengan contoh sejenisnya yang berumur satu miliar tahun. Mutasi yang tak terhitung jumlahnya selama waktu yang panjang ini tidak mendorong ke perubahan struktur apa pun.

Bakteri Escherichia coli tak berbeda dengan contoh sejenisnya yang berumur satu miliar tahun. Mutasi yang tak terhitung jumlahnya selama waktu yang panjang ini tidak mendorong ke perubahan struktur apa pun.
Semua penjelasan yang diberikan di atas menunjukkan bahwa seleksi alam dan mutasi tidak memiliki pengaruh evolusi sama sekali. Sejauh ini, belum ada contoh yang dapat diamati dari "evolusi" yang diperoleh dengan cara ini. Kadang kala, ahli biologi evolusi menyatakan bahwa "mereka tidak bisa mengamati pengaruh evolusi dari mekanisme seleksi alam dan mutasi karena mekanisme ini hanya terjadi dalam jangka waktu yang sangat panjang". Namun, alasan ini, yang hanya merupakan cara mereka menghibur diri, tidaklah berdasar, dalam arti bahwa hal demikian tidak memiliki landasan ilmiah. Selama hidupnya, seorang ilmuwan bisa mengamati ribuan keturunan makhluk hidup dengan masa hidup singkat seperti lalat buah atau bakteri, dan tetap tidak mengamati adanya "evolusi". Pierre-Paul Grassé menyatakan hal berikut tentang sifat alamiah bakteri yang tidak berubah, sebuah kenyataan yang menggugurkan evolusi:
Bakteri… adalah organisme yang, karena jumlah besar mereka, menghasilkan paling banyak mutan. Bakteri… menunjukkan kesetiaan besar pada spesies mereka. Bakteri Escherichia coli, yang mutannya telah dipelajari dengan sangat teliti, adalah contoh terbaik. Pembaca akan setuju bahwa adalah aneh, paling tidak, jika ingin membuktikan evolusi dan mengungkap mekanismenya tapi kemudian memilih bahan untuk penelitian ini suatu makhluk yang pada kenyataannya tidak pernah berubah selama miliaran tahun! Apa gunanya mutasi mereka yang terus menerus, jika tidak [menghasilkan perubahan secara evolusi]? Pada intinya, mutasi pada bakteri dan virus hanyalah perubahan genetik di seputar kedudukan pertengahan; berayun ke kanan, ke kiri, tanpa ada dampak yang berujung pada evolusi. Kecoak, yang merupakan salah satu kelompok serangga paling dikenal yang masih hidup, sedikit banyak tetap tidak berubah sejak zaman Permian, tetapi mereka telah mengalami mutasi sebanyak Drosophila, serangga zaman Tersier. 27
Singkatnya, mustahil bagi makhluk hidup mengalami evolusi, karena tidak terdapat mekanisme di alam yang bisa menyebabkan evolusi. Lebih jauh lagi, kesimpulan ini sesuai dengan bukti catatan fosil, yang tidak menunjukkan adanya proses evolusi, tetapi malah sebaliknya.
----------------------------------
[Catatan]:

j] Genotip: susunan genetik suatu makhluk hidup. X
k] Genom: pelengkap kromosom haploid yang terdapat pada sel sperma, sel telur atau inti sel. X
l] Varietas: ras, subspesies, bagian dari satu spesies, dengan sifat-sifat khas yang tidak cukup memenuhi syarat untuk digolongkan sebagai satu spesies tersendiri. X
m] Punctuated equilibrium: teori yang mengatakan bahwa evolusi terjadi melalui perubahan besar secara cepat; dijelaskan dalam bab selanjutnya dalam buku ini. X
n] Mongolism: X
o] Sindroma Down: kelainan kromosom yang mengakibatkan wajah dan hidung yang rata, jari-jemari pendek dan lebar, lipatan vertikal pada kulit di tepi bagian dalam dari mata, dan gangguan mental. X
p] Albinism: kelainan sejak lahir berupa ketiadaan zat warna atau pigmen pada kulit, mata, dan rambut. X
q] Sindroma Marfan: X
 
---------------------
ASAL USUL SPESIES YANG SEBENARNYA

Ketika buku The Origin of Species Darwin terbit pada tahun 1859, dipercayai bahwa ia telah mengajukan sebuah teori yang dapat menjelaskan keanekaragaman luar biasa pada makhluk hidup. ia telah mengamati bahwa terdapat berbagai keragaman dalam satu spesies. Sebagai contoh, ketika berkeliling pasar ternak di Inggris, ia memperhatikan bahwa terdapat banyak ras sapi yang berbeda-beda, dan bahwa para peternak sapi tersebut memilih dan mengawinkan mereka sehingga menghasilkan ras baru. Mengambil contoh ini sebagai dasar, ia meneruskannya dengan penalaran bahwa "makhluk hidup secara alamiah dapat bervariasi dengan sendirinya," yang berarti bahwa dalam jangka waktu yang lama semua makhluk hidup bisa jadi berasal dari satu nenek moyang yang sama.

Namun, anggapan Darwin tentang "asal usul spesies" ini pada kenyataanya tidak mampu menjelaskan asal usul mereka sama sekali. Berkat perkembangan ilmu genetika, sekarang telah dipahami bahwa peningkatan keanekaragaman dalam satu spesies tidak akan pernah menuntun kepada kemunculan spesies baru. Apa yang diyakini Darwin sebagai "evolusi", sebenarnya adalah "variasi (keragaman)".

Makna Variasi
Variasi, sebuah istilah yang digunakan dalam genetika, berarti sebuah peristiwa genetik yang menyebabkan individu atau kelompok dari satu jenis atau spesies memiliki ciri yang berbeda satu sama lain. Misalnya, semua manusia di bumi pada dasarnya membawa informasi genetik yang sama, namun sebagian bermata sipit, sebagian berambut merah, sebagian berhidung mancung, dan sebagian lain bertubuh pendek, semua tergantung dari seberapa besar potensi keragaman dari informasi genetik ini.

Variasi bukan merupakan bukti bagi evolusi karena variasi tidak lain hanyalah perwujudan dari berbagai kombinasi dari informasi genetik yang telah ada, dan variasi tidak menambahkan ciri baru apapun pada informasi genetik tersebut. Kemudian, pertanyaan penting bagi teori evolusi adalah bagaimana informasi yang benar-benar baru dapat muncul untuk menghasilkan spesies yang baru pula.

Variasi selalu terjadi dalam batas informasi genetik [yang ada]. Dalam ilmu genetika, batasan ini disebut "koleksi gen." Semua sifat yang ada dalam koleksi gen suatu spesies mungkin akan muncul dalam berbagai bentuk karena variasi. Sebagai contoh, sebagai akibat dari variasi, jenis dengan ekor yang lebih panjang atau kaki lebih pendek mungkin akan muncul pada suatu spesies reptilia, karena informasi bagi kedua bentuk kaki-panjang dan kaki-pendek ada dalam kumpulan gen spesies tersebut. Akan tetapi, variasi tidak merubah reptilia menjadi burung dengan menambahkan sayap atau bulu pada mereka, atau dengan merubah metabolisme mereka. Perubahan seperti itu memerlukan penambahan pada informasi genetik makhluk hdup, yang tentunya tidak mungkin terjadi melalui variasi.


Darwin tidak menyadari kenyataan ini ketika ia merumuskan teorinya. Dia berpikir bahwa tidak ada batasan dalam variasi. Dalam sebuah makalah yang ditulisnya pada tahun 1844, ia menyatakan: "Adanya batasan dalam variasi di alam adalah anggapan dari sebagian besar penulis, namun saya tidak bisa menemukan satu kenyataan pun yang mendasari keyakinan ini."28 Dalam The Origin of Species ia menyebutkan berbagai contoh variasi sebagai bukti paling penting bagi teorinya.

Misalnya, menurut Darwin, para peternak yang mengawinkan berbagai ras sapi untuk menghasilkan ras baru yang menghasilkan susu lebih banyak, pada akhirnya akan mengubah mereka menjadi spesies yang berbeda. Gagasan Darwin tentang "variasi tak terbatas" sangat jelas terlihat pada kalimat dari The Origin of Species berikut ini:
Saya tidak melihat adanya masalah pada [gagasan tentang] suatu ras beruang yang berubah, oleh seleksi alam, menjadi lebih [cocok hidup di] laut dalam bentuk dan perilaku mereka, dengan mulut yang semakin melebar, sampai dihasilkan suatu makhluk sebesar paus.29
Alasan mengapa Darwin mengambil contoh yang tidak masuk akal ini adalah karena pemahaman ilmu pengetahuan yang masih kuno pada masanya. Setelah itu, pada abad ke-20, ilmu pengetahuan telah mengajukan prinsip "kestabilan genetik" (homeostasis genetik), berdasarkan hasil percobaan terhadap makhluk hidup. Prinsip ini menyatakan bahwa, karena semua usaha pengawinan untuk mengubah suatu spesies menjadi spesies lain tidak berhasil, terdapat batas tegas antar berbagai spesies makhluk hidup. Ini berarti mustahil bagi peternak untuk mengubah sapi menjadi spesies lain dengan mengawinkan ras-ras yang berbeda di antara mereka, sebagaimana dirumuskan Darwin.
Norman Macbeth, yang menyanggah Darwinisme dalam bukunya Darwin Retried, menyatakan:
Inti permasalahannya adalah apakah makhluk hidup sungguh [mampu] berubah hingga tingkat tak terbatas… Spesies terlihat tetap. Kita semua telah mendengar kekecewaan pemulia yang telah bekerja keras hanya untuk mendapatkan hewan atau tumbuhannya kembali ke bentuk seperti di awal kerja mereka. Meskipun ada usaha keras selama dua atau tiga abad, tetap belum mungkin menghasilkan mawar berwarna biru atau tulip berwarna hitam.30
Luther Burbank, salah seorang pemulia paling ahli, menggambarkan kenyataan ini ketika ia berkata, "terdapat batasan untuk kemungkinan pengembangan, dan batasan ini mengikuti hukum tertentu."31 Dalam artikelnya berjudul "Some Biological Problems with the Natural Selection Theory (Beberapa Masalah Biologis atas Teori Seleksi Alam)," Jerry Bergman berkomentar dengan mengutip ahli biologi Edward Deevey yang menjelaskan bahwa variasi selalu terjadi dalam batas genetik yang tegas:
Deevey menyimpulkan, "Hal-hal luar biasa telah dihasilkan melalui "kawin silang"… tetapi gandum tetaplah gandum, dan bukan anggur, misalnya. Kita tidak mungkin menumbuhkan sayap pada babi sebagaimana juga membuat telur ayam seperti pipa." Contoh yang lebih baru adalah pertambahan rata-rata pada tinggi badan laki-laki yang telah terjadi sejak abad yang lalu. Melalui perawatan kesehatan yang lebih baik (dan mungkin juga seleksi seksual, karena beberapa wanita lebih menyukai pria tinggi sebagai pasangannya) laki-laki telah mencapai catatan tinggi badan dewasa tertinggi selama satu abad terakhir, tetapi pertambahan ini dengan cepat menghilang, menunjukkan bahwa kita telah mencapai batasan kita.32
Singkatnya, variasi hanya membawa perubahan yang tetap dalam batasan informasi genetik suatu spesies; mereka tidak pernah bisa menambahkan suatu data genetik baru kedalamnya. Untuk alasan ini, tidak ada variasi yang bisa dianggap sebagai contoh evolusi. Tidak peduli berapa sering Anda mengawinkan ras anjing atau kuda yang berbeda, hasil akhinya akan tetap anjing atau kuda, tanpa kemunculan spesies baru. Ilmuwan Denmark, W.L. Johansen, menyimpulkan permasalahan ini sebagai berikut:
Variasi yang ditekankan oleh Darwin dan Wallace tidak bisa secara selektif dipaksakan melampaui titik tertentu, dan variasi semacam ini tidak mengandung rahasia dari ‘keberangkatan [menjadi spesies] mana saja.33

Pengakuan tentang "Evolusi mikro"
Seperti yang telah kita lihat, ilmu genetika telah menemukan bahwa variasi, yang pikir Darwin bisa menjelaskan "asal usul spesies", sebenarnya tidak seperti itu. Untuk alasan ini, ahli biologi evolusi dipaksa untuk memisahkan antara variasi dalam spesies dan pembentukan spesies baru, dan untuk mengajukan dua gagasan berbeda untuk hal yang berbeda ini. Keanekaragaman dalam satu spesies—yaitu, variasi—mereka sebut "evolusi mikro" dan hipotesis untuk perkembangan spesies baru disebut "evolusi makro."

Dua gagasan ini telah ada dalam buku biologi sejak lama. Tetapi, sebenarnya terdapat pengelabuan di sini, karena contoh variasi yang disebut sebagai "evolusi mikro" oleh ahli biologi evolusi sebenarnya tidak ada hubungannya dengan teori evolusi. Teori evolusi mengutarakan bahwa makhluk hidup bisa berkembang dan memperoleh data genetik baru melalui mekanisme mutasi dan seleksi alam. Namun, seperti yang baru saja kita lihat, variasi tidak pernah menciptkan informasi genetik baru, dan jadinya tidak bisa menyebabkan terjadinya "evolusi". Memberi nama variasi sebagai "evolusi mikro" sebenarnya hanyalah kecenderungan ideologis dari sebagian penganut biologi evolusi.

Kesan yang diberikan kaum biologi evolusi dengan menggunakan istilah "evolusi mikro" adalah penalaran salah: bahwa sejalan dengan waktu variasi dapat membentuk kelompok makhluk hidup baru. Dan banyak orang yang belum tercerahkan tentang hal tersebut berpikir dangkal bahwa "sejalan dengan perkembangannya, evolusi mikro bisa berubah menjadi evolusi makro." Kita seringkali melihat contoh pemikiran seperti itu. Beberapa evolusionis "amatir" mengajukan contoh penalaran semacam itu sebagai berikut: karena tinggi rata-rata manusia bertambah sekitar 2 sentimeter hanya dalam satu abad, ini berarti bahwa selama jutaan tahun bentuk evolusi apa saja bisa terjadi. Akan tetapi, seperti yang telah ditunjukkan di atas, semua variasi semacam perubahan tinggi rata-rata terjadi pada batasan genetik tertentu, dan merupakan kecenderungan yang tak berhubungan sama sekali dengan evolusi.

Kenyataannya, saat ini bahkan para pakar evolusionis pun menerima bahwa variasi yang mereka sebut "evolusi mikro" tidak bisa membawa kepada terbentuknya kelompok baru makhluk hidup—dengan kata lain, kepada "evolusi makro". Pada artikel tahun 1996 dalam Jurnal terkemuka Developmental Biology, ahli biologi evolusi S.F. Gilbert, J.M. Optiz, dan R.A. Raff menjelaskan permasalahan ini sebagai berikut:

Paruh-paruh kutilang (finch) yang diamati Darwin di Kepulauan Galapagos dan disangkanya sebagai petunjuk bagi teorinya, sebenarnya sebuah contoh keanekaragaman genetis, bukan petunjuk evolusi makro.

[Teori] Sintesa Modern adalah pencapaian yang mengagumkan. Akan tetapi, dimulai sejak tahun 1970-an, banyak ahli biologi mulai mempertanyakan kelengkapan informasi ini dalam menjelaskan evolusi. Genetika mungkin memadai untuk menjelaskan evolusi mikro, tetapi perubahan melalui evolusi mikro pada frekuensi gen tidak terlihat mampu merubah reptilia menjadi mamalia atau untuk merubah ikan menjadi amfibia. Evolusi mikro melihat pada penyesuaian diri yang berhubungan dengan kelangsungan hidup [spesies] yang paling cocok, bukan kemunculan yang paling cocok. Seperti yang dikatakan Goodwin, "asal usul spesies—permasalahan Darwin—tetap tidak terpecahkan."34
Kenyataan bahwa "evolusi mikro" tidak bisa menghantarkan kita ke "evolusi makro", atau dengan kata lain bahwa variasi tidak memberikan penjelasan bagi asal usul spesies, telah diterima juga oleh ahli biologi evolusi lainnya. Seorang penulis terkenal sekaligus pakar ilmu pengetahuan, Roger Lewin, menggambarkan hasil dari simposium empat hari di Chicago Museum of Natural History pada November 1980, yang dihadiri oleh 150 evolusionis:
Pertanyaan utama dalam konferensi di Chicago itu adalah apakah mekanisme yang menyebabkan evolusi mikro dapat dipakai untuk menjelaskan fenomena evolusi makro.. Jawabannya dapat diberikan dengan sangat jelas, Tidak.35
Kita dapat meringkas permasalahan ini sebagai berikut: Variasi, yang dilihat Darwin sebagai "bukti evolusi" selama beberapa ratus tahun, sebenarnya tidak memiliki hubungan sama sekali dengan "asal usul spesies." Sapi bisa dikawinkan satu sama lain selama jutaan tahun, dan ras sapi yang berbeda mungkin muncul. Tetapi sapi tidak akan pernah berubah menjadi spesies yang berbeda—misalnya jerapah atau gajah. Dengan cara yang sama, perbedaan yang terdapat pada burung pipit yang dilihat Darwin di kepulauan Galapagos adalah contoh lain dari variasi yang bukan merupakan bukti bagi "evolusi." Penelitian terbaru telah mengungkapkan bahwa burung pipit ini tidak mengalami variasi tanpa batas seperti yang diajukan teori Darwin. Lebih jauh lagi, kebanyakan dari berbagai burung finch yang menurut Darwin mewakili 14 spesies yang berbeda sebenarnya [mampu] kawin satu sama lain, yang berarti bahwa mereka hanyalah variasi dari satu spesies yang sama. Pengamatan ilmiah menunjukkan bahwa paruh burung pipit, yang telah melegenda dalam hampir semua sumber evolusionis, pada kenyataannya adalah satu contoh dari "variasi"; karenanya hal ini bukanlah merupakan bukti bagi teori evolusi. Sebagai contoh, Peter dan Rosemary Grant, yang menghabiskan waktu bertahun-tahun mengamati keanekaragaman burung pipit di kepulauan Galapagos untuk mencari bukti bagi evolusi Darwin, terpaksa menyimpulkan bahwa "populasi ini, dihadapkan pada seleksi alam, berayun maju mundur," sebuah kenyataan yang secara tidak langsung menunjukkan tidak ada "evolusi" yang membawa pada kemunculan sifat-sifat baru yang pernah terjadi.36

Jadi untuk alasan ini, evolusionis masih belum bisa memecahkan permasalahan Darwin tentang "asal usul spesies".

Asal-usul Spesies dalam Rekaman Fosil
Pernyataan evolusionis adalah bahwa setiap spesies di bumi berasal dari satu nenek moyang yang sama melalui perubahan sedikit demi sedikit. Dengan kata lain, teori ini menganggap kehidupan sebagai sebuah peristiwa yang berkelanjutan, tanpa ada pengelompokan tetap atau yang telah ditentukan sebelumnya. Akan tetapi, pengamatan di alam dengan jelas tidak mengungkap gambaran berkelanjutan semacam itu. Apa yang muncul dari dunia kehidupan adalah bahwa bentuk kehidupan benar-benar terpisah dalam kelompok-kelompok yang benar-benar berbeda. Robert Carrol, seorang evolusionis yang berpengaruh, mengakui kenyataan ini dalam bukunya Patterns and Processes of Vertebrate Evolution (Pola dan Proses Evolusi Vertebrata):
Walaupun jumlah spesies yang hidup di bumi saat ini hampir tidak bisa dibayangkan, mereka tidak membentuk sebuah rantai dengan sambungan yang hampir tidak bisa dibedakan. Malahan, hampir semua spesies bisa dikenali sebagai anggota kelompok-kelompok besar yang sangat berbeda dan terbatas jumlahnya, sangat sedikit yang menggambarkan bentuk atau cara hidup peralihan.37
Oleh karena itu, evolusionis beranggapan bahwa bentuk kehidupan "peralihan" yang menjadi penghubung antar makhluk hidup pernah hidup di masa lalu. Inilah sebabnya mengapa disadari bahwa ilmu pengetahuan dasar yang bisa memecahkan persoalan ini adalah paleontologi, ilmu yang mempelajari fosil-fosil. Evolusi dikatakan sebagai sebuah proses yang terjadi di masa lalu, dan satu-satunya sumber ilmiah yang bisa memberi kita informasi tentang sejarah kehidupan hanyalah penemuan fosil. Berkenaan dengan hal ini, ahli paleontologi Perancis, Pierre-Paul Grasse, berkata:
Para Naturalis harus ingat bahwa proses evolusi hanya terungkap melalui bentukan fosil… hanya paleontologi yang bisa menyediakan bukti evolusi bagi mereka dan mengungkap tata cara atau jalannya.38
Cabang ilmu pengetahuan terpenting untuk menerangkan asal usul kehidupan di bumi adalah paleontologi atau ilmu fosil. Lapisan-lapisan fosil, yang telah dipelajari dengan ketekunan tinggi selama sekurang-kurang 200 tahun terakhir, menyingkapkan gambaran yang berbeda sama sekali dengan teori Darwin. Spesies muncul tidak melalui himpunan perubahan-perubahan kecil, melakukan tiba-tiba dan terbentuk sempurna.

Supaya rekaman fosil bisa memperjelas persoalan ini, kita hendaknya membandingkan hipotesis teori evolusi dengan temuan-temuan fosil.

Menurut teori evolusi, setiap spesies muncul dari satu pendahulu. Satu spesies yang telah ada sebelumnya berubah menjadi spesies lain sejalan dengan waktu, dan semua spesies telah mewujud dengan cara ini. Menurut teori ini, perubahan bentuk ini berlangsung secara bertahap selama jutaan tahun.

Jika demikian kejadiannya, maka seharusnya telah hidup spesies peralihan yang tak terhitung jumlahnya selama masa panjang ketika perubahan bentuk ini dianggap sedang berlangsung. Sebagai contoh, seharusnya telah hidup di masa lalu makhluk setengah ikan-setengah reptilia yang yang telah memperoleh beberapa ciri reptilia sebagai tambahan atas ciri ikan yang telah mereka miliki. Atau seharusnya telah hidup makhluk reptilia-burung, yang telah memperoleh ciri burung sebagai tambahan atas ciri reptilia yang telah mereka miliki. Evolusionis menyebut makhluk khayalan ini, yang mereka percaya pernah hidup di masa lampau, sebagai "bentuk-bentuk peralihan."

Jika hewan semacam itu benar-benar ada, seharusnya terdapat jutaan, bahkan milyaran, dari mereka. Lebih penting lagi, sisa-sisa dari makhluk khayalan ini seharusnya ada dalam rekaman fosil. Jumlah bentuk peralihan ini seharusnya lebih besar daripada spesies yang ada, dan sisa-sisa mereka seharusnya ditemukan di seluruh penjuru dunia. Dalam The Origin of Species, Darwin menerima kenyataan ini dan menjelaskan:
Jika teori saya benar, pasti pernah terdapat jenis-jenis peralihan yang tak terhitung jumlahnya, yang mengaitkan semua spesies dari kelompok yang sama… Sudah tentu bukti keberadaan mereka di masa lalu hanya dapat ditemukan pada peninggalan fosil."39
Bahkan Darwin sendiri menyadari ketiadaan bentuk-bentuk peralihan tersebut. Ia berharap mereka akan ditemukan di masa mendatang. Di balik harapan besarnya, ia sadar bahwa ketiadaan bentuk peralihan ini adalah rintangan utama bagi teorinya. Itulah mengapa dalam buku The Origin of Species, pada bab "Difficulties of The Theory" ia menulis:
… Mengapa, jika suatu spesies memang berasal dari spesies lain melalui perubahan sedikit demi sedikit, kita tidak melihat sejumlah besar bentuk peralihan di manapun? Mengapa semua makhluk tidak dalam keadaan [pengelompokan yang] membingungkan, tetapi justru seperti yang kita lihat, spesies berada dalam bentuk-bentuk tertentu yang jelas?...Tetapi menurut teori ini bentuk peralihan yang tak terhitung jumlahnya seharusnya ada, mengapa kita tak menemukan mereka dalam jumlah yang tak terhitung terkubur dalam kerak bumi?... Dan pada daerah peralihan, yang memiliki lingkungan hidup peralihan, mengapa sekarang tidak kita temukan jenis-jenis peralihan yang saling berhubungan erat? Permasalahan ini, telah lama, sangat membingungkan saya.40
Satu-satunya penjelasan yang dapat diajukan Darwin untuk menghadapi keberatan ini adalah bahwa rekaman fosil saat ini belum lengkap. Ia menyatakan bahwa ketika rekaman fosil telah dipelajari secara teliti, mata rantai yang hilang akan ditemukan.

Pertanyaan tentang Bentuk peralihan dan Stasis
Mempercayai ramalan Darwin, para ahli paleontologi evolusi telah menggali fosil-fosil dan mencari mata rantai yang hilang ini diseluruh dunia sejak pertengahan abad ke-19. Meskipun dengan upaya terbaik mereka, belum ada bentuk peralihan yang ditemukan. Bertentangan dengan kepercayaan evolusionis, semua fosil yang ditemukan dalam penggalian menunjukkan bahwa kehidupan muncul di bumi secara tiba-tiba dan dalam bentuk lengkap.

Robert Carrol, seorang pakar paleontologi vertebrata yang juga seorang evolusionis, memberikan pengakuan bahwa harapan Darwinis tidak terpuaskan dengan penemuan fosil:
Meski ada upaya keras mengumpulkan [fosil] lebih dari seratus tahun sejak masa kematian Darwin, rekaman fosil masih belum menghasilkan gambaran adanya bentuk-bentuk peralihan tak terkira jumlahnya yang ia harapkan.41
Ahli paleontologi yang lain, K. S. Thomson, menyatakan bahwa kelompok baru organisme muncul dengan sangat tiba-tiba dalam rekaman fosil:
Ketika sebuah kelompok besar organisme muncul dan muncul pertama kali dalam rekaman fosil, ia terlihat muncul lengkap dengan sejumlah sifat-sifat baru yang tidak terlihat pada kelompok terkait, yang diduga sebagai pendahulunya. Perubahan besar dan cepat dalam bentuk dan fungsi ini sepertinya muncul dengan sangat cepat…42
Ahli biologi Francis Hitching, dalam bukunya The Neck of the Giraffe: Where Darwin Went Wrong (Leher Jerapah: Tempat Darwin Melakukan Kesalahan), menyatakan:
Jika kita menemukan fosil, dan jika teori Darwin benar, kita bisa memperkirakan apa yang seharusnya terkandung di bebatuan; fosil-fosil yang menunjukkan perubahan bertahap dari satu kelompok makhluk hidup ke yang lain dengan tingkat kerumitan lebih tinggi. "Perubahan kecil" dari generasi ke generasi seharusnya dapat terfosilkan juga sebagaimana spesies itu sendiri. Akan tetapi, sepertinya bukan ini yang terjadi. Kenyataannya, kebalikannyalah yang benar, sebagaimana dikeluhkan Darwin; "Bentuk peralihan yang tak terhitung jumlahnya seharusnya ada, mengapa kita tak menemukan mereka dalam jumlah yang tak terhitung terkubur dalam kerak bumi?" Darwin merasa bahwa "ketidaksempurnaan nyata" rekaman fosil hanyalah masalah penggalian lebih banyak fosil. Tetapi setelah semakin banyak fosil tergali, terlihatlah bahwa hampir semuanya, tanpa pengecualian, sangat mirip dengan binatang yang hidup sekarang.43

Tiada perkembangan bertahap pada catatan fosil seperti yang diperkirakan Darwin. Spesies-spesies muncul seketika, dengan struktur khas tubuh masing-masing.

Rekaman fosil mengungkap bahwa spesies muncul secara tiba-tiba, dan dengan bentukan yang sama sekali berbeda, dan tetap tak berubah dalam masa geologis terpanjang. Stephen Jay Gould, seorang ahli paleontologi di Harvard University dan evolusionis terkemuka, mengakui kenyataan ini pada akhir 70-an:
Sejarah dari hampir semua fosil spesies mempunyai dua ciri yang tidak bersesuaian dengan perubahan bertahap: 1) Stasis – sebagian besar spesies menunjukkan tidak adanya perubahan terarah selama masa hidup mereka di bumi. Mereka muncul dalam rekaman fosil dengan penampakan sangat mirip dengan ketika mereka menghilang; perubahan bentuk biasanya terbatas dan tidak terarah; 2) Kemunculan tiba-tiba – dalam setiap daerah kecil, suatu spesies tidak muncul secara bertahap melalui perubahan kecil terus-menerus dari pendahulunya; mereka muncul begitu saja dan dengan "bentuk yang sempurna."44
Penelitan lebih jauh hanya memperkuat kenyataan stasis dan kemunculan tiba-tiba ini. Stephen Jay Gould dan Niles Eldredge pada tahun 1993 menulis bahwa "sebagian besar spesies, selama sejarah geologis mereka, tidak mengalami perubahan yang berarti, atau jika tidak, mereka mengalami sedikit perubahan dalam bentuk, tanpa arah yang jelas."45 Robert Carrol pada tahun 1997 terpaksa menyetujui bahwa "sebagian besar kelompok utama sepertinya muncul dan menjadi beragam dalam masa geologis yang sangat pendek, dan tetap ada selama masa yang jauh lebih lama tanpa perubahan bentuk atau kelompok yang berarti."46

Pada titik ini, perlu diperjelas apa sebenarnya makna dari gagasan "bentuk peralihan" ini. Bentuk antara yang diharapkan oleh teori evolusi adalah makhluk hidup yang berada di antara dua spesies, tetapi memiliki organ yang kurang sempurna atau setengah berkembang. Namun kadang kala gagasan bentuk antara ini salah dipahami, dan makhluk hidup yang tidak memiliki ciri dari bentuk peralihan malah diperlihatkan memiliki ciri seperti itu. Sebagai contoh, jika satu kelompok makhluk hidup memiliki ciri-ciri yang dimiliki oleh yang lain, ini bukanlah ciri bentuk antara. Platipus, mamalia yang hidup di Australia, berkembang biak dengan bertelur seperti reptilia. Sebagai tambahan, ia memiliki paruh seperti bebek. Para ilmuwan menggambarkan makhluk seperti platipus ini sebagai "makhluk mosaik." Bahwa makhluk mosaik bukanlah bentuk antara juga diterima oleh ahli paleontologi terkemuka seperti Stephen Jay Gould dan Niles Eldredge.47

Kecukupan Bukti dari Rekaman Fosil
Sekitar 140 tahun yang lalu Darwin mengajukan alasan berikut ini: "Saat ini tidak ada bentuk peralihan, tetapi penelitian lebih lanjut akan mengungkap keberadaannya." Apakah alasan ini masih berlaku sekarang? Dengan kata lain, mengingat kesimpulan dari semua rekaman fosil, haruskah kita menerima bahwa bentuk peralihan tidak pernah ada, atau kita harus menunggu hasil-hasil penelitian baru?
Banyaknya rekaman fosil yang ada tentunya akan bisa menjawab pertanyaan ini. Ketika kita melihat penemuan-penemuan kepurbakalaan, kita dapati fosil-fosil yang berlimpah. Milyaran fosil telah ditemukan di seluruh dunia.48 Berdasarkan fosil-fosil ini, 250,000 spesies berbeda telah dikenali, dan mereka memiliki kesamaan dengan 1,5 juta spesies yang telah dikenal yang hidup di muka bumi.49 (Dari 1,5 juta spesies ini, 1 juta-nya adalah serangga.) Meskipun sumber fosil melimpah, tidak satu pun bentuk peralihan yang telah ditemukan, dan sepertinya tidak akan ditemukan bentuk peralihan sebagai hasil dari penggalian baru.
Seorang professor paleontologi dari Glasgow University, T. Neville George, mengakui kenyataan ini beberapa tahun yang lalu:
Kita tidak perlu beralasan lebih lama lagi atas miskinnya rekaman fosil. Dalam beberapa hal ia telah sedemikian banyak sehingga sukar diatasi dan penemuannya pun melebihi pemahamannya… Meskipun demikian rekaman fosil utamanya terus terdiri atas celah-celah.50
Dan Niles Eldredge, seorang paleontologi terkemuka yang juga pekerja pada American Museum of Natural History, menggambarkan ketidakabsahan pernyataan Darwin bahwa ketidaklengkapan rekaman fosil menjadi alasan mengapa tidak ada bentuk peralihan yang telah ditemukan sebagai berikut:
Rekaman fosil berloncatan [tidak bersambungan], dan semua bukti menunjukkan bahwa rekaman fosil adalah nyata: celah yang kita lihat mencerminkan kejadian nyata dalam sejarah kehidupan – bukan jejak dari miskinnya rekaman fosil.51
Sarjana Amerika yang lain, Robert Wesson, menyatakan dalam bukunya Beyond Natural Selection pada tahun 1991, bahwa "celah dalam rekaman fosil adalah nyata dan bermakna." Ia menguraikan pernyataannya ini sebagai berikut:

KEMACETAN DALAM CATATAN FOSIL
Jika evolusi benar-benar terjadi, maka semua makhluk hidup seharusnya muncul lewat perubahan-perubahan bertahap dan terus berubah sepanjang waktu, padahal catatan fosil menunjukkan kenyataan yang sebaliknya. Kelompok-kelompok berbeda makhluk hidup tiba-tiba muncul tanpa moyang yang mirip sebelumnya, dan tetap demikian selama jutaan tahun, tidak mengalami perubahan apa pun.
Fosil "kepiting tapal kuda" dari masa Ordovisium. Fosil yang berumur 450 juta tahun ini tak berbeda dengan spesimen yang hidup sekarang.
Fosil bintang laut yang berumur 100-150 juta tahun
Fosil tiram dari Zaman Ordovisium, tak berbeda dengan tiram masa kini.
Amonit muncul sekitar 350 juta tahun lalu dan punah 65 juta tahun lalu. Struktur yang tampak pada fosil di atas tak berubah selama 300 juta tahun.
Fosil bakteri berumur 1,9 juta tahun dari West Ontario, Amerika Serikat. Fosil ini berstruktur sama dengan bakteri yang hidup sekarang.
Fosil kalajengking tertua yang diketahui, ditemukan di East Kirkton, Skotlandia. Spesies ini, dinamai Pulmonoscorpius kirktoniensis, berumur 320 juta tahun, dan tak berbeda dengan kalajengking masa kini.
Fosil serangga dalam ambar, berumur sekitar 170 juta tahun, ditemukan di pesisir Laut Baltik. Fosil ini tak berbeda dengan mitra masa kininya.
Fosil capung yang berumur 140 juta tahun di Bavaria, Jerman. Sama dengan capung hidup.
Lalat yang berumur 35 juta tahun. Berstruktur tubuh sama dengan lalat masa kini.
Fosil udang yang berumur 170 juta tahun dari masa Jura. Tak berbeda dengan udang hidup.


Namun, celah dalam rekaman fosil adalah nyata. Tak adanya rekaman dari percabangan penting sungguh luar biasa. Spesies biasanya tetap, atau hampir-hampir demikian, dalam waktu lama, spesies jarang dan genus tidak pernah menunjukkan evolusi menjadi spesies atau genus baru melainkan penggantian satu dengan yang lainnya, dan perubahan lebih kurang adalah tiba-tiba.52
Keadaan seperti ini menyanggah alasan di atas, yang telah dinyatakan oleh Darwinisme selama 140 tahun. Rekaman fosil sudah cukup lengkap bagi kita untuk memahami asal usul kehidupan, dan secara nyata mengungkap bahwa berbagai spesies muncul di bumi secara tiba-tiba, dengan segala bentuk khas mereka.

Kebenaran yang Terungkap oleh Rekaman Fosil
Tetapi dari manakah hubungan antara "evolusi-paleontologi", yang tanpa disadari telah mengakar dalam masyarakat selama beberapa dasawarsa, sebenarnya berasal? Mengapa kebanyakan orang memiliki kesan bahwa terdapat hubungan positif antara teori Darwin dengan rekaman fosil kapan saja yang terakhir ini disebutkan? Jawaban dari pertanyaan ini tersedia dalam sebuah artikel pada jurnal terkemuka Science:
Sejumlah besar ilmuwan berpengalaman di luar biologi evolusi dan paleontologi sayangnya mempunyai bayangan bahwa rekaman fosil jauh lebih [menunjukkan] Darwinisme daripada yang sebenarnya. Hal ini mungkin datang dari penyederhanaan berlebihan yang tak terhindarkan dalam sumber-sumber kedua: buku acuan tingkat-dasar, artikel semipopuler, dan semacamnya. Juga, kemungkinan terdapat beberapa khayalan yang dimasukkan di dalamnya. Dalam tahun-tahun setelah Darwin, pendukungnya berharap menemukan kemajuan [perubahan spesies] yang teramalkan. Secara umum hal ini masih belum ditemukan namun harapan ini belumlah mati, dan akhirnya beberapa khayalan murni telah menyusup ke dalam buku-buku acuan.53

Fosil rayap di dalam ambar yang berumur 25 juta tahun. Mirip dengan rayap hidup masa kini.
N. Eldredge dan I. Tattersall juga membuat komentar penting:
Bahwa fosil setiap jenis menampakkan kesamaan yang bisa dikenal selama kemunculan mereka dalam rekaman fosil, telah diketahui ahli paleontolgi sejak lama sebelum Darwin menerbitkan buku Origin-nya. Darwin sendiri,.. meramalkan bahwa generasi ahli paleontologi masa depan akan mengisi celah ini melalui pencarian yang tekun …Seratus dua puluh tahun penelitian paleontologis kemudian, telah sangat jelas bahwa rekaman fosil tidak akan membenarkan ramalan Darwin ini. Tidak pula masalahnya pada miskinnya rekaman fosil. Hanya saja rekaman fosil menunjukkan bahwa ramalan ini salah.
Pengamatan bahwa spesies adalah sesuatu yang tidak berubah dan tetap selama masa yang lama sesungguhnya seperti dongeng baju baru raja: setiap orang mengetahuinya tetapi memilih untuk mengabaikannya. Ahli paleontologi dihadapkan pada rekaman [fosil] yang dengan keras kepala menolak apa yang diramalkan Darwin, malah berpaling darinya.54
Demikian juga, ahli paleontologi Amerika Steven M. Stanley menggambarkan bagaimana dogma Darwinis, yang telah merajai dunia ilmu pengetahuan, telah mengabaikan kenyataan yang ditunjukkan oleh rekaman fosil ini:
Rekaman fosil yang telah diketahui tidak, dan tidak akan pernah, cocok dengan gagasan perubahan bertahap. Yang luar biasa adalah bahwa, melalui berbagai peristiwa sejarah, bahkan sejarah pertentangan ini telah dikaburkan. … ‘Sebagian besar ahli paleontologi merasa bahwa bukti yang mereka temukan jelas bertentangan dengan penitikberatan Darwin pada perubahan kecil, lambat dan bertahap yang membawa pada perubahan spesies.’ …cerita mereka telah ditutupi.55
Sekarang mari kita kaji sedikit lebih rinci, kenyataan-kenyataan rekaman fosil yang telah dibungkam sekian lama. Untuk melakukan hal ini, kita akan memikirkan sejarah alam dari masa lampau hingga sekarang, setahap demi setahap.
28 Loren C. Eiseley, The Immense Journey, Vintage Books, 1958, h. 186.; cited in Norman Macbeth, Darwin Retried: An Appeal to Reason, Harvard Common Press, Boston, 1971, h. 30.
29 Charles Darwin, The Origin of Species: A Facsimile of the First Edition, Harvard University Press, 1964, h. 184.
30 Norman Macbeth, Darwin Retried: An Appeal to Reason, Harvard Common Press, Boston, 1971, h. 32-33.
31 Norman Macbeth, Darwin Retried: An Appeal to Reason, Harvard Common Press, Boston, 1971, h. 36.
32 Jerry Bergman, Some Biological Problems With the Natural Selection Theory, The Creation Research Society Quarterly, vol. 29, no. 3, Desember 1992.
33 Loren Eiseley, The Immense Journey, Vintage Books, 1958. p 227., cited in Norman Macbeth, Darwin Retried: An Appeal to Reason, Harvard Common Press, Boston, 1971, h. 33.
34 Scott Gilbert, John Opitz, and Rudolf Raff, "Resynthesizing Evolutionary and Developmental Biology", Developmental Biology, 173, Article no. 0032, 1996, h. 361. (tanda penegasan ditambahkan)
35 R. Lewin, "Evolutionary Theory Under Fire", Science, vol. 210, 21 November, 1980, h. 883.
36 H. Lisle Gibbs and Peter R. Grant, "Oscillating selection on Darwin's finches," Nature, 327, 1987, h. 513; For more detailed information, please see Jonathan Wells, Icons of Evolution, 2000, h. 159-175.
37 Robert L. Carroll, Patterns and Processes of Vertebrate Evolution, Cambridge University Press, 1997, h. 9
38 Pierre Grassé, Evolution of Living Organisms, Academic Press, New York, 1977, h. 82.
39 Charles Darwin, The Origin of Species: A Facsimile of the First Edition, Harvard University Press, 1964, h. 179.
40 Charles Darwin, The Origin of Species by Means of Natural Selection, The Modern Library, New York, h. 124-125. (tanda penegasan ditambahkan)
41 Robert L. Carroll, Patterns and Processes of Vertebrate Evolution, Cambridge University Press, 1997, h. 25.
42 K. S. Thomson, Morphogenesis and Evolution, Oxford, Oxford University Press, 1988, h. 98.
43 Francis Hitching, The Neck of the Giraffe: Where Darwin Went Wrong, Tichnor and Fields, New Haven, 1982, h. 40.
44 S.J. Gould, "Evolution's Erratic Pace", Natural History, vol. 86, Mei 1977. (tanda penegasan ditambahkan)
45 Stephen Jay Gould and Niles Eldredge, "Punctuated Equilibria: The Tempo and Mode of Evolution Reconsidered", Paleobiology, 3 (2), 1977, h. 115.
46 Robert L. Carroll, Patterns and Processes of Vertebrate Evolution, Cambridge University Press, 1997, h. 146.
47 S. J. Gould & N. Eldredge, Paleobiology, vol. 3, 1977, h. 147.
48 Duane T. Gish, Evolution: Fossils Still Say No, CA, 1995, h. 41
49 David Day, Vanished Species, Gallery Books, New York, 1989.
50 T. Neville George, "Fossils in Evolutionary Perspective," Science Progress, vol. 48, Januari 1960, h. 1, 3. (tanda penegasan ditambahkan)
51 N. Eldredge and I. Tattersall, The Myths of Human Evolution, Columbia University Press, 1982, h. 59. (tanda penegasan ditambahkan)
52 R. Wesson, Beyond Natural Selection, MIT Press, Cambridge, MA, 1991, h. 45.
53 Science, 17 Juli 1981, h. 289. (tanda penegasan ditambahkan)
54 N. Eldredge, and I. Tattersall, The Myths of Human Evolution, Columbia University Press, 1982, h. 45-46. (tanda penegasan ditambahkan)
55 S. M. Stanley, The New Evolutionary Timetable: Fossils, Genes, and the Origin of Species, Basic Books Inc., N.Y., 1981, h. 71. (emphasis added)

--------------

SEJARAH ALAM YANG SEBENARNYA - I
(Dari Invertebrata Hingga Reptilia)

Bagi sebagian orang, gagasan sejarah alam itu sendiri berarti teori evolusi. Alasannya adalah propaganda gencar yang telah dilakukan. Museum sejarah alam hampir di setiap negara berada dibawah pengaruh ahli biologi evolusi materialis, dan merekalah yang menjelaskan pajangan-pajangan di dalamnya. Mereka selalu menggambarkan makhluk-makhluk yang hidup di jaman prasejarah dan sisa-sisa fosil mereka sesuai dengan gagasan Darwin. Salah satu akibatnya adalah kebanyakan orang berpikir bahwa sejarah alam adalah sama dengan gagasan evolusi. 

Akan tetapi, kenyataannya sangatlah berbeda. Sejarah alam mengungkap bahwa kelompok-kelompok makhluk hidup muncul di bumi tidak melalui proses evolusi apapun, tetapi semuanya secara tiba-tiba, dan lengkap dengan bentuk kompleks mereka, berkembang sempurna sejak dari awal. Berbagai makhluk hidup muncul tanpa bergantung satu sama lain, dan tanpa "bentuk peralihan" di antara mereka.
Dalam bab ini, kita akan mengkaji sejarah alam yang sebenarnya, dengan mengambil rekaman fosil sebagai landasan kita.

Pengelompokan Makhluk Hidup
Ahli biologi menempatkan makhluk hidup ke dalam berbagai kelompok. Pengelompokan ini, yang dikenal sebagai "taksonomi", atau "sistematika", diperkenalkan oleh ilmuwan Swedia pada abad ke-18, Carl von Linné, yang lebih dikenal sebagai Linnaeus. Tata cara pengelompokan yang dibangun oleh Linnaeus telah diteruskan dan berkembang hingga saat ini. 

Terdapat kategori bertingkat dalam sistem pengelompokan ini. Pertama, kelompok mahluk hidup dibagi menjadi kingdom, seperti kingdom tumbuhan dan hewan. Kemudian kingdom dibagi lagi menjadi filum. Filum lebih jauh dibagi lagi menjadi kelompok-kelompok kecil. Dari atas ke bawah, pengelompokannya adalah sebagai berikut:

Kingdom
Filum (jamak Fila)
Kelas
Ordo
Famili
Genus (jamak Genera)
Spesies
Saat ini, sebagian besar ahli biologi menerima bahwa ada lima (atau enam) kingdom yang berbeda. Selain tumbuhan dan hewan, mereka menganggap kapang, protista (makhluk bersel satu dengan inti sel, seperti amoeba dan beberapa ganggang primitif), dan monera (makhluk bersel satu tanpa inti sel, seperti bakteri), sebagai kingdom yang terpisah. Kadang bakteri dibagi lagi menjadi eubakteri dan archaebakteri, sehingga menjadi enam kingdom, atau, dalam perhitungan yang lain, tiga "superkingdom" (eubakteri, archaebakteri dan eukariot). 

Yang paling utama dari semua kingdom ini tak diragukan lagi adalah kingdom hewan. Dan pengelompokan terbesar dari kingdom hewan, seperti yang kita lihat sebelumnya, adalah dalam berbagai filum. Ketika menentukan filum yang mana, kita harus selalu mengingat kenyataan bahwa setiap filum memiliki struktur fisik yang benar-benar berbeda. Arthropoda (serangga, laba-laba, dan makhluk lain dengan kaki berbuku-buku) sebagai contoh, adalah satu filum tersendiri, dan semua binatang dalam filum ini mempunyai kesamaan struktur fisik yang mendasar. Filum yang disebut Chordata meliputi makhluk dengan notokorda, atau, lebih dikenal, tulang belakang. Semua hewan dengan tulang belakang seperti ikan, burung, reptilia, dan mamalia yang kita kenal dalam kehidupan sehari-hari termasuk dalam sub-filum dari Chordata yang dikenal sebagai vertebrata. 

Ada 35 filum hewan yang berbeda, termasuk Mollusca, yang meliputi binatang bertubuh lunak seperti siput dan gurita, atau Nematoda, yang meliputi cacing-cacing kecil. Ciri terpenting dari kelompok-kelompok ini adalah, sebagaimana yang telah kita singgung, bahwa mereka memiliki ciri fisik yang sama sekali berbeda. Kelompok-kelompok di bawah filum pada dasarnya memiliki kemiripan bentuk tubuh, tetapi filum-filum sangat berbeda satu sama lain. 

Setelah semua informasi umum tentang pengelompokan biologis ini, sekarang mari kita pikirkan pertanyaan tentang bagaimana dan kapan filum-filum ini muncul di bumi.
Fosil Menyangkal "Pohon Kehidupan"

"Pohon kehidupan" yang digambarkan ahli biologi evolusi Ernst Haeckel pada tahun 1866.
Pertama, marilah kita pikirkan gagasan para Darwinis. Sebagaimana kita tahu, Darwinisme mengajukan bahwa kehidupan berkembang dari satu nenek moyang yang sama, dan berubah menjadi berbagai ragamnya melalui serangkaian perubahan-perubahan kecil. Jika seperti itu, kehidupan seharusnya pertama kali muncul dalam bentuk yang mirip dan sederhana. Dan menurut teori yang sama, perbedaan antara, dan kompleksitas yang berkembang pada makhluk hidup haruslah terjadi dalam waktu bersamaan sejalan dengan waktu. 

Singkatnya, menurut Darwinisme, kehidupan haruslah seperti pohon, dengan satu akar yang sama, kemudian terpisah menjadi cabang-cabang yang berbeda. Dan hipotesis ini terus ditekankan dalam sumber-sumber Darwinis, di mana gagasan "pohon kehidupan" sering diterapkan. Menurut gagasan pohon ini, filum—unit mendasar dalam pengelompokan makhluk hidup—muncul secara bertahap, seperti dalam bagan di samping ini. Menurut Darwinisme, pertama kali pasti satu filum muncul, dan kemudian filum-filum yang lain pastilah muncul secara perlahan dengan perubahan-perubahan kecil dalam jangka waktu yang lama. Gagasan Darwinis adalah bahwa jumlah filum binatang pastilah bertambah secara bertahap. Bagan di samping menunjukkan pertambahan bertahap jumlah filum hewan menurut pandangan Darwinis.
Menurut Darwinisme, kehidupan pastilah berkembang dengan cara seperti ini. Tapi apakah ini yang sebenarnya terjadi? 

Sama sekali bukan. Malah sebaliknya: binatang telah sangat berbeda dan kompleks sejak pertama kali mereka muncul. Semua filum hewan yang dikenal saat ini muncul pada waktu yang sama, di tengah era geologis yang dikenal sebagai Jaman Kambrium. Jaman Kambrium adalah era geologis yang diperkirakan berlangsung selama 65 juta tahun, kira-kira antara 570 hingga 505 juta tahun yang lalu. Tetapi era kemunculan tiba-tiba dari kelompok besar binatang terjadi dalam waktu yang lebih pendek dari Kambrium, yang sering disebut sebagai "Ledakan Kambrium." Stephen C. Meyer, P. A. Nelson, dan Paul Chien, dalam sebuah artikel tahun 2001 yang berdasarkan sebuah kajian literatur terperinci di tahun 2001, mencatat bahwa "ledakan Kambrium terjadi dalam jendela geologis yang teramat sempit, yang berlangsung tidak lebih dari 5 juta tahun."56
 
CATATAN FOSIL MENYANGKAL TEORI EVOLUSI

Teori evolusi menyebutkan bahwa kelompok-kelompok makhluk hidup (filum) berkembang dari moyang yang sama yang bertumbuh menyebar sejalan dengan waktu. Bagan di atas menegaskan pernyataan ini: menurut Darwinisme, makhluk hidup tumbuh saling menjauh seperti cabang-cabang pada sebatang pohon.


Namun, catatan fosil menunjukkan yang sebaliknya. Seperti terlihat pada bagan di bawah, aneka kelompok makhluk hidup muncul tiba-tiba dengan struktur yang berbeda. Sekitar 100 filum seketika muncul di Zaman Kambrium. Secara bertahap, jumlahnya berkurang, bukan meningkat (karena sebagian filum punah). (sumber: www.arn.org).

Sebelum itu, tidak ada jejak dalam rekaman fosil apapun selain dari makhluk bersel satu dan beberapa makhluk bersel banyak yang primitif. Semua filum binatang muncul dengan bentuk lengkap dan pada saat bersamaan, dalam masa teramat singkat yang diwakili oleh ledakan Kambrium. (Lima juta tahun adalah waktu yang sangat singkat dalam istilah geologis!)
Fosil yang ditemukan dalam lapisan Kambrium termasuk dalam jenis binatang yang sangat berbeda, seperti siput, trilobita, bunga karang, ubur-ubur, bintang laut, kerang, dan lain-lain. Kebanyakan dari makhluk-makhluk ini dalam lapisan ini memiliki sistem kompleks dan struktur maju, seperti mata, insang, dan sistem peredaran, sama persis dengan binatang modern. Struktur seperti ini pada satu waktu yang sama telah sangat maju, dan sangat berbeda.
Richard Monastersky, seorang staff penulis pada majalah ScienceNews menyatakan tentang "ledakan Kambrium" ini, yang merupakan perangkap mematikan bagi teori evolusi, sebagai berikut:
Setengah milyar tahun yang lalu, …bentuk kompleks menakjubkan dari hewan yang kita lihat saat ini tiba-tiba muncul. Kejadian ini, tepat di awal Jaman Kambrium Bumi, sekitar 550 tahun yang lalu, menandakan ledakan evolusi yang mengisi lautan dengan makhluk kompleks pertama bumi.57
Artikel yang sama juga merujuk Jan Bergström, seorang ahli paleontologi yang mempelajari endapan Kambrium awal di Chengjiang, Cina, yang berkata, "Fauna di Chengjiang menunjukkan bahwa filum besar dari hewan masa kini telah ada sejak Kambrium awal dan mereka telah berbeda satu sama lain sebagaimana mereka saat ini."58
Gambar ini melukiskan makhluk hidup dengan struktur rumit pada Zaman Kambrium. Kemunculan aneka ragam makhluk hidup tanpa moyang pendahulu membantah habis teori Darwin.

Bagaimana bumi menjadi melimpah dengan sejumlah besar spesies hewan ini secara tiba-tiba, dan bagaimana spesies yang berbeda-beda tanpa nenek moyang yang sama ini muncul, adalah pertanyaan yang tetap tak terjawab oleh para evolusionis. Ahli zoologi di Oxford University, Richard Dawkins, salah satu pendukung pemikiran evolusionis terkemuka di dunia, mengomentari kenyataan yang meruntuhkan pondasi dari semua alasan yang telah ia pertahankan selama ini:
Sebagai contoh lapisan batuan Kambrium… adalah lapisan tertua di mana kami menemukan sebagian besar kelompok utama invertebrata. Dan kami menemukan kebanyakan dari mereka sudah berada pada tahap evolusi yang maju, saat pertama kali mereka muncul. Seolah-olah mereka tertanam begitu saja di sana, tanpa ada sejarah evolusi.59
Philip Johnson, seorang professor di University of California di Barkeley yang juga salah seorang pengkritik Darwinisme terkemuka, menggambarkan pertentangan antara kenyataan paleontologis ini dengan Darwinisme:
Teori Darwin meramalkan sebuah "kerucut peningkatan keanekaragaman," ketika organisme hidup pertama, atau spesies hewan pertama, secara bertahap dan terus menerus berubah untuk membentuk tingkatan taksonomi [kelompok hewan] lebih tinggi. Rekaman fosil hewan lebih menyerupai kerucut yang terbalik, dengan berbagai filum muncul sejak awal dan setelah itu semakin berkurang [jenisnya].60

Sebuah fosil Zaman Kambrium.
Seperti yang telah diungkap oleh Philip Johnson, filum ternyata tidaklah muncul secara bertahap, dalam kenyataannya mereka muncul dalam waktu yang bersamaan, dan beberapa dari mereka bahkan punah pada masa berikutnya. Bagan pada halaman 53 menunjukkan kebenaran yang diungkap rekaman fosil mengenai asal usul filum.
Seperti yang kita lihat, dalam Jaman PraKambrium terdapat tiga filum yang berbeda dari makhluk bersel satu. Tetapi pada Jaman Kambrium, sekitar 60 hingga 100 filum hewan yang berbeda muncul secara tiba-tiba. Pada jaman setelah itu, beberapa filum ini menjadi punah, dan hanya sedikit yang masih bertahan hingga saat ini.
Ahli paleontologi terkenal, Roger Lewin, mengkaji kenyataan luar biasa ini, yang benar-benar melumpuhkan semua asumsi Darwinis tentang sejarah kehidupan:
Digambarkan baru-baru ini sebagai "peristiwa evolusi paling penting dalam keseluruhan sejarah Metazoa," ledakan Kambrium menghasilkan hampir semua bentuk utama tubuh hewan—Baupläne atau filum—yang akan tetap ada setelahnya, termasuk sebagian besar yang "tersingkirkan" dan menjadi punah. Dibandingkan dengan sekitar 30 filum yang masih ada, beberapa orang memperkirakan bahwa ledakan Kambrium mungkin menghasilkan sebanyak 100-an filum.61

TULANG BELAKANG YANG MENARIK: Salah satu makhluk hidup yang tiba-tiba muncul di Zaman Kambrium, Hallucigenia, tampak di foto kiri. Dan, sebagaimana fosil Kambrium lainnya, seperti yang di foto kanan, makhluk ini mempunyai tulang belakang atau cangkang keras untuk melindungi diri dari serangan musuh. Pertanyaan yang tak bisa dijawab oleh para evolusionis adalah "Bagaimanakah makhluk ini bisa muncul dengan sebuah sistem pertahanan yang ampuh di masa tiada pemangsa di sekelilingnya?" Ketiadaan pemangsa pada masa itu membuatnya mustahil menjelaskan persoalan ini menurut seleksi alam.

Fosil Burgess Shale
Lewin tetap saja menyebut peristiwa luar biasa dari Jaman Kambrium ini sebagai "peristiwa evolusi," karena kesetiaannya terhadap Darwinisme, tetapi jelaslah bahwa penemuan-penemuan tersebut sejauh ini tidak bisa dijelaskan dengan pendekatan evolusi apapun.
Yang menarik adalah bahwa penemuan-penemuan fosil baru membuat permasalahan Jaman Kambrium semakin rumit saja. Dalam edisi Februari 1999, Trends in Genetics (TIG), sebuah jurnal ilmiah terkemuka, membahas masalah ini. Dalam sebuah artikel tentang lapisan fosil pada daerah Burgess Shale di British Colombia, Kanada, diakui bahwa penemuan fosil di daerah tersebut tidak menawarkan dukungan bagi teori evolusi.
Lapisan fosil Burgess Shale telah diterima sebagai salah satu penemuan paleontologis yang terpenting sepanjang waktu. Fosil berbagai macam spesies yang ditemukan di Burgess Shale muncul di bumi secara tiba-tiba, tanpa melalui perkembangan dari spesies pendahulu yang ditemukan pada lapisan di bawahnya. TIG menggambarkan permasalahan penting ini sebagai berikut:
Mungkin terlihat aneh bahwa fosil dari suatu daerah kecil, betapapun menariknya, ternyata menjadi pusat perdebatan sengit tentang permasalahan seluas itu dalam biologi evolusi. Alasannya adalah bahwa hewan muncul dalam rekaman fosil dengan kelimpahan mengherankan selama Kambrium, sepertinya muncul begitu saja. Penentuan tanggal secara radiometrik yang semakin tepat dan penemuan fosil baru yang semakin banyak hanya mempertajam ketiba-tibaan dan cakupan revolusi biologis ini. Besarnya perubahan dalam biota [makhluk hidup] bumi ini menuntut suatu penjelasan. Walaupun banyak penjelasan telah diajukan, kesimpulan umumnya adalah bahwa tidak ada satupun yang sepenuhnya meyakinkan.62
Marrella: salah satu makhluk fosil yang ditemukan di lapisan fosil Burgess Shale.
Penjelasan yang "tidak sepenuhnya meyakinkan" ini disampaikan oleh ahli paleontologi evolusi. TIG menyebutkan dua orang penting dalam hal ini, Stephen Jay Gould dan Simon Conway Morris. Keduanya telah menulis buku untuk menjelaskan "kemunculan tiba-tiba makhluk hidup" dari sudut pandang evolusionis. Namun demikian, sebagaimana yang juga ditekankan oleh TIG, buku Wonderful Life karya Gould ataupun The Crucible of Creation: The Burgess Shale and the Rise of Animals karya Simon Conway Morris tidak menyediakan sebuah penjelasan bagi fosil Burgess Shale, atau bagi rekaman fosil dari jaman Kambrium secara umum.
Penelitian lebih mendalam pada ledakan Kambrium menunjukkan betapa besar dilema yang dihadirkannya bagi teori evolusi. Penemuan terbaru menunjukkan bahwa hampir semua phylum, kelompok hewan paling dasar, muncul dengan tiba-tiba pada Jaman Kambrium. Sebuah artikel yang diterbitkan dalam jurnal Science tahun 2001 menyebutkan: "Awal Jaman Kambrium, sekitar 545 juta tahun lalu, menyaksikan kemunculan tiba-tiba dalam rekaman fosil dari hampir semua jenis hewan (filum) yang masih mendominasi biota saat ini."63 Artikel yang sama menyebutkan bahwa untuk bisa menjelaskan [keberadaan] kelompok makhluk hidup yang sedemikian kompleks dan beragam berdasarkan teori evolusi, lapisan kaya fosil yang menunjukkan proses perkembangan bertahap seharusnya telah ditemukan, tetapi hal ini terbukti masih belum dimungkinkan:
Evolusi dan penyebaran yang bercelah ini tentunya juga memerlukan adanya sejarah kelompok sebelumnya yang untuk itu tidak terdapat rekaman fosil.64
Gambaran yang dihadirkan oleh fosil Kambrium dengan jelas menyangkal anggapan-anggapan teori evolusi, dan memberikan bukti kuat bagi keterlibatan suatu dzat "supranatural" dalam penciptaan mereka. Douglas Futuyama, seorang ahli biologi evolusi kawakan, mengakui kenyataan ini:
Organisme bisa muncul di bumi dalam keadaan sudah berkembang atau tidak. Jika tidak, mereka pastilah berkembang dari spesies yang ada sebelumnya melalui proses perubahan. Jika mereka muncul dalam keadaan sempurna, mereka pastilah telah diciptakan oleh suatu kecerdasan yang Maha Kuasa.65
Rekaman fosil dengan jelas menunjukkan bahwa makhluk hidup tidak berevolusi dari bentuk primitif menjadi maju, tetapi muncul secara tiba-tiba dalam bentuk sempurna. Ini memberikan bukti bagi pernyataan bahwa kehidupan tidak muncul melalui proses acak alamiah, tetapi melalui suatu kerja penciptaan yang cerdas. Dalam sebuah tulisan berjudul "The Big Bang of Animal Evolution" pada jurnal terkemuka Scientific American, ahli paleontologi evolusi Jeffrey S. Levinton menerima kenyataan ini, meski dengan berat hati, dengan mengatakan "Oleh karena itu, ada sesuatu yang istimewa dan sangat misterius –semacam "kekuatan" berkreatifitas tinggi."66

Perbandingan Molekuler Memperdalam Kebuntuan Evolusi Kambrium
Kenyataan lain yang menempatkan kaum evolusionis dalam kebingungan mendalam tentang Ledakan Kambrium adalah perbandingan antara berbagai kelompok makhluk hidup. Hasil perbandingan ini mengungkapkan bahwa kelompok hewan yang dianggap sebagai "kerabat dekat" oleh evolusionis hingga baru-baru ini, pada kenyataannya secara genetik sangat berbeda, yang membuat gagasan "bentuk peralihan"—yang hanya ada secara teoritis—menjadi semakin meragukan. Sebuah artikel yang dipublikasikan dalam Proceedings of the National Academy of Sciences, USA, pada tahun 2000 melaporkan bahwa analisa DNA terkini telah menata ulang kelompok-kelompok yang dulunya dianggap sebagai "bentuk peralihan":
Analisa urutan DNA memberi pemahaman baru atas pohon kekerabatan. Kelompok yang pernah dianggap mewakili derajat kompleksitas yang berurutan pada dasar pohon [kekerabatan] metazoa telah dipindahkan ke kedudukan yang jauh lebih tinggi dalam pohon tersebut. Hal ini tidak menyisakan tempat bagi "bentuk peralihan" evolusi dan memaksa kita untuk memikirkan kembali asal usul kompleksitas bilateral.67
Dalam artikel yang sama, penulis evolusionis mencatat bahwa beberapa kelompok yang dianggap "peralihan" antar kelompok seperti bunga karang, cnidarian dan ctenophore, tidak bisa lagi dianggap seperti itu karena penemuan genetik baru ini. Penulis ini mengatakan bahwa mereka telah "kehilangan harapan" untuk membuat pohon kekerabatan evolusi semacam itu:
Kekerabatan baru berdasar molekuler memiliki beberapa akibat penting. Yang paling utama adalah hilangnya kelompok "peralihan" antara bunga karang, cnidarian, ctenophora dan nenek moyang terakhir bilaterian [hewan bersisi dua] atau "Urbilateria." …Akibatnya kita memiliki celah besar pada cabang menuju Urbilateria. Kita telah kehilangan harapan, sebagaimana yang sudah umum dalam pemikiran evolusi sebelumnya, dalam menata ulang morfologi dari "nenek moyang coelomate" melalui sebuah gagasan yang melibatkan perubahan derajat kompleksitas yang semakin meningkat berdasarkan anatomi garis keturunan ‘primitif’ yang masih ada.68

Trilobita dan Darwin
Salah satu spesies paling menarik dari berbagai spesies yang muncul tiba-tiba pada Jaman Kambrium adalah trilobita yang sekarang telah punah. Trilobita termasuk ke dalam filum Arthropoda, dan merupakan makhluk sangat rumit dengan cangkang keras, tubuh khas, dan organ kompleks. Rekaman fosil memungkinkan dilakukannya pengkajian rinci atas mata trilobita. Mata trilobita tersusun atas ratusan mata kecil, dan setiap mata kecil ini mengandung dua lapis lensa. Struktur mata ini benar-benar merupakan keajaiban sebuah rancangan. David Raup, seorang profesor geologi di Universitas Harvard, Rochester, dan Chicago, mengatakan, "trilobita, 450 tahun yang lalu, menggunakan rancangan mantap yang akan membutuhkan seorang ahli lensa terlatih dan penuh imajinasi untuk bisa mengembangkannya saat ini."69

Lukisan lain yang menunjukkan makhluk-makhluk hidup Zaman Kambrium.

Bahkan struktur kompleks luar biasa pada trilobita ini sudah cukup untuk sendirian meruntuhkan Darwinisme, karena tidak ada makhluk kompleks dengan struktur mirip yang hidup pada masa geologis sebelumnya, yang dengan demikian menunjukkan bahwa trilobita muncul tanpa proses evolusi di belakang mereka. Sebuah artikel Science tahun 2001 mengatakan:
Analisa cladistic atas kekerabatan arthropoda mengungkapkan bahwa trilobita, seperti eucrustacea, adalah "ranting" yang lumayan baru dalam pohon arthropoda. Tetapi, fosil-fosil dari nenek moyang arthropoda ini tidak ada. ..Bahkan jika bukti adanya nenek moyang sebelumnya ditemukan, tetaplah merupakan tantangan untuk menjelaskan mengapa begitu banyak hewan telah bertambah ukuran dan memperoleh cangkang dalam waktu yang sedemikian singkat pada awal Kambrium.70

Mata trilobit, dengan struktur rangkap dan ratusan keping lensa kecil, adalah sebuah rancangan yang menakjubkan.

Sangat sedikit yang diketahui tentang keadaan luar biasa dalam Jaman Kambrium ini ketika Charles Darwin menulis The Origin of Species. Hanya sejak masa Darwinlah rekaman fosil telah mengungkap bahwa kehidupan muncul secara tiba-tiba dalam Jaman Kambrium, dan bahwa trilobita dan invertebrata lainnya muncul secara tiba-tiba. Karena itulah, Darwin tidak bisa membahas hal ini secara utuh dalam bukunya. Tetapi ia menyinggung hal ini di bawah bab "Mengenai kemunculan tiba-tiba kelompok-kelompok spesies yang berkerabatan dalam lapisan fosil paling bawah," dimana ia menulis mengenai Jaman Silurian (sebuah nama yang pada saat itu meliputi apa yang sekarang kita sebut Kambrium) sebagai berikut:

Darwin mengatakan bahwa jika teorinya benar, masa yang panjang sebelum trilobit seharusnya dipenuhi oleh moyang makhluk ini. Tetapi, tak satu pun makhluk hidup yang diramalkan Darwin itu pernah ditemukan.
Sebagai contoh, saya tidak ragu bahwa semua trilobita Silurian berasal dari beberapa crustacea sejenis, yang seharusnya hidup jauh sebelum Jaman Silurian, dan kemungkinan sangat jauh berbeda dari hewan apapun yang telah dikenal… Karenanya, jika teori saya benar, tidak bisa disangkal lagi bahwa sebelum lapisan terbawah Silurian mengendap, masa yang panjang berlalu, selama, atau mungkin jauh lebih lama dari, seluruh masa dari jaman silurian hingga hari ini; dan bahwa selama masa sedemikian panjang, namun belum diketahui ini, bumi dipenuhi oleh makhluk hidup. Atas pertanyaan mengapa kita tidak menemukan rekaman dari masa awal yang panjang ini, saya tidak bisa memberi jawaban yang memuaskan.71
Darwin berkata "Jika teori saya benar, Jaman [Kambrium] seharusnya penuh dengan makhluk hidup." Atas pertanyaan mengapa tidak ada fosil makhluk-makhluk ini, ia mencoba memberi jawaban di sepanjang bukunya, menggunakan alasan bahwa "rekaman fosil sangat tidak lengkap." Tetapi saat ini rekaman fosil sudah lumayan lengkap, dan jelas terungkap bahwa makhluk hidup dari Jaman Kambrium tidak memiliki nenek moyang. Ini berarti bahwa kita harus menolak kalimat Darwin yang diawali dengan "Jika teori saya benar." Pemikiran Darwin tidak dapat diterima, dan untuk alasan tersebut, teorinya adalah salah. 
Rekaman dari jaman Kambrium meruntuhkan Darwinisme, baik dengan kekompleksan tubuh trilobita, dan dengan kemunculan makhluk-makhluk yang teramat berbeda pada saat yang sama. Darwin menulis "jika banyak spesies, dari satu genus atau famili, benar-benar memulai kehidupan secara bersamaan, maka kenyataan ini akan mematikan teori penurunan dengan perubahan lambat melalui seleksi alam."72—yaitu, teori yang menjadi inti bukunya. Tetapi seperti yang telah kita lihat sebelumnya, sekitar 60 filum hewan yang berbeda, belum lagi kelompok yang lebih kecil seperti spesies, mulai hidup pada Jaman Kambrium, semuanya dan pada waktu yang bersamaan. Ini membuktikan bahwa gambaran yang disampaikan Darwin sebagai "mematikan teori ini" benar-benar terjadi. Itulah sebabnya mengapa ahli paleoantropologi evolusi dari Swiss, Stefan Bengston, yang mengakui tidak adanya penghubung peralihan ketika menggambarkan Jaman Kambrium, berkomentar sebagai berikut: "Menyulitkan (dan memalukan) bagi Darwin, peristiwa ini masih membingungkan kita."73
 
Satu hal lagi yang perlu dikaji berkenaan dengan trilobita adalah bahwa struktur gabungan berumur 530-juta tahun pada mata makhluk ini tidak berubah sama sekali hingga sekarang. Beberapa serangga masa kini, seperti lebah dan capung, memiliki struktur mata yang benar-benar sama.74 Penemuan ini merupakan satu "pukulan mematikan" lagi bagi pernyataan teori evolusi bahwa makhluk hidup berkembang dari primitif ke yang kompleks.

Asal Usul Vertebrata
Seperti yang telah kami sebutkan di muka, salah satu filum yang muncul tiba-tiba pada jaman Kambrium adalah Chordata, makhluk yang memiliki sistem saraf pusat yang terlindung dalam suatu tengkorak dan notochord atau tulang belakang. Vertebrata adalah satu bagian dari chordata. Vertebrata dibagi lagi menjadi beberapa kelas dasar seperti ikan, amfibia, reptilia, burung, dan mamalia. Mereka mungkin adalah makluk yang paling dominan dalam dunia hewan.
IKAN ZAMAN KAMBRIA

Hingga tahun 1999, pertanyaan apakah vertebrata (hewan bertulang belakang) ada di Zaman Kambrium terbatas pada debat tentang Pikaia. Tetapi, di tahun itu, sebuah penemuan mengejutkan memperdalam kebuntuan evolusi mengenai Ledakan Kambrium: para ahli paleontologi Cina di fauna Chengjiang menemukan fosil dari dua spesies ikan yang berumur sekitar 530 juta tahun, zaman yang disebut Kambrium Awal. Dengan demikian, jelaslah bahwa bersama-sama dengan filum lain, subfilum vertebrata juga ada pada Zaman Kambrium, tanpa moyang evolusi apa pun.


Dua spesies ikan pada Zaman Kambrium, Haikouichthys ercaicunensis dan Myllokunmingia fengiiaoa.

Karena ahli paleontologi evolusi mencoba melihat setiap filum sebagai kelanjutan evolusi dari filum yang lain, mereka menyatakan bahwa filum Chordata berevolusi dari phylum yang lain, yaitu invertebrata. Tetapi, kenyataannya adalah, seperti semua filum, anggota Chordata yang muncul di jaman Kambrium menyangkal pernyataan ini sejak awal. Anggota tertua filum Chordata yang dapat dikenali dari jaman Kambrium adalah makhluk laut yang disebut Pikaia, yang tubuh panjangnya, pada pandangan pertama, mengingatkan kita pada cacing.75 Pikaia muncul pada saat yang bersamaan dengan spesies lain dalam filum tersebut yang diajukan sebagai nenek moyang mereka, dan tanpa bentuk peralihan di antara mereka. Profesor Mustafa Kuru, seorang ahli biologi evolusi Turki, mengatakan dalam bukunya Vertebrata:
Tidak ada keraguan bahwa chordata telah berevolusi dari invertebrata. Akan tetapi, ketiadaan bentuk peralihan antara invertebrata dan chordata mengakibatkan orang mengajukan berbagai dugaan.76
Jika tidak ada bentuk peralihan antara choradata dan invbertebrata, lalu mengapa seseorang bisa berkata "tidak ada keraguan bahwa chordata telah berevolusi dari invertebrata?" Menerima anggapan tanpa bukti yang mendukungnya, tanpa terbersit keragu-raguan, jelaslah bukan sebuah pendekatan ilmiah, tetapi sebuah dogma. Setelah pernyataan ini, Profesor Kuru mengkaji dugaan kaum evolusionis berkenaan dengan asal usul vertebrata, dan sekali lagi mengakui bahwa rekaman fosil chordata hanya terdiri atas celah-celah:
Pandangan yang disebutkan di atas tentang asal usul chordata dan evolusi selalu ditanggapi dengan prasangka, karena tidak berlandaskan pada rekaman fosil.77
Ahli biologi evolusi terkadang menyatakan bahwa alasan mengapa tidak ada rekaman fosil berkenaan dengan asal usul vertebrata adalah karena invertebrata memiliki jaringan lunak dan karenanya tidak meninggalkan jejak fosil. Akan tetapi penjelasan ini sungguh tidak realistis, karena terdapat banyak sekali fosil invertebrata. Hampir semua organisme dalam Kala Kambrium adalah invertebrata, dan puluhan ribu contoh fosil dari spesies-spesies ini telah dikumpulkan. Sebagai contoh, terdapat banyak fosil hewan berjaringan lunak di lapisan Burgess Shale Kanada. (Para ilmuwan berpikir bahwa invertebrata menjadi fosil, dan jaringan lunak mereka tetap utuh pada daerah semacam Burgess Shale, karena secara tiba-tiba tertutupi oleh lumpur dengan kandungan oksigen sangat rendah.78)
Teori evolusi beranggapan bahwa Chordata pertama, seperti Pikaia, berevolusi menjadi ikan. Akan tetapi, sama halnya dengan yang dianggap sebagai evolusi Chordata, teori evolusi ikan juga kekurangan bukti fosil yang mendukungnya. Sebaliknya, semua kelas yang berbeda dari ikan muncul dalam rekaman fosil secara tiba-tiba dan dalam bentuk sempurna. Terdapat jutaan fosil invertebrata dan jutaan fosil ikan; namun tidak satu fosil pun yang merupakan peralihan antara mereka.
Robert Carroll mengakui kebuntuan evolusionis pada asal usul beberapa kelompok di antara vertebrata-vertebrata awal:
Kita masih belum memiliki bukti atas terjadinya peralihan antara cephalochordata dan craniata. Makhluk paling awal yang dikenali sebagai vertebrata telah memiliki semua ciri-ciri pasti dari craniata yang bisa kita harapkan tertinggal dalam fosil. Tidak diketahui fosil yang menunjukkan asal usul vertebrata berahang.79
Seorang ahli paleontologi lainnya, Gerald T. Todd, mengakui kenyataan yang serupa dalam sebuah artikel yang berjudul "Evolusi Paru-paru dan Asal Usul Ikan Bertulang":
Ketiga sub divisi dari ikan bertulang muncul pertama kali dalam rekaman fosil kira-kira pada waktu yang sama. Mereka telah sangat berbeda dalam bentuk, dan telah sepenuhnya berkerangka. Bagaimana mereka muncul? Apa yang membuat mereka bisa sedemikian berbeda? Bagaimana mereka semua muncul dengan kerangka pelindung? Dan mengapa tidak ada jejak bentuk peralihan yang lebih awal?80
ASAL USUL IKAN
Catatan fosil menunjukkan bahwa ikan, seperti jenis makhluk hidup lainnya, juga muncul tiba-tiba dan telah memiliki semua struktur uniknya. Dengan kata lain, ikan diciptakan, bukan berevolusi.
Fosil ikan yang disebut Birkenia dari Skotlandia. Makhluk ini, yang diperkirakan berumur 420 juta tahun, panjangnya kira-kira 4 cm. Fosil ikan hiu dari genus Stethacanthus, berumur sekitar 330 juta tahun.

Fosil ikan berumur 110 juta tahun dari lapisan fosil Santana di Brazil.
Kelompok fosil ikan dari Zaman Mesozoikum.
Fosil ikan berumur sekitar 360 juta tahun pada Zaman Devon. Dinamai Osteolepis panderi, panjangnya sekitar 20 cm dan amat mirip dengan ikan masa kini.

Asal Usul Tetrapoda
Quadrupeda (atau Tetrapoda) adalah nama umum yang diberikan untuk hewan vertebrata yang hidup di darat. Amfibia, reptilia, burung dan mamalia termasuk dalam kelompok ini. Anggapan teori evolusi berkenaan dengan tetrapoda adalah bahwa makhluk ini berevolusi dari ikan yang hidup di laut. Akan tetapi, pernyataan ini mengandung pertentangan, baik dalam fisiologi maupun anatomi. Lebih jauh lagi, ia tidak memiliki dasar apa pun dari rekaman fosil.
Seekor ilkan harus mengalami perubahan besar untuk bisa beradaptasi di darat. Sistem pernafasan, pengeluaran dan rangka, semuanya harus berubah. Insang harus berubah menjadi paru-paru, sirip harus mendapatkan ciri-ciri kaki sehingga mereka bisa menopang berat tubuh, ginjal dan semua sistem pengeluaran harus dirubah agar berfungsi di lingkungan darat, dan kulit akan memerlukan tambahan tekstur baru untuk mencegah kehilangan air. Jika semua ini tidak terjadi, seekor ikan hanya bisa bertahan di darat dalam beberapa menit.
Jadi, bagaimana pandangan evolusionis bisa menjelaskan asal usul hewan-hewan darat? Beberapa komentar dangkal dalam literatur evolusionis sebagian besar berpijak pada dasar pemikiran Lamarck. Sebagai contoh, berkenaan dengan perubahan sirip menjadi kaki, mereka mengatakan, "Pada saat ikan mulai merangkak ke darat, sirip secara bertahap berubah menjadi kaki." Bahkan Ali Demirsoy, salah seorang evolusionis yang berpengaruh di Turki, menulis: "Mungkin sirip ikan berparu-paru berubah menjadi kaki amfibia ketika mereka merangkak di air yang berlumpur."81
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, komentar seperti ini berlandaskan pada pemikiran Lamarck, karena komentar ini pada dasarnya berlandaskan pada peningkatan fungsi suatu organ melalui penggunaan dan pewarisan ciri-ciri ini ke generasi berikutnya. Sepertinya teori yang dirumuskan Lamarck, yang runtuh satu abad yang lalu, masih memiliki pengaruh kuat pada pemikiran bawah sadar para ahli biologi evolusi saat ini.
Jika kita kesampingkan skenario Lamarck, dan karena itu tidak ilmiah, ini, kita harus beralih kepada skenario berdasarkan mutasi dan seleksi alam. Namun demikian, ketika mekanisme ini dikaji, akan terlihat bahwa peralihan dari air ke darat benar-benar merupakan kebuntuan yang sempurna.
Mari kita bayangkan bagaimana seekor ikan bisa muncul dari laut dan menyesuaikan dirinya untuk [hidup di] darat: Jika ikan tidak mengalami perubahan cepat pada sistem pernafasan, pengeluaran dan rangka, maka kematian tak akan terhindarkan. Serangkaian mutasi yang perlu terjadi haruslah menyediakan paru-paru dan ginjal "daratan" bagi ikan, sesegera mungkin. Demikian pula, mekanisme ini haruslah merubah sirip menjadi kaki dan menghasilkan jenis kulit yang akan menahan air di dalam tubuh. Terlebih lagi, serangkaian mutasi ini harus terjadi selama masa hidup dari seekor binatang.

Skenario "peralihan dari air ke darat", sering disebutkan dalam buku-buku evolusionis dengan diagram khayalan seperti di atas, sering ditampilkan dengan penalaran cara Lamarck, yang jelas-jelas ilmu pengetahuan semu.

Tidak ada satu pun ahli biologi evolusi yang akan pernah mengajukan serangkaian mutasi seperti itu. Kemustahilan dan ketidakmasukakalan dari gagasan ini terlihat sangat jelas. Mengingkari kenyataan ini, evolusionis mengajukan gagasan "preadaptasi," yang menyatakan bahwa ikan memperoleh ciri-ciri baru yang akan mereka butuhkan sejak mereka masih di air. Singkatnya, teori ini mengatakan bahwa ikan mendapatkan sifat-sifat hewan darat bahkan sebelum mereka merasa memerlukan sifat-sifat ini, sejak mereka masih hidup di laut.
Meskipun demikian, sekenario seperti ini tidaklah masuk akal bahkan ketika dipandang dari sudut teori evolusi itu sendiri. Tentu saja, mendapatkan sifat-sifat hewan darat tidak akan bermanfaat bagi seekor hewan laut. Oleh karena itu, pemikiran bahwa sifat-sifat ini terjadi karena seleksi alam tidaklah berlandaskan akal sehat. Sebaliknya, seleksi alam seharusnya menyisihkan setiap makhluk yang mengalami "preadaptasi," karena dengan memperoleh sifat-sifat yang membuatnya bisa bertahan di darat tentunya akan menyebabkannya tidak berguna di laut.
Singkatnya, skenario "peralhan dari air ke darat" berada pada kebuntuan yang sempurna. Hal ini diterima oleh para evolusionis sebagai keajaiban alam yang tidak bisa di uji kembali. Inilah mengapa Henry Gee, editor Nature, menganggap skenario ini sebagai cerita yang tidak ilmiah:
Cerita konvensional tentang evolusi, tentang "mata rantai yang hilang", tidak bisa diuji, karena hanya terdapat satu kemungkinan alur peristiwa—yaitu yang tersirat dalam cerita itu. Jika cerita Anda tentang bagaimana kelompok ikan merangkak ke darat dan memunculkan kaki, Anda akan dipaksa melihat hal ini sebagai sebuah kejadian yang hanya sekali terjadi, karena begitulah alur ceritanya . Anda bisa mengikuti alur cerita tersebut atau tidak—tidak ada pilihan.82

Tidak ada proses "evolusi" dalam asal usul katak. Katak tertua yang diketahui berbeda sama sekali dengan ikan, dan muncul dengan seluruh sifat khasnya. Katak pada masa kita bersifat-sifat sama. Tiada perbedaan antara katak yang terawetkan di dalam ambar di Republik Dominika dengan spesimen-spesimen yang hidup sekarang.

Kebuntuan tidak hanya datang dari mekanisme evolusi, tetapi juga dari rekaman fosil atau studi pada tetrapoda hidup. Robert Carrol harus mengakui bahwa "baik rekaman fosil maupun studi tentang perkembangan pada genus modern belum memberikan gambaran lengkap bagaimana anggota badan yang saling berpasangan pada tetrapoda berevolusi…"83

Calon klasik bagi bentuk peralihan dalam evolusi ikan-tetrapoda adalah beberapa genus ikan dan amfibia.

Fosil Eusthenopteron foordi dari Zaman Devon Akhir ditemukan Kanada.
Evolusionis mengacu pada coelacanth (dan yang berkerabat dekat, Rhipidistians yang telah punah) sebagai nenek moyang yang paling mungkin bagi quadruped. Ikan ini berada di bawah sub kelas Crossopterygian. Evolusionis mencurahkan segala harapan mereka pada makhluk ini karena sirip-sirip mereka memiliki struktur yang sedikit "berotot." Namun ikan ini bukanlah bentuk peralihan; terdapat perbedaan anatomis dan fisiologis antara kelas ini dengan amfibia. 

Pada kenyataannya, yang disebut sebagai "bentuk peralihan" antara ikan dan amfibia bukanlah peralihan dalam pengertian bahwa keduanya memiliki sangat sedikit perbedaan, tetapi hanya karena mereka bisa menjadi contoh terbaik bagi skenario evolusi. Terdapat perbedaan anatomis besar antara ikan yang paling mungkin diambil sebagai nenek moyang amfibia dan amfibia yang dianggap sebagai turunannya. Contohnya adalah Eusthenopteron (seekor ikan yang telah punah) dan Acanthostega (seekor amfibia yang telah punah), dua subyek favorit bagi skenario evolusi terkini berkenaan dengan asal usul tetrapoda. Robert Carroll, dalam Pattern and Processes of Vertebrata Evolution, berkomentar mengenai kedua spesies yang dianggap berhubungan ini sebagai berikut:

Eusthenopteron dan Acanthostega dapat diambil sebagai titik akhir dalam peralihan antara ikan dan amfibia. Dari 145 ciri-ciri anatomis yang bisa dibandingkan antara dua genus ini, 91 menunjukkan perubahan yang berhubungan dengan adaptasi untuk hidup di darat… Ini jauh lebih banyak daripada jumlah perubahan yang terjadi dalam setiap [bentuk] transisi yang menjadi asal usul lima belas kelompok tetrapoda Paleozoic.84
Sembilan puluh satu perbedaan dari 145 ciri-ciri anatomi… Dan para evolusionis percaya bahwa semua [perbedaan] ini adalah hasil desain ulang melalui sebuah proses mutasi acak selama kira-kira 15 juta tahun.85 Mempercayai skenario semacam itu mungkin perlu bagi kepentingan teori evolusi, tetapi hal ini tidak tepat secara ilmiah dan rasional. Hal ini berlaku juga bagi semua bentuk skenario ikan-amfibia lainnya, yang berbeda menurut kandidat yang dipilih sebagai bentuk peralihan tersebut. Henry Gee, editor majalah Nature, membuat komentar serupa mengenai skenario berdasarkan Ichtyostega, satu amfibia punah lainnya yang amat mirip dengan Acanthostega:

Pernyataan bahwa Ichtyostega adalah sebuah mata rantai yang hilang antara ikan dan tetrapoda yang muncul kemudian mengungkapkan lebih banyak prasangka kita daripada makhluk yang seharusnya kita pelajari. Ini menunjukkan seberapa keras kita memaksakan pandangan sempit atas suatu kenyataan berdasarkan pengalaman pribadi kita yang terbatas, padahal kenyataan tersebut mungkin lebih besar, lebih asing, dan lebih berbeda daripada yang mampu kita bayangkan. 86
Satu ciri mengagumkan lainnya mengenai asal usul amfibia adalah kemunculan tiba-tiba dari ketiga kelompok dasar amfibia . Carrol memberi catatan bahwa "Fosil paling awal dari kodok, caecilian, dan salamander semua muncul di Jaman Jurassic Awal hingga Tengah. Semua menunjukkan sebagian besar ciri-ciri penting dari keturunan mereka yang hidup sekarang." 87 Dengan kata lain, hewan-hewan ini muncul secara tiba-tiba dan tidak mengalami "evolusi" apapun sejak saat itu.

Spekulasi mengenai Coelacanth
Ikan yang berada dalam famili coelacanth pernah diterima sebagai bukti kuat bagi bentuk peralihan. Menyandarkan alasan mereka pada fosil coelacanth, ahli biologi evolusi mengemukakan bahwa ikan ini memiliki paru-paru primitif (belum berfungsi secara penuh). Banyak terbitan ilmiah mengemukakan fakta ini, lengkap dengan gambar yang menunjukkan bagaimana coelacanth beralih dari air ke darat. Semua ini bersandar pada anggapan bahwa coelacanth adalah spesies yang telah punah.

Ketika hanya mempunyai fosil-fosil Coelacanth, ahli paleontologi evolusi mengemukakan sejumlah anggapan Darwinis tentang fosil-fosil itu; akan tetapi, ketika contoh-contoh hidup ditemukan, semua anggapan ini hancur.

Di bawah adalah foto-foto Coelancanth hidup. Foto kanan menunjukkan spesimen terakhir Coelacanth, yang ditemukan di Indonesia pada tahun 1998.

Akan tetapi pada 22 Desember 1983, sebuah penemuan yang sangat menarik terjadi di lautan Hindia. Seekor anggota famili coelacanth, yang sebelumnya digambarkan sebagai bentuk peralihan yang telah punah 70 juta tahun yang lalu, tertangkap hidup-hidup! Tidak diragukan lagi, penemuan contoh "hidup" dari coelacanth memberikan kejutan bagi para evolusionis. Ahli paleontologi evolusionis J. L. B. Smith mengatakan, "kalaupun saya bertemu dengan dinosaurus di jalan saya tidak akan lebih terkejut." 88 Dalam tahun-tahun berikutnya, 200 coelacanth ditemukan di berbagai tempat di dunia. 

Coelacanth hidup menunjukkan begitu tidak berlandaskannya spekulasi yang berkenaan dengan mereka. Bertentangan dengan apa yang telah dinyatakan sebelumnya, coelacanth tidak memiliki paru-paru primitif ataupun otak yang besar. Organ yang oleh peneliti evolusionis dikemukakan sebagai paru-paru primitif ternyata hanyalah sebuah kantung berenang yang penuh lemak. 89 Lebih jauh lagi, coelacanth, yang sebelumnya diperkenalkan sebagai "calon reptilia yang siap beralih dari laut ke darat," pada kenyataannya adalah seekor ikan yang hidup di kedalaman samudra dan tidak pernah mencapai lebih dekat dari 180 meter dari permukaan laut. 90

PERBEDAAN ANTARA SIRIP DAN KAKI


Alasan mendasar mengapa evolusionis membayangkan Coelacanth dan ikan yang serupa adalah "moyang hewan darat" adalah karena ikan-ikan ini memiliki sirip bertulang. Mereka membayangkan bahwa sirip-sirip ini secara bertahap menjadi kaki. Akan tetapi, ada perbedaan mendasar antara tulang sirip ikan dan tulang kaki hewan darat seperti Ichthyosteg. Seperti ditunjukkan Gambar 1, tulang sirip Coelacanth tak menyambung ke tulang belakang; sedangkan pada Ichthyostega terjadi sebaliknya, sebagaimana ditunjukkan Gambar 2. Karena alasan ini, pernyataan bahwa sirip berkembang bertahap menjadi kaki sangat tidak beralasan. Lebih jauh, struktur tulang sirip Coelacanth sangat berbeda dengan tulang kaki Ichthyostega, sebagaimana terlihat pada Gambar 3 dan 4.

Setelah penemuan ini, coelacanth tiba-tiba kehilangan semua popularitasnya dalam publikasi evolusionis. Peter Forey, seorang ahli paleontologi evolusionis, dalam artikelnya di majalah Nature, mengatakan:
Penemuan Latimeria memunculkan harapan untuk mengumpulkan informasi langsung atas peralihan ikan menjadi amfibia, karena pada saat itu ada keyakinan bahwa coelacanth merupakan kerabat dekat nenek moyang tetrapoda. …Tetapi studi tentang anatomi dan fisiologi dari Latimeria telah menunjukkan bahwa teori mengenai hubungan ini menjadi dangkal dan reputasi coelacanth hidup sebagai mata rantai yang hilang terlihat tidak tepat. 91
Ini berarti satu-satunya pernyataan serius mengenai bentuk peralihan antara ikan dengan amfibia telah diruntuhkan.

Kendala Fisik atas Peralihan dari Air ke Darat
Pernyataan bahwa ikan adalah nenek moyang dari makhluk-makhluk darat telah disangkal oleh pengamatan anatomi dan fisiologi sebagaimana rekaman fosil. Ketika kita mengkaji besarnya perbedaan anatomi dan fisiologi antara hewan air dan darat, kita bisa melihat bahwa perbedaan ini tidak mungkin menghilang melalui sebuah proses evolusi dengan perubahan bertahap berdasarkan kebetulan. Kita bisa mendaftar pebedaan-perbedaan yang paling nyata sebagai berikut:

1- Penopangan beban: makhluk laut tidak bermasalah dalam menopang berat badannya sendiri di laut, meskipun struktur tubuh mereka tidak dibentuk untuk kondisi di darat. Akan tetapi, kebanyakan makhluk yang hidup di darat menkonsumsi 40 persen energi mereka hanya untuk membawa tubuh mereka sendiri. Makhluk-makhluk yang mangalami peralihan dari air ke darat pada saat yang sama harus mengalami perkembangan baru pada sistem otot dan rangka mereka untuk memenuhi kebutuhan energi ini, dan hal ini tidak akan mungkin terjadi melalui mutasi secara kebetulan. 

Alasan mendasar mengapa evolusionis membayangkan coelacanth dan ikan serupa sebagai nenek moyang hewan-hewan darat adalah bahwa sirip-sirip mereka memiliki tulang. Diasumsikan bahwa sejalan dengan waktu sirip-sirip ini berubah menjadi kaki penopang beban. Akan tetapi, terdapat perbedaan mendasar antara tulang-tulang ikan ini dengan kaki hewan darat. Tidak mungkin tulang ikan ini mengambil fungsi penopang beban, karena mereka tidak tersambung dengan tulang punggung. Kaki hewan darat, pada sisi lain, berhubungan langsung dengan tulang punggung. Dengan alasan ini, pernyataan bahwa sirip-sirip ini perlahan-lahan berkembang menjadi kaki sangat tidak berdasar.
MASALAH GINJAL
Ikan membuang zat-zat berbahaya dari dalam tubuhnya langsung ke air, sedangkan hewan darat memerlukan ginjal. Karena alasan ini, skenario peralihan dari air ke daratan membutuhkan ginjal yang telah berkembang secara tak sengaja.
Akan tetapi, ginjal mempunyai struktur amat rumit, dan lebih lagi, seluruh bagiannya harus ada dan dalam susunan yang lengkap agar berfungsi. Ginjal yang berkembang 50, atau 70, atau bahkan 90 persen tak akan dapat berfungsi. Karena teori evolusi bergantung pada anggapan bahwa "organ yang tak digunakan akan menghilang", ginjal yang telah berkembang 50 persen akan menghilang dari tubuh pada tahap awal evolusi.

2- Penyimpanan panas: Di darat, suhu bisa berubah dengan cepat, dan naik turun dalam rentang yang lebar. Hewan-hewan darat memiliki suatu mekanisme fisik yang mampu menahan perubahan suhu sedemikian besar. Akan tetapi, di laut, suhu berubah secara perlahan, dan dalam rentang yang lebih sempit. Organisme hidup dengan sistem tubuh diatur sesuai dengan dengan suhu tetap lautan akan membutuhkan sistem pertahanan untuk menghindari sekecil mungkin kerusakan karena perubahan temperatur di darat. Sungguh tidak masuk akal untuk menyatakan bahwa ikan mendapatkan sistem seperti itu melalui mutasi acak ketika mereka beralih ke darat.
METAMORFOSIS

Katak dilahirkan dalam air, tinggal di sana untuk sementara, dan akhirnya muncul ke daratan dalam proses yang disebut "metamorfosis". Sebagian orang berpikir bahwa metamorfosis itu bukti evolusi, padahal keduanya tak berhubungan sama sekalir.
Satu-satunya mekanisme rekaan yang diajukan oleh evolusi hanyalah mutasi. Akan tetapi, metamorfosis tidak terjadi karena pengaruh-pengaruh kebetulan seperti mutasi. Sebaliknya, perubahan ini telah tertulis dalam kode genetik katak. Dengan kata lain, sudah jelas bahwa ketika baru lahir, seekor katak akan berjenis tubuh yang memungkinkannya hidup di daratan. Penelitian yang dilakukan pada tahun-tahun belakangan ini menunjukkan bahwa metamorfosis itu sebuah proses rumit yang diatur oleh beraneka gen. Lebih jauh, hilangnya ekor selama proses ini pun diatur, menurut majalah Science News, oleh lebih dari selusin gen (Science News, 17 Juli 1999, h. 43).
Pernyataan evolusionis tentang peralihan dari air ke darat mengatakan bahwa ikan, dengan suatu kode genetik yang dirancang selengkapnya agar memungkinkannya hidup di air, dapat berubah menjadi makhluk darat sebagai hasil mutasi. Akan tetapi, karena alasan ini, metamorfosis sebenarnya telah merontokkan evolusi, bukan mendukungnya, karena kesalahan terkecil dalam metamorfosis akan mengakibatkan makhluk itu mati atau cacat. Terjadinya metamorfosis secara sempurna itu penting. Tak mungkin suatu proses rumit, yang tak menyisihkan ruang bagi kesalahan terjadi akibat mutasi tak sengaja, sebagaimana yang dinyatakan oleh evolusi.

3- Air: Sangat penting bagi metabolisme, air perlu digunakan secara ekonomis karena kelangkaannya di darat. Sebagai contoh, kulit harus bisa membiarkan air dalam jumlah tertentu keluar, tetapi harus juga mencegah penguapan yang berlebihan. Itulah mengapa binatang darat mengalami kehausan, sesuatu yang tidak dialami binatang laut. Atas alasan ini, kulit hewan-hewan laut tidak cocok untuk habitat selain air. 

4- Ginjal: Organisme laut mengeluarkan zat-zat sisa, khususnya ammonia, melalui lingkungan air mereka. Pada ikan air tawar, sebagian besar sampah nitrogennya (termasuk sejumlah besar ammonia, NH3) dikeluarkan dengan difusi dari insangnya. Ginjal secara umum lebih merupakan alat untuk menjaga keseimbangan air pada hewan, daripada suatu organ pengeluaran. Ikan air laut memiliki dua tipe. Hiu, skates, dan ikan pari bisa memiliki kandungan urea yang sangat tinggi dalam darahnya. Darah hiu bisa mengandung 2,5% urea yang sangat berbeda dengan 0,01-0,03% pada vertebrata lainnya. Jenis ikan lainnya, misalnya ikan laut bertulang, juga sangat berbeda. Mereka terus kehilangan air tetapi digantinya dengan minum air laut yang kemudian dikurangi kadar garamnya. Mereka lebih mengandalkan pengeluaran tubular untuk menghilangkan kelebihan atau sisa-sisa zat terlarut. 

Setiap sistem pengeluaran ini sangat berbeda dengan yang dimiliki oleh hewan-hewan vertebrata darat. Oleh karena itu, supaya terjadi peralihan dari air ke darat, makhluk hidup tanpa ginjal harus mengembangkan sebuah sistem ginjal seluruhnya pada saat yang bersamaan.
5- Sistem pernafasan: Ikan "bernafas" dengan mengambil oksigen yang terlarut dalam air yang mereka lewatkan melalui insang. Mereka tak bisa hidup lebih dari beberapa menit di luar air. Untuk bertahan di darat, mereka harus memiliki sistem paru-paru yang sempurna dengan segera.
Tentunya sangatlah tidak mungkin bahwa semua perubahan fisiologis yang sedemikian besar bisa terjadi pada organisme yang sama pada waktu yang sama, dan semuanya karena kebetulan.

Asal Usul Reptilia
Dinosaurus, kadal, kura-kura, buaya—semuanya yermasuk dalam kelas reptilia. Beberapa, seperti dinosaurus, telah punah, tetapi sebagian besar spesies ini masih hidup di bumi. Reptilia memiliki beberapa ciri yang khas. Misalnya, tubuh mereka ditutupi oleh sisik, dan mereka berdarah dingin, artinya mereka tidak mampu mengatur suhu tubuh secara fisiologis (itulah sebabnya mereka berjemur dibawah sinar matahari untuk menghangatkan tubuh). Kebanyakan dari mereka bereproduksi dengan bertelur.

TELUR YANG BERBEDA
Salah satu ketidakselarasan pada skenario evolusi amfibi-reptil adalah struktur telur. Telur amfibi, yang berkembang di dalam air, mempunyai struktur seperti agar-agar dan membran berpori, sedangkan telur reptil, sebagaimana diperlihatkan dalam reka-ulang telur dinosaurus di foto kanan, keras dan kedap cairan, agar sesuai dengan lingkungan darat. Jika amfibi berubah menjadi reptil, telurnya harus tak sengaja menjadi telur reptil sempurna, namun, kesalahan terkecil dalam proses seperti ini akan membawa ke kepunahan spesies itu.

Berkenaan dengan asal usul makhluk-makhluk ini, evolusi sekali lagi berada pada kebuntuan. Darwinisme menyatakan bahwa reptilia berevolusi dari amfibia. Akan tetapi, belum pernah ada penemuan untuk membuktikan pernyataan seperti itu. Sebaliknya, perbandingan antara amfibia dengan reptilia mengungkap adanya perbedaan fisiologis yang besar antara keduanya, dan makhluk "setengah reptilia-setengah amfibia" tidak akan memiliki kesempatan untuk bertahan hidup. 

Salah satu contoh perbedaan fisiologis antara dua kelompok ini adalah struktur yang berbeda pada telur mereka. Amfibia menempatkan telur mereka di air, dan telur-telur mereka bagaikan jelly, dengan selaput tembus pandang dan tembus air. Telur seperti itu memiliki struktur ideal bagi perkembangan di air. Reptilia, di sisi lain, menempatkan telur mereka di darat, dan karenanya telur mereka dirancang untuk bertahan di sana. Cangkang keras dari telur reptilia, juga dikenal sebagai "telur amniota," memungkinkan udara untuk masuk, tetapi tidak tembus air. Dengan cara ini, air yang dibutuhkan oleh hewan yang sedang tumbuh tetap tersimpan di dalam telur. 

Jika telur amfibia ditempatkan di darat, mereka akan segera mengering, membunuh embrio di dalamnya. Hal ini tidak bisa dijelaskan secara evolusi, yang menyatakan bahwa reptilia telah berevolusi sedikit demi sedikit dari amfibia. Hal ini karena, untuk memulai suatu kehidupan di darat, telur amfibia haruslah berubah menjadi telur amniota dalam masa hidup satu generasi. Bagaimana proses semacam ini bisa terjadi melalui seleksi alam dan mutasi—mekanisme evolusi—sungguh tidak bisa dijelaskan. Ahli biologi Michael Denton menjelaskan secara rinci kebuntuan para evolusionis dalam permasalahan ini:
Setiap buku acuan evolusi menyatakan bahwa reptilia bervolusi dari amfibia tetapi tidak ada penjelasan bagaimana adaptasi penting yang membedakan reptilia, telur amniota, muncul secara bertahap sebagai hasil dari perubahan kecil yang terus menerus berakumulasi. Telur amniota reptilia jauh lebih kompleks dan sama sekali berbeda dengan telur amfibia. Dalam kingdom hewan, hampir tidak ada dua telur [lainnya] yang lebih berbeda secara mendasar … Asal usul telur amniota dan amfibia – peralihan [menjadi] reptilia hanyalah satu lagi [contoh dalam] kelompok utama vertebrata di mana belum pernah diberikan skema evolusi yang jelas. Berusaha menjelaskan, misalnya, bagaimana jantung dan lengkung aorta dari amfibia berubah secara bertahap menjadi seperti yang dimiliki reptilia dan mamalia adalah benar-benar masalah besar. 92

Rekaman fosil pun tidak menyediakan bukti apapun untuk memperkuat hipotesis evolusionis berkenaan dengan asal usul reptilia.
Robert L. Carrol, seorang ahli paleontologi evolusi yang juga ahli paleontologi vertebrata, bersedia menerima kenyataan ini. Ia menulis dalam karya klasiknya, Vertebrate Paleontology and Evolution, bahwa "Amniota awal telah cukup berbeda dari semua amfibia jaman Paleozoic sehingga nenek moyan mereka yang sebenarnya belum bisa ditentukan." 93 Dalam bukunya yang lebih baru, Patterns and Processes of Vertebrate Evolution, yang diterbitkan tahun 1997, ia mengakui bahwa "Asal usul ordo amfibia modern, (dan) peralihan antara tetrapoda awal" adalah "masih samar" sebagaimana juga asal usul dari berbagai kelompok utama lainnya. 94
Kenyataan yang sama juga diakui oleh Stephen Jay Gould:

KESALAHPAHAMAN TENTANG SEYMOURIA

Para evolusionis suatu kali menyatakan bahwa fosil Seymouria pada foto ini adalah bentuk peralihan antara amfibi dan reptil. Berdasarkan skenario ini, Seymouria adalah "moyang purba reptil." Akan tetapi, penemuan-penemuan fosil selanjutnya menunjukkan bahwa reptil hidup di bumi sekitar 30 juta tahun sebelum Seymouria. Dengan adanya petunjuk ini, para evolusionis harus menghentikan ulasan mereka tentang Seymouria.
Tidak ada fosil amfibia yang terlihat jelas sebagai pendahulu dalam silsilah vertebrata darat (reptilia, burung, dan mamalia). 95
Sejauh ini, hewan terpenting yang diajukan sebagai "nenek moyang reptilia" adalah Seymouria, satu spesies amfibia. Akan tetapi, kenyataan bahwa Seymouria tidak bisa dijadikan sebagai bentuk peralihan diungkap oleh penemuan bahwa reptilia telah ada di bumi sekitar 30 juta tahun sebelum Seymouria pertama kali muncul. Fosil tertua Seymouria ditemukan dalam lapisan Permian Bawah, atau 280 juta tahun yang lalu. Namun spesies reptilia tertua yang dikenal, Hylonomus dan Paleothyris, ditemukan di lapisan Pennsylvania Bawah, sekitar 315-330 juta tahun yang lalu. 96 Tentunya sangatlah tidak beralasan, setidaknya, jika "nenek moyang reptilia" hidup lebih belakangan dari pada reptilia yang pertama. 

Singkatnya, bertentangan dengan pernyataan evolusionis bahwa makhuk hidup berevolusi secara bertahap, fakta ilmiah mengungkap bahwa makhluk-makhluk ini muncul di bumi secara tiba-tiba dan terbentuk sempurna.

Ular dan Kura-kura
Lebih jauh lagi, terdapat batas yang tidak bisa dilewati antara berbagai ordo reptilia seperti ular, buaya, dinosaurus, dan kadal. Setiap ordo yang berbeda ini muncul secara tiba-tiba dalam rekaman fosil, dan dengan struktur yang sangat berbeda. Melihat berbagai struktur dalam kelompok yang sangat berbeda ini, evolusionis membayangkan proses evolusi yang mungkin terjadi. Tetapi hipotesis tersebut tidak tercerminkan dalam rekaman fosil. Sebagai contoh, salah satu anggapan umum evolusi adalah bahwa ular berevolusi dari kadal yang secara bertahap kehilangan kaki mereka. Tetapi evolusionis tidak bisa menjawab pertanyaan apa "manfaat" yang akan didapat kadal yang mulai kehilangan kakinya dan bagaimana makhluk ini bisa "terpilih" oleh seleksi alam.


Fosil ular sanca dari genus Palaeopython yang berumur sekitar 50 juta tahun.
Perlu diingat bahwa ular tertua yang pernah diketahui dalam rekaman fosil tidak memiliki ciri-ciri "bentuk peralihan", dan tidak berbeda dengan ular di masa kita. Fosil ular tertua yang diketahui adalah Dinilysia, ditemukan pada bebatuan Cretaceous Atas di Amerika Selatan. Robert Carrol mengakui bahwa makhluk ini "menunjukkan tahapan evolusi yang lumayan maju pada ciri-ciri ini [ciri-ciri khas dari tengkorak ular]," 97 dengan kata lain, ular ini telah memiliki semua ciri ular modern.
Satu ordo reptilia yang lain adalah kura-kura, yang muncul dalam rekaman fosil bersama-sama dengan cangkang yang khas dari mereka. Sumber-sumber evolusionis menyatakan bahwa "Sayangnya, asal usul dari ordo yang sukses ini dikaburkan oleh ketidaklengkapan fosil-fosil terdahulu meskipun kura-kura meninggalkan fosil yang lebih banyak dan lebih baik daripada vertebrata-vertebrata lainnya. Hingga pertengahan Era Triassic (sekitar 200.000.000 tahun yang lalu) kura-kura sangatlah melimpah dan memiliki ciri-ciri dasar kura-kura… Peralihan antara kura-kura dan cotylosaurus, reptilia primitif yang mungkin menjadi nenek moyang kura-kura, benar-benar tidak ditemukan." 98

Kiri, kura-kura air tawar yang berumur sekitar 45 juta tahun, ditemukan di Jerman. Kanan, kura-kura air laut tertua yang diketahui. Fosil berumur 110 juta tahun ini, yang ditemukan di Brazil, mirip dengan spesimen-spesimen yang hidup saat ini.

Demikianlah Robert Carrol terpaksa menyebutkan asal usul kura-kura di mana "[bentuk] peralihan penting dan sebarannya masih belum diketahui." 99
Semua jenis makhluk hidup ini muncul secara tiba-tiba dan tidak bergantung satu sama lain. Kenyataan ini adalah bukti ilmiah bahwa mereka telah diciptakan.

Reptilia Terbang
Satu kelompok menarik dalam kelas reptilia adalah reptilia terbang. Kelompok ini pertama kali muncul sekitar 200 juta tahun yang lalu pada jaman Triassic Atas, tetapi kemudian menjadi punah. Makhluk-makhluk ini semuanya reptilia, karena mereka memiliki semua ciri dasar dari kelas reptilia. Mereka adalah hewan berdarah dingin (artinya, mereka tidak bisa mengatur suhu tubuh sendiri) dan tubuh mereka ditutupi oleh sisik. Tetapi mereka memiliki sayap yang kuat, dan diperkirakan sayap ini membuat mereka bisa terbang. 

Reptilia terbang digambarkan dalam beberapa publikasi populer evolusionis sebagai temuan paleontologis yang mendukung Darwinisme—setidaknya, inilah kesan yang dimunculkan. Akan tetapi, asal usul reptilia terbang sebenarnya memberi masalah yang nyata bagi teori evolusi. Petunjuk terang dari hal ini adalah bahwa reptilia terbang muncul secara tiba-tiba dan sempurna, tanpa ada bentuk peralihan antara mereka dan reptilia darat. Reptilia terbang memiliki desain sayap yang sangat baik, yang tidak dimiliki oleh reptilia darat. Tidak ada makhluk dengan setengah-sayap yang pernah ditemukan dalam rekaman fosil.

Fosil Eudimorphodon, salah satu spesies reptil terbang tertua. Spesimen ini, ditemukan di Italia Utara, berumur sekitar 220 juta tahun.
Dalam setiap kasus, tidak ada makhluk setengah-sayap yang pernah hidup, karena jika makhluk khayalan ini pernah ada, mereka seharusnya dalam kerugian besar dibandingkan dengan reptilia lain [karena] telah kehilangan kaki depan namun masih belum bisa terbang. Dalam keadaan seperti ini, menurut kaidah evolusi itu sendiri, mereka akan telah tersingkirkan dan punah. 

Kenyataannya, ketika sayap reptilia terbang diteliti, mereka memiliki desain sedemikian sempurna yang tidak akan pernah dapat dijelaskan dengan evolusi. Sebagaimana reptilia lain memiliki lima jari pada kaki depan mereka, reptilia terbang memiliki lima jari pada sayap mereka. 
Tetapi jari ke empatnya sekitar 20 kali lebih panjang dari jari lainnya, dan sayapnya terentang di bawah jari ini. Jika reptilia darat telah berevolusi menjadi reptilia terbang, maka jari ke empat ini seharusnya tumbuh secara bertahap sedikit demi sedikit. Tidak hanya jari ke empat, tetapi semua struktur sayap, haruslah berkembang melalu mutasi asal, dan semua proses ini haruslah memberi suatu manfaat bagi makhluk tersebut. Duane T. Gish, salah seorang pengkritik terkemuka teori evolusi pada tataran ilmu tentang fosil, berkomentar sebagai berikut:

Sebuah fosil reptil terbang dari spesies Pterodactylus kochi. Spesimen ini, yang ditemukan di Bavaria, berumur sekitar 240 juta tahun.

Pemikiran bahwa reptilia darat dapat secara bertahap diubah menjadi reptilia terbang tidaklah masuk akal. Struktur awal yang setengah jadi, daripada menguntungkan bentuk peralihan tersebut, akan lebih merupakan kerugian yang besar. Sebagai contoh, evolusionis beranggapan bahwa, meskipun terlihat aneh, mutasi terjadi dan hanya berpengaruh pada empat jari sedikit demi sedikit. Tentunya, mutasi acak lainnya yang terjadi secara bersamaan, meskipun terlihat luar biasa, menjadi sebab kemunculan secara bertahap dari selaput sayap, otot terbang, tendon, saraf, pembuluh darah, dan struktur lainnya yang diperlukan untuk membentuk sayap. Pada suatu tahapan, reptilia terbang yang sedang berkembang akan memiliki 25 persen sayap. Namun demikian, makhluk aneh ini tidak akan mampu bertahan hidup. Apa manfaat dari sayap yang baru 25 persen? Yang jelas makhluk ini tidak bisa terbang, dan tidak akan lagi bisa berlari…100
Singkatnya, tidak mungkin menjelaskan asal usul reptilia terbang melalui mekanisme evolusi Darwin. Dan kenyataannya. rekaman fosil mengungkapkan bahwa tidak pernah terjadi proses evolusi seperti itu. Lapisan-lapisan fosil hanya menyimpan reptilia darat seperti yang kita lihat sekarang, dan reptilia terbang yang telah berkembang sempurna. Tidak ada bentuk peralihan. Carrol, salah seorang yang disegani di dunia paleontologi vertebrata, membuat pengakuan berikut ini sebagai seorang evolusionis:
…semua pterosaurus jaman Triassic telah dikhususkan untuk terbang… Mereka menyediakan sedikit bukti mengenai nenek moyang langsung mereka dan tidak memberi bukti sama sekali bagi tahap-tahap awal dalam asal usul [kemampuan] terbang. 101


Sayap reptil terbang mengembang sepanjang "jari keempat" sekitar 20 kali panjang jari-jari lainnya. Yang penting di sini adalah struktur sayap yang menarik ini muncul tiba-tiba dan terbentuk sempurna dalam catatan fosil. Tiada contoh yang menunjukkan bahwa "jari keempat" ini tumbuh bertahap—dengan kata lain, berevolusi.

Carrol, baru-baru ini, dalam tulisannya Patterns and Processes of Vertebrate Evolution, menetapkan asal usul pterosaurus di antara peralihan penting yang seluk beluknya tidak banyak diketahui. 102
Singkatnya, tidak ada bukti bagi evolusi reptilia terbang. Karena istilah "reptilia" bagi kebanyakan orang hanya berarti reptilia yang hidup di darat, publikasi populer evolusionis mencoba menanamkan kesan mengenai reptilia terbang bahwa reptilia menumbuhkan sayap dan mulai terbang. Akan tetapi, kenyataannya adalah bahwa reptilia darat dan reptilia terbang muncul tanpa ada hubungan evolusi di antara mereka.

Reptilia Laut
Satu lagi kelompok menarik dalam klasifikasi reptilia adalah reptilia laut. Sebagian besar reptilia yang termasuk dalam kelompok ini telah punah, walaupun kura-kura adalah contoh yang masih bertahan hingga sekarang. Sama halnya dengsn reptilia terbang, asal usul reptilia laut adalah sesuatu yang tidak bisa dijelaskan dengan pendekatan evolusi. Reptilia laut terpenting yang telah diketahui adalah makhluk yang dinamakan Ichthyosaurus. Dalam bukunya Evolution of the Vertebrates, Edwin H. Colbert dan Michael Morales mengakui fakta bahwa tidak ada penjelasan evolusi mengenai asal usul makhluk-makhluk ini yang dapat diberikan:

Fosil Ichtyosaurus dari genus Stenopterygius, berumur sekitar
250 juta tahun.
Ichthyosaurus, yang dalam berbagai hal merupakan reptilia akuatik yang paling maju, muncul sekitar jaman Triassic Awal. Kahadiran mereka dalam sejarah geologis reptilia adalah tiba-tiba dan dramatis; tidak terdapat petunjuk pada sedimen sebelum jaman Triassic yang mungkin menjadi pendahulu dari Ichthyosaurus… Permasalahan mendasar mengenai hubungan Ichthyosaurus adalah tidak ditemukannya bukti meyakinkan yang bisa menghubungkan kelompok reptilia ini dengan kelompok reptilia lainnya. 103

Fosil Ichthyosaurus berumur
200 juta tahun.
Semacam itu pula, Alfred S. Romer, salah seorang pakar dalam Sejarah Alam Vertebrata, menulis:
Tidak ada bentuk pendahuluan [dari ichthyosaurus] yang telah diketahui. Keganjilan struktur Ichthyosaurus kelihatannya memerlukan waktu yang lama bagi perkembangan mereka dan karenanya menunjukkan asal usul yang sangat tua bagi kelompok ini, tetapi tidak ditemukan reptilia jaman Permian sebagai nenek moyang mereka. 104
Carrol sekali lagi harus mengakui bahwa asal usul Ichthyosaurus dan Nothosaurus (famili reptilia akuatik yang lain) adalah termasuk dalam kasus-kasus yang "kurang dipahami" bagi evolusionis. 105
Singkatnya, berbagai makhluk yang termasuk dalam kelompok reptilia muncul di bumi tanpa hubungan evolusi di antara mereka. Seperti yang akan kita lihat dalam bagian selanjutnya, situasi yang sama berlaku pada mamalia: terdapat mamalia terbang (kelelawar) dan mamalia laut (ikan lumba-lumba dan paus). Namun demikian, kelompok-kelompok yang berbeda ini jauh untuk disebut sebagai bukti bagi evolusi. Sebaliknya, mereka merupakan masalah nyata tidak bisa dijelaskan oleh evolusi karena dalam segala hal, berbagai kelompok taksonomi ini muncul di bumi secara tiba-tiba, tanpa ada bentuk peralihan di antara mereka, dan dengan berbagai struktur mereka yang telah utuh.
Ini adalah bukti ilmiah yang jelas bahwa semua makhluk ini sebenarnya diciptakan.
   
56 Stephen C. Meyer, P. A. Nelson, and Paul Chien, The Cambrian Explosion: Biology's Big Bang, 2001, h. 2.
57 Richard Monastersky, "Mysteries of the Orient," Discover, April 1993, h. 40. (tanda penegasan ditambahkan)
58 Richard Monastersky, "Mysteries of the Orient," Discover, April 1993, h. 40.
59 Richard Dawkins, The Blind Watchmaker, W. W. Norton, London, 1986, h. 229. (tanda penegasan ditambahkan)
60 Phillip E. Johnson, "Darwinism's Rules of Reasoning," in Darwinism: Science or Philosophy by Buell Hearn, Foundation for Thought and Ethics, 1994, h. 12. (tanda penegasan ditambahkan)
61 R. Lewin, Science, vol. 241, 15 Juli 1988, h. 291. (emphasis added)
62 Gregory A. Wray, "The Grand Scheme of Life," Review of The Crucible Creation: The Burgess Shale and the Rise of Animals by Simon Conway Morris, Trends in Genetics, Februari 1999, vol. 15, no. 2.
63 Richard Fortey, "The Cambrian Explosion Exploded?," Science, vol. 293, no. 5529, 20 Juli 2001, h. 438-439.
64 Richard Fortey, "The Cambrian Explosion Exploded?," Science, vol. 293, no. 5529, 20 Juli 2001, h. 438-439.
65 Douglas J. Futuyma, Science on Trial, Pantheon Books, New York, 1983, h. 197.
66 Jeffrey S. Levinton, "The Big Bang of Animal Evolution," Scientific American, vol. 267, November 1992, h. 84.
67 "The New Animal Phylogeny: Reliability And Implications", Proc. of Nat. Aca. of Sci., 25 April 2000, vol. 97, no. 9, h. 4453-4456.
68 "The New Animal Phylogeny: Reliability And Implications, Proc. of Nat. Aca. of Sci., 25 April 2000, vol. 97, no. 9, h. 4453-4456.
69 David Raup, "Conflicts Between Darwin and Paleontology," Bulletin, Field Museum of Natural History, vol. 50, Januari 1979, h. 24.
70 Richard Fortey, "The Cambrian Explosion Exploded?," Science, vol. 293, no. 5529, 20 Juli 2001, h. 438-439.
71 Charles Darwin, The Origin of Species, 1859, h. 313-314.
72 Charles Darwin, The Origin of Species: A Facsimile of the First Edition, Harvard University Press, 1964, h. 302.
73 Stefan Bengston, Nature, vol. 345, 1990, h. 765. (emphasis added)
74 R. L. Gregory, Eye and Brain: The Physiology of Seeing, Oxford University Press, 1995, h. 31.
75 Douglas Palmer, The Atlas of the Prehistoric World, Discovery Channel, Marshall Publishing, London, 1999, h. 66.
76 Mustafa Kuru, Omurgal? Hayvanlar (Vertebrates), Gazi University Publications, 5th ed., Ankara, 1996, h. 21. (tanda penegasan ditambahkan)
77 Mustafa Kuru, Omurgal? Hayvanlar (Vertebrates), Gazi University Publications, 5th ed., Ankara, 1996, h. 27.
78 Douglas Palmer, The Atlas of the Prehistoric World, Discovery Channel, Marshall Publishing, London, 1999, h. 64.
79 Robert L. Carroll, Patterns and Processes of Vertebrate Evolution, Cambridge University Press, 1997, h. 296.
80 Gerald T. Todd, "Evolution of the Lung and the Origin of Bony Fishes: A Casual Relationship," American Zoologist, vol. 26, no. 4, 1980, h. 757.
81 Ali Demirsoy, Kal?t?m ve Evrim (Inheritance and Evolution), Meteksan Publishing Co., Ankara, 1984, h. 495-496.
82 Henry Gee, In Search Of Deep Time: Going Beyond The Fossil Record To A Revolutionary Understanding of the History Of Life, The Free Press, A Division of Simon & Schuster Inc., 1999, h. 7.
83 Robert L. Carroll, Patterns and Processes of Vertebrate Evolution, Cambridge University Press, 1997, h. 230.
84 Robert L. Carroll, Patterns and Processes of Vertebrate Evolution, Cambridge University Press, 1997, h. 301.
85 This time frame is also given by Carroll, Patterns and Processes of Vertebrate Evolution, Cambridge University Press, 1997, h. 304.
86 Henry Gee, In Search Of Deep Time: Going Beyond The Fossil Record To A Revolutionary Understanding of the History Of Life, The Free Press, A Division of Simon & Schuster, Inc., 1999, h. 54.
87 Robert L. Carroll, Patterns and Processes of Vertebrate Evolution, Cambridge University Press, 1997, h. 292-93.
88 Jean-Jacques Hublin, The Hamlyn Encyclopædia of Prehistoric Animals, The Hamlyn Publishing Group Ltd., New York, 1984, h. 120.
89 www.ksu.edu/fishecology/relict.htm
90 http://www.cnn.com/TECH/science/9809/23/living.fossil/index.html
91 P. L. Forey, Nature, vol. 336, 1988, h. 727.
92 Michael Denton, Evolution: A Theory In Crisis, Adler and Adler, 1986, h. 218-219.
93 Robert L. Carroll, Vertebrate Paleontology and Evolution, W. H. Freeman and Co., New York, 1988, h. 198.
94 Robert L. Carroll, Patterns and Processes of Vertebrate Evolution, Cambridge University Press, 1997, h. 296-97.
95 Stephen Jay Gould, "Eight (or Fewer) Little Piggies," Natural History, vol. 100, no. 1, Januari 1991, h. 25. (tanda penegasan ditambahkan)
96 Duane Gish, Evolution: The Fossils Still Say No!, Institute For Creation Research, California, 1995, h. 97.
97 Robert Carroll, Vertebrate Paleontology and Evolution, h. 235.
98 Encyclopaedia Britannica Online, "Turtle - Origin and Evolution."
99 Robert L. Carroll, Patterns and Processes of Vertebrate Evolution, Cambridge University Press, 1997, h. 296-97. (tanda penegasan ditambahkan)
100 Duane T. Gish, Evolution: The Fossils Still Say No, ICR, San Diego, 1998, h. 103.
101 Robert L. Carroll, Vertebrate Paleontology and Evolution. h. 336. (tanda penegasan ditambahkan)
102 Robert L. Carroll, Patterns and Processes of Vertebrate Evolution, Cambridge University Press, 1997, h. 296-97.
103 E. H. Colbert, M. Morales, Evolution of the Vertebrates, John Wiley and Sons, 1991, h. 193. (tanda penegasan ditambahkan)
104 A. S Romer, Vertebrate Paleontology, 3rd ed., Chicago University Press, Chicago, 1966, h. 120. (tanda penegasan ditambahkan)
105 Robert L. Carroll, Patterns and Processes of Vertebrate Evolution, Cambridge University Press, 1997, h. 296-97.)
-------------------------
 

0 comments:

Posting Komentar