Kamis, 19 Januari 2012

Budaya Konsumen

Budaya konsumen dan cara hidup masyarakat kita sudah jauh mengalami perubahan, menuju budaya dan prilaku kehidupan yang konsumtif. Prilaku konsumstif ternyata bukan hanya milik orang kaya atau orang kota, melainkan juga ditiru oleh kelompok kelas bawah dan masyarakat desa. Perubahan pola konsumtif tersebut tidak bisa tidak sebagai akibat langsung dari perkembangan teknologi komunikasi dan media, seperti TV dan media cetak lainnya. Iklan dan advertising telah memainkan peran yang tidak sedikit dengan “bujukan” dan “rayuan”nya yang dilancarkannya secara terus menerus guna men-stimuli budaya konsumsi masyarakat.

Konsumerisme memang adalah sebuah keniscayaan yang tidak bisa dicegah karena ia tumbuh dan berkembang dalam sebuah sistem ekonomi pasar bebas dan globalisasi seperti yang terjadi saat ini. Hanya dengan mengedepankan dan menganggap penting konsumerisme pada masyarakar modern atau posmodern, sistem kapitalisme memperoleh “garansi” untuk kelangsungannya. Kelebihan kapital dan produksi secara besar-besaran yang dimiliki oleh industri negara-negara maju sebagai dampak kemajuan dan inovasi teknologi baru, menyebabkan mereka mesti mencari pasar ke wilayah-wilayah negara dunia ketiga. Strategi ini hanya bisa dijalankan kalau berlakunya sebuah sistem ekonomi yang memungkinkan leluasanya barang dan uang keluar masuk dalam lalu lintas perdagangan antara negara. Neo-liberalismelah yang kemudian dianggap sebagai sistem ekonomi terbaik untuk diterapkan, karena sistem ekonomi ini satu-satunya ideologi yang menjamin kemakmuran secara terus menerus bagi negara maju.

Rumusan Masalah:

Apakah yang dimaksud dengan budaya konsumen?
Apa sajakah yang menyebabkan budaya konsumen?
Apa sajakah dampak dari budaya konsumen?

Tujuan:

Untuk mengetahui maksud dari budaya konsumen.
Untuk mengetahui hal-hal yang menyebabkan budaya konsumen.
Untuk mengetahui dampak yang ditibulkan dari budaya konsumen.
Pengertian Budaya Konsumen

Budaya Konsumen dapat diartikan sebagai budaya-budaya yang dilakukan oleh seorang konsumen. Adapun budaya konsumen menggunakan image, tanda-tanda dan benda-benda, simbolik yang mengumpulkan mimpi-mimpi, keinginan dan fantasi yang menegaskan keauntentikan romantik dan pemenuhan emosional dalam hal menyenangkan diri sendiri bukan orang lain; secara narsistik. Budaya konsumen biasanya dilakukan oleh kelompok menengah, hal ini dikarenakan mereka lebih memiliki banyak waktu luang dan mereka juga memiliki cukup uang untuk mengisi waktu luangan, seperti berfoya-foya.

B. Penyebab Budaya Konsumen

Gaya hidup adalah bentuk khusus pengelompokan status modern, gaya hidup biasanya diasumsikan berdasarkan organisasi sosial konsumsi dan menekankan keterkaitan pandangan-pandangan normatif, daripada oraganisasi sosial produksi yang secra klasik menjadi basis struktur kelas. Konsumsi dalam arti luas mengacu pada seluruh tipe aktivitas sosial yang orang lakukan sehingga bisa kita pakai untuk mencirikan dan mengenali mereka, selain apa yang mungkin “lakukan” untuk hidup.

Konsumsi memliki jangkauan lebih luas dibandingkan struktur sosial produksi. Untuk satu hal, ia melibatkan mereka yang tidak bekerja, seperti para pemuda, orang tua, pengangguran, dan juga paling penting adalah para perempuan yang dalam ekonomi modern umumnya tidak di harapkan menjadi produsen ekonomi. Konsumsi seperti yang di pahami ini perlu memasukkan pola-pola waktu luang masyarakat, yang di cirikan sebagai ekspektasi baru untuk pengendalian dan penggunaan waktu dengan cara-cara yang bermakna secara pribadi. Bocock menandaskan bahwa “konsumsi adalah suatu proses perubahan yang secara historis di konstruksi secara sosial. Konsumsi telah menjadi fokus utama kehidupan sosial dan nilai-nilai cultural mendasari gagasan lebih umum dari budaya konsumen.

Perubahan sosial di eropa modern awal sangat tergantung dan terlihat pada sejumlah perubahan yang terjai secara bersamaan seperti perkembangan pasar internasional, pertumbuhan dalam perdagangan benda-benda seni dan barang-barang mewah, dan pertumbuhan kelas sosial urban yang baru menggantikan struktur sosial feudal. Perubahan tersebutdisebabkan oleh cara-cara baru dalam produksi dan tidak bisa dipisahkan dari disintegrasi budaya religious continental yang menjadi wilayah-wilayah ekonomi baru, selain itu juga bergantung pada perkembangan sikap positif dalam menilai barang-barang yang menjadi tren.

McKendrick menulis mengenai inggris abad ke-18 yang menjadi saksi lahirnya suatu masyarakat konsumen dan memfasilitasi suatu revolusi konsumen, dalam proses mengatasi hambatan-hambatan yang “menuntut perubahan sikap dan pemikiran, perubahan dalam kemakmuran dan standar kehidupan, perubahan dalam tekhnik komersial dan keahlian-keahlian promosi, atau bahkan terkadang perubahan hukum itu sendiri”. Inggris memunculkan presden dalam revolusi ini, karena di sana ada penyebaran yang relative sempit struktur sosial kontemporer. Pabrik-pebrik baru yang menghasilkan barang-barang konsumsi pada mulanya menjadikan kalangan elit sebagai sasaran, dan dukungan mereka amat penting bagi kreasi fashion popular, tetapi keuntungan yang sangat besar yang diperoleh sesudah itu adalah dengan memasarkan dan mendistribusikan tiruan-tiruan barang tersebut kepada khalayak umum.

McKendrick menyebutkan metode-metode baru pameran (display), manipulasi fashion melalui keusangan arti fisial (artificial obsolescence), pembangunan tempat-tempat dan agen-agen baru penjualan dan bagaimana “memanipulasi persaingan sosial membuat manusia memburu kemewahan (luxxuris) padahal mereka sebelumnya membeli kepantasan (decencies), padahal mereka sebelumnya telah membeli kebutuhan atau (necessities). Permainan dan perayaan-perayaan komunal pada awal masa eropa modern berangsur-angsur ditinggalkan dengan tersedianya secara komersial, music, dansa, olah raga, dan sebagainya. Pada awal abad ke-18 budaya dan sportsedikit demi sedikit mulai beralih dari yang sebelumnya cenderung elitis dan privasi menjadi sesuatu yang sngat umum. Suatu proses komersialisasi waktu luang terus menerus tumbuh pada abad ke-19, yang sangat penting sekali untuk ditekankan pada aspek domestic dari periklanan barang konsumsi sebagaimana dicontohkan Plums tentang komersialisasi anak-anak sebagai objek waktuluang dan kemewahan yang baru untuk kegemara orang tua yang merupakan bagian penting dari munculnya budaya konsumen.

Pemikiran ulang dinamika modernisasi melibatkan pergeseran dari pandangan pentingnya penekanan bahwa modernitas melibatkan “pergantian dunia modern awal dan eropa abad pertengahan yang didominasi pandangan mengenai takdir Tuhan oleh perkembangan kemajuan dunia pengetahuan dan sain mengenai pengungkapan rahasia alam dan eksplorasi rasional. Logika moderitas adalah fashion bukanlah eksploitasi irasional melainkan merupakan suatu pencarian eksistensial untuk berbeda dalam budaya sekuler secara mendalam.

Konsumerisme telah menjadi pusat dari perkembangan sosial moderitas dan merupakan inovasi yang lebih muakhir. Kekuatan gagasan mengenai budaya konsumen tergantung pada kemungkinan pemasaran masa beriring dengan periklanan masa.

Pemasaran konsumen pada abad ke 18 harus mengabaikan perbedaan status yang telah terbangun dan justru akan memperkecil perbedaan sosial. Melengkapi dan mengintensifkan proses yang sama, pemasaran pada masa akhir abad ke 19 “mengikis” daerah perdalaman yang memiliki pasokan-pasokan yang dapat dimanfaatkan seperti pembangunan jaringan, kereta api yang cepat dan efisien , peningkatan angkatan darat dan laut. Pasar dari masyarakat konsumen ini adalah suatu entitas yang abstrak yang melebihi pasar khusus para pedagang kecil.

Potensi abstrak dari kegemaran konsumen terbentuk melalui pembangunan pusat-pusat kota sebagi pusat-pusat hiburan yang berlebihan-fantasi taman kenikmatan abad ke 18 diubah kembali menjadi dunia ilusi yang lebih wah. Pada era budaya konsumen ditandai dan dilembagakan denganlahirnya pusat-pusat perbelanjaan. Istana yang selalu berlimpah barang ini menawarkan kebebasan baru dan kesempatan untuk kegemaran.

Dalam anonimitas impersonal para pembelaja sama sekali bebas untuk mengembara seperti dan sebagaimana yang mereka harapkan serta memanfaatkan fasilitas-fasilitas tanpa batas untuk memenuhi cita rasa pribadi dan merancang program-program perjalanan pribadi.

Pusat-pusat perbelanjaan merupakan unsure yang paling nyata dalam tranformasi pusat-pusat metropoloitan, yang menawarkan kesempatan baru bagi para pelanggan manapun baik secara langsung maupun melalui kiriman untuk menjarah benda-benda duniawi. Selanjutnya, toko-toko yang juga bagian dari hiruk pikuk metropolitan yang melalui impian, imajinasi, imperialis, menganggap dunia diluar moderitas diciptakan untuk dieksploitasi.

Bentuk sosial baru dari gaya hidup diwarnai oleh beberapa narasi yang lebih luas mengenai ben tuk-bentuk budaya konsumenrisme. Sehingga dapat di rangkum secara singkat di bawah. Tema-tema mengenai:

Fantasi Ekses Tontonan dan, kewarganegaraan

Pemasaran massa seperti halnya bentuk-bentuk lain dari demokrasi massa, menwarkan ilusi-ilusi partisipasi yang sama, dan bahkan sekalipun kejayaan kebudayaan nasional kehilangan kekuatan subtantifnya. Dalam kombinasinya, narasi-narasi tersebut memperkuat dan mengembangkan arti fisialitas pemasaran umum. Sehingga dapat dengan mudah di ambil alih oleh beberapa bentuk teori kritis mengenai konsumerisme.

Kritik moral terhadap konsumerisme seperti yang diperkenalkan sebagai atau kebutuhan yang “tidak autentik”. Pada saat yang sama diakui adanya kebutuhan dan ambivalensi kutural yang lebih luas mengenai perubahan sosial konsumerisme. Implikasi konsumerisme dengan menegaskan bahawa sebagai mana gaya hidup memamerkan sensibilitas normative maka mereka akan mengekspresikan respon yang sangat berbeda terhadap nilai-nilai konsumerisme. Asumsi bahwa perempuan merupakan pelanggan utama budaya konsumen, boleh jadi sudah ketinggalan jaman pada tahun-tahun terakhir, tetapi secra tradional sebenarnya berakar pada pembedaan antara produksi dan konsumsi. Pembedaan antara ruang-ruang tersebut secra fisik ditandai oleh perbedaan antara rumah dan pekerjaan, suatu pembedaan yang semakin jelas dengan adnya pembangunan pemukiman pinggiran kota karena pemisahan yang tegas antara sektor pekerjaan dan rumah tangga.

Ada hubungan simbiosis antara karakter feminim perkotaan dan titik berat feminine terhadap konsumerisme sutau kesaling ketergantungan komplementer dan juga diungkapkan dalam aspek kedua perkembangan budaya konsumen. Pemukiman daerah pinggiran kota adalah bentuk fisik yang sempurna bagi warga konsumerisme masa. Secara individu berbeda atau setengah terpisah, mereka menganjurkan investasi swasta untuk meraih kehormatan walaupun sebenarnya menjamin penyimpangan hukum yang mencolok (bell, 1958). Denagn kemudahan akses mereka untuk msuk kelokasi-lokasi hiburan konsumen yang spektakuler, mereka memenuhi janji akses demokratis dan saat yang sama memperkuat serangkaian mitos mengenai bahaya kepadatan kota yang kontras dengan keleluasaan privasi di perumahan pinggiran kota.

Pemasaran konsumen tertama sering kali diarahkan pada para pelanggan perempuan dan sekalipun begitu belum tepat mengatakan bahwa perempuan telah atau saat ini tengah berada dibarisan terdepan inovasi gaya hidup. Kendala sosial tradisional dan alamiah dalam hal perdangan adalah diacuhkannya rayuan terhadap pelanggan perorangan. Karakteristik lahirnya budaya konsumen mengabaikan hal yang bersamaan dengan perkembangan industry waktu luang kecuali konteks waktu luang sebagai salah satu benda dalam budaya konsumen. Komersialisasi waktu luang merupakan pergeseran dari bentuk-bentuk permainan dan perayaan komunal menjadi jenis-jenis hiburan komersial yang di sediakan para pengusaha, yang merupakan tahapan penting dalam perkembangan budaya kelas menengah yang unik. Hal yang penting bahwa usaha-usaha komersial yang baru di bidang hiburan terutama akan di tujukan kepada para khalayak kelas menengah karena memiliki sumber budaya untuk menyediakan waktu dan uang untuk menikmati hiburan-hiburan tersebut. Dan tentu saja hiburan yang telah terlembaga sebagai bentuk budaya. Penting juga mengakui bahwa dunia kelas pekerja industry perkotaan yang baru juga memiliki karakter yang khas dengan tersedianya hiburan waktu luang dari sejak awal. Peningkatan secara cepat kota-kota pantai inggris dan spa-spa tertentu yang digunakan sebagai tempat peristirahatan untuk hari raya selama lebih 200 tahun terakhir.

Sejarah sosial dan budaya perkembangan investasi waktu luang pada abad ke-20 sebagian besar di tandai dengan pembukaan industry-industri baru hiburan massa. Industry waktu luang ini jelaslah penting artinya bagi setiap penjelasan mengenai gaya hidup tidak hanya karena ia mengisi sebagian waktu luang para khalayak, tapi juga karena bidang ini memperkejakan sejumlah besar orang dalam produksi dan presentasi dan mereka membutuhkan investasi modal yang besar untuk mempertahankan pasar mereka. Industry waktu luang sama saja dengan bentuk-bentuk benda konsumsi lainnya karena mereka memainkan karakteristik structural yang sama seperti yang telah kita catat sebelumnya dalam hal persyaratan standarisasi metropolitan yang di lengkapi dengan konsumsi terprivatisasi pasar domestic.

Respon awal abad ini pada perkembangan budaya massa umumnya pesimis, baik dengan alasan bahwa hal tersebut hanya akan menurunkan standar budaya adiluhung maupun bahwa pada akhirnya akan melihat, mendengar, atau membaca hal yang sama. Music kategori gaya hidup adalah kekhawatiran tersebut setidaknya untuk hal yang terakhir, tak berdasar.

C. Dampak dari Budaya Konsumen

Dampak dari budaya konsumen ini adalah Hedonisme atau memuja kesenangan sesaat Konsumerismekapitalisme

contoh dampak dari budaya konsumen, senang dengan budaya-budaya atau kegiatan yang tidak memiliki banyak manfaat, seprti nonton film di bioskop, asyik nonton tv dan mengalihkan pekerjaan-pekerjaan yang lebih penting, membeli tas-tas yang memiliki merk-merk tertentu.

DAFTAR PUSTAKA

David Chaney, 2009, Lifestyle, sebuah pengantar komprehensif, Yogyakarta: Jalasutra

0 comments:

Posting Komentar