Tidak banyak bahan biodata yang terdapat di sejumlah buku tinjauan dan kupasan mengenai Asmara Hadi.
Sejumlah sajaknya dihimpun dalam Asmara Hadi: Penyair Api Nasionalisme (1965) susunan J.U. Nasution.
Dia mengumumkan puisi-puisinya dalam majalah Pujangga Baru. Sejumlah puisinya ada dalam antologi Puisi Baru (1946) susunan S. Takdir Alisjahbana dan Pujangga baru: Prosa dan Puisi (1963) susunan H.B. Jassin.
Sejumlah sajaknya dihimpun dalam Asmara Hadi: Penyair Api Nasionalisme (1965) susunan J.U. Nasution.
Dia mengumumkan puisi-puisinya dalam majalah Pujangga Baru. Sejumlah puisinya ada dalam antologi Puisi Baru (1946) susunan S. Takdir Alisjahbana dan Pujangga baru: Prosa dan Puisi (1963) susunan H.B. Jassin.
Selamat Tinggal Pariangan
Taman sari, tanah Periangan,
Sekarang ini berpisah kita,
Kereta api hampir berjalan,
Selamat tinggal alam jelita,
Negeri lain datang meminta,
Engkau kan hanya tinggal kenangan,
Tempat, di mana mendapat cinta
Akan selalu terangan-angan.
Peluit berbunyi, tinggallah engkau,
Bukit dan gunung hijau berkilau,
Alam rupawan menawan hati
Tinggallah kota, tinggallah dusun,
Tinggallah sawah turun bersusun,
Kamu kucinta sampaikan mati.
Sekarang ini berpisah kita,
Kereta api hampir berjalan,
Selamat tinggal alam jelita,
Negeri lain datang meminta,
Engkau kan hanya tinggal kenangan,
Tempat, di mana mendapat cinta
Akan selalu terangan-angan.
Peluit berbunyi, tinggallah engkau,
Bukit dan gunung hijau berkilau,
Alam rupawan menawan hati
Tinggallah kota, tinggallah dusun,
Tinggallah sawah turun bersusun,
Kamu kucinta sampaikan mati.
Nasib Tanah Airku
I
Panas yang terik datang membakar,
Lemahlah kembang hampirkan mati,
Tunduk tergantung bersedih hati,
Mohon air kepada akar.
mendapat air amatlah sukar,
Belumlah turun hujan dinanti,
Musim kemarau belum berhenti,
Angin bertiup belum bertukar.
Seperti kembang hampirkan layu,
Lemah tampaknya, rawan dan sayu,
Demikianlah 'kau Indonesia,
Nasibmu malang amat celaka,
Hidup dirundung malapetaka,
Tidak mengenal rasa bahagia.
II
Mentari datang menghalaukan malam,
Menyinarkan senyum penuh cahaya,
Dunialah bangun memberi salam,
Nyanyian yang merdu menyambut surya.
Lihatlah teratai di dalam kolam,
Tersnyum membuka kuntumnya, dia,
menghamburkan harum ke dalam alam,
Pemuja pagi gemilang mulis.
Memandang pagi menyedapkan mata,
Keraguan hati hilang semata,
Memikirkan nasib Tanah Airku.
Seperti mentari di kala pagi,
Kemerdekaan tentu datang lagi,
Menerangi Tanah tempat lahirku.
Panas yang terik datang membakar,
Lemahlah kembang hampirkan mati,
Tunduk tergantung bersedih hati,
Mohon air kepada akar.
mendapat air amatlah sukar,
Belumlah turun hujan dinanti,
Musim kemarau belum berhenti,
Angin bertiup belum bertukar.
Seperti kembang hampirkan layu,
Lemah tampaknya, rawan dan sayu,
Demikianlah 'kau Indonesia,
Nasibmu malang amat celaka,
Hidup dirundung malapetaka,
Tidak mengenal rasa bahagia.
II
Mentari datang menghalaukan malam,
Menyinarkan senyum penuh cahaya,
Dunialah bangun memberi salam,
Nyanyian yang merdu menyambut surya.
Lihatlah teratai di dalam kolam,
Tersnyum membuka kuntumnya, dia,
menghamburkan harum ke dalam alam,
Pemuja pagi gemilang mulis.
Memandang pagi menyedapkan mata,
Keraguan hati hilang semata,
Memikirkan nasib Tanah Airku.
Seperti mentari di kala pagi,
Kemerdekaan tentu datang lagi,
Menerangi Tanah tempat lahirku.
sumber
0 comments:
:)) :)] ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* :| 8-} ~x( :-t b-( :-L x( =))
Posting Komentar